medcom.id, Jakarta: Para pendatang baru nekat merantau ke Jakarta dengan keahlian pas-pasan. Tingginya upah minimum di Jakarta menjadi salah satu penyebab tingginya angka pendatang ke ibu kota.
Hal itulah yang diharapkan pemuda 26 tahun bernama Rodi. Tahun 2017 dirinya mantap memberanikan diri mengadu nasib ke ibu kota. Iming-iming upah pendapatan Rp3 juta per bulan menggodanya.
Pria lulusan SMA itu sejatinya pernah memiliki pekerjaan tetap di kampungnya, di daerah Kuningan, Jawa Barat. Ia sempat bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko waralaba. Namun sejak tiga bulan lalu kontraknya habis.
Berbekal pengalamannya sebagai pramuniaga, ia yakin keahliannya banyak dibutuhkan di tengah menjamurnya toko waralaba di ibu kota. Saat di Kuningan, ia hanya menerima upah sekitar Rp 1,5 juta per bulan.
Namun, dengan profesi yang sama di Jakarta, Rodi meyakini pendapatannya bisa hampir dua kali lipat. Ia dijanjikan salah satu kerabatnya yang lebih dulu berprofesi yang sama, di salah satu toko waralaba di bilangan Jakarta Barat.
"Di Jakarta UMP tiga juta lebih. Itu yang buat saya tertarik merantau ke Jakarta," kata Rodi kepada Metrotvnews.com, di kawasan Tambora, Jakarta Barat, Rabu 19 Juli 2017.
Namun hingga menjelang satu bulan pasca lebaran, pekerjaan yang dinantikan tak kunjung tiba. Semua berkas lamaran sudah dititipkan kepada kerabatnya. Untuk menyambung hidup, Rodi menumpang di rumah salah satu saudaranya di Penjaringan, Jakarta Utara.
Ia masih berharap nasibnya bakal lebih baik melihat kerabat-kerabatnya yang lebih dulu merantau ke ibu kota. Nasib Rodi satu dari sekian puluh ribu para pendatang baru ke ibu kota yang mencoba peruntungan.
Pemprov DKI berencana menggelar operasi bina penduduk (Binduk) pekan depan. Rodi mungkin masih bisa bernapas lega. Pasalnya, Pemprov DKI memastikan tak akan menggelar operasi yustisi. Artinya, para pendatang dengan jaminan tempat tinggal, dan jaminan pekerjaan tak akan dipulangkan ke daerah asalnya.
medcom.id, Jakarta: Para pendatang baru nekat merantau ke Jakarta dengan keahlian pas-pasan. Tingginya upah minimum di Jakarta menjadi salah satu penyebab tingginya angka pendatang ke ibu kota.
Hal itulah yang diharapkan pemuda 26 tahun bernama Rodi. Tahun 2017 dirinya mantap memberanikan diri mengadu nasib ke ibu kota. Iming-iming upah pendapatan Rp3 juta per bulan menggodanya.
Pria lulusan SMA itu sejatinya pernah memiliki pekerjaan tetap di kampungnya, di daerah Kuningan, Jawa Barat. Ia sempat bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko waralaba. Namun sejak tiga bulan lalu kontraknya habis.
Berbekal pengalamannya sebagai pramuniaga, ia yakin keahliannya banyak dibutuhkan di tengah menjamurnya toko waralaba di ibu kota. Saat di Kuningan, ia hanya menerima upah sekitar Rp 1,5 juta per bulan.
Namun, dengan profesi yang sama di Jakarta, Rodi meyakini pendapatannya bisa hampir dua kali lipat. Ia dijanjikan salah satu kerabatnya yang lebih dulu berprofesi yang sama, di salah satu toko waralaba di bilangan Jakarta Barat.
"Di Jakarta UMP tiga juta lebih. Itu yang buat saya tertarik merantau ke Jakarta," kata Rodi kepada
Metrotvnews.com, di kawasan Tambora, Jakarta Barat, Rabu 19 Juli 2017.
Namun hingga menjelang satu bulan pasca lebaran, pekerjaan yang dinantikan tak kunjung tiba. Semua berkas lamaran sudah dititipkan kepada kerabatnya. Untuk menyambung hidup, Rodi menumpang di rumah salah satu saudaranya di Penjaringan, Jakarta Utara.
Ia masih berharap nasibnya bakal lebih baik melihat kerabat-kerabatnya yang lebih dulu merantau ke ibu kota. Nasib Rodi satu dari sekian puluh ribu para pendatang baru ke ibu kota yang mencoba peruntungan.
Pemprov DKI berencana menggelar operasi bina penduduk (Binduk) pekan depan. Rodi mungkin masih bisa bernapas lega. Pasalnya, Pemprov DKI memastikan tak akan menggelar operasi yustisi. Artinya, para pendatang dengan jaminan tempat tinggal, dan jaminan pekerjaan tak akan dipulangkan ke daerah asalnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)