Suasana Kampung Marlina, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu 15 November 2017. Foto-foto: Metrotvnews.com/Cecillia Ong
Suasana Kampung Marlina, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu 15 November 2017. Foto-foto: Metrotvnews.com/Cecillia Ong

Simpang Siur Penataan Kampung Kumuh Marlina

Cecillia Ong • 16 November 2017 07:14
Jakarta: Pemprov DKI berencana menata 16 kampung kumuh yang berdiri liar. Di antara 16 titik ini, Kampung Marlina yang terletak di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, menjadi salah satunya.
 
Namun, hingga kini warga masih belum mendapatkan informasi kapan penataan Kampung Marlina dilakukan. Sudarsi, warga yang menetap di kampung Marlina sejak 1979, mengaku tak pernah mendengar adanya rencana penataan.
 
"Nggak ya, nggak ada. Dulu kan warung-warung. Tahu-tahu dibongkar-bongkarin, jalanan dibuat tinggi, " ujar Sudarsi, ditemui Rabu, 15 November 2017.

Pengurus rukun warga (RW) juga belum mendapatkan konfirmasi dari pemerintah mengenai konsep penataan kampung ini.
 
"Belum tahu ada pembangunan dari pemprov, konsepnya juga belum tahu," kata Ketua RW di Kampung Marlina, Hasni.
 
Lokasi Kampung Marlina hanya berjarak 7,3 kilometer dari Kampung Aquarium. Berbeda dengan Kampung Aquarium, kampung yang terdiri dari sembilan rukun tetangga (RT) ini jauh dari sorotan. Rumah-rumah di sini juga cenderung aman dari penggusuran. Akses jalan ke kampung ini juga sudah dibeton.
 
Namun, rumah-rumah di kampung ini berdiri liar tak beraturan dan saling berimpitan. Hanya bangunan masjid yang terlihat rapi dengan lantai keramik.
Simpang Siur Penataan Kampung Kumuh Marlina
Warga di Kampung Marlina sebagian besar adalah pegawai atau karyawan perusahaan di kawasan Jakarta Utara. Hasni mengatakan gaji rata-rata warga di sini setara upah minimum provinsi.
 
"Warga sini kebanyakan kerja di perusahaan kawasan pelelangan," ujar Hasni
 
Selain berprofesi pegawai, tak sedikit warga yang membuka toko kelontong. Toko kelontong ini banyak berdiri di tepi gang. Untungnya tak seberapa.
 
"Sehari kadang dapart Rp100 ribu hingga Rp200 ribu. Itu sudah termasuk modal," ujar Sudarsi, pedagang toko kelontong di kampung itu.
 
Tak beridentitas
 
Tak seluruh warga kampung Marlina memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Dari sekitar 20 ribu warga yang menetap di kampung ini, hanya 15 ribu orang yang diakui identitasnya.
 
"Kurang lebih 15 ribu warga yang sudah punya KTP," kata Hasni. Artinya, sebanyak 5 ribu warga masih belum memiliki identitas.
 
Baca: Anies Bahas Kampung Kumuh di DPRD DKI
 
Sulitnya warga memiliki KTP, kata Husni, karena Kampung Marlina adalah salah satu kampung yang masuk daftar hitam. Bahkan, kata dia, sebelum Anies Baswedan-Sandiaga Uno memimpin Jakarta, pengurusan KTP untuk kawasan Muara Baru, termasuk kampung ini, ditutup sementara.
 
Identitas pula yang menghambat warga Kampung Marlina mendapatkan haknya. Warga banyak yang belum mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Mereka tak bisa merasakan fasilitas Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS).
 
Hasni berharap rezim sekarang bisa mengakomodasi warga Kampung Marlina. Dia berencana mengajukan pembuatan KTP ke Wali Kota Jakarta Utara Jumat 17 November ini.
 
"Saat ini, bikin KTP sama KK tetap nyangkut di Kanwil Kependudukan. Makanya setelah Ahok tak menjabat,  kami berharap pengajuan KTP dapat dihidupkan kembali," katanya.
 
Janji kampanye
 
Hasni percaya diri dengan Pemprov DKI Jakarta saat ini. Pasalnya, saat kampanye pilkada, Anies Baswedan berjanji meneruskan program kampung deret. Tapi, walaupun akhirnya harus digusur, Hasni berharap pembayaran ganti ruginya sepadan.
 
"Jangan terulang seperti kejadian di Kebun Tebu (Penjaringan, Jakarta Utara) yang tidak merata," ujar Hasni di jalan Muara Baru, Jakarta Utara, Rabu, 15 November 2017.
Simpang Siur Penataan Kampung Kumuh Marlina
Menurutnya, warga Kebun Tebu banyak yang ditempatkan di rumah susun di Marunda dan Cakung. Namun, karena jaraknya jauh, banyak dari warga yang balik lagi ke rumah lama.
 
"Sewa rusun juga mahal. Bayar bulanan nya Rp500 ribu," ujar dia.
 
Baca: Jakarta Sisakan 223 RW Kumuh Sejak 2013
 
Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) DKI Jakarta mencatat masih ada 223 RW yang masuk kategori kumuh di Ibu Kota. Data 2013, jumlah RW di Jakarta sebanyak 2.722 RW.
 
Dari enam kota administratif DKI Jakarta, tercatat Jakarta Utara dan Jakarta Barat memiliki jumlah RW kumuh terbanyak. Sementara itu, jumlah RW kumuh paling sedikit berada di Kepulauan Seribu. Dari 264 RW kumuh yang diteliti tahun 2013, hanya 41 RW di Jakarta yang tergolong tidak kumuh.
 
Komposisi jumlah RW kumuh tersebut adalah lima di Kepulangan Seribu, 32 di Jakarta Timur, 34 di Jakarta Selatan, 42 di Jakarta Pusat, 55 di Jakarta Barat, dan 55 di Jakarta Utara.
 
"Jumlah 223 itu berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) 2013. Di lapangan bisa jadi jumlahnya lebih banyak karena ada RW yang belum masuk evaluasi BPS," tutur Kepala Seksi Perencanaan Kawasan Permukiman, DPGP DKI Jakarta, Ilman Basthian.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan