medcom.id, Jakarta: Aturan tarif atas dan tarif bawah dilakukan agar persaingan antara taksi online dan taksi konvensional seimbang. Selama ini, taksi konvensional mengeluhkan tarif taksi online yang terlalu murah dan menyebabkan taksi konvensional kehilangan pelanggan.
Hal itu disampaikan Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno. Ia mengatakan, dengan aturan tarif tersebut, usaha antara taksi online dan konvensional bisa berjalan.
"Pemerintah tidak boleh mematikan satu usaha dan mengembangkan usaha yang lain. Aturan itu sudah benar. Untuk menjaga usaha dan keberlanjutan ekonomi keduanya," kata Djoko kepada Metrotvnews.com, Jakarta, Selasa, 4 Juli 2017.
Selain mengatur tarif, pemerintah juga tengah mengkaji aturan soal kuota taksi online dan konvensional. Hal ini bertujuan menumbuhkan persaingan yang sehat.
"Misalnya kuotanya terlalu banyak tapi penumpang sedikit. Persaingan akan tidak beres. Begitu juga sebaliknya. Makanya, pemerintahan sedang mengatur kuota agar tidak ada yang dirugikan," ujar Djoko.
Makin kompetitif
Dengan pemerataan tarif taksi online, lanjutnya, penumpang sudah tidak terpatok dengan satu penyedia layanan transportasi. "Mereka harus bersaing dengan pelayanan, bukan harga lagi. Karena harga sama," ujar Djoko.
Mulai 1 Juli Kementerian Perhubungan memberlakukan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Namun, sejumlah penyedia layanan transportasi online masih belum menerapkannya.
Grab maupun Uber menyatakan masih mengkaji dan akan segera menyesuaikan aturan baru ini. Sedangkan Gojek belum bisa dikonfirmasi.
Pemberlakuan tarif atas dan bawah dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali. Sedangkan Wilayah II untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Adapun tarif batas bawah untuk wilayah I Rp3.500 dan batas atasnya Rp6.000. Untuk wilayah II tarif batas bawah Rp3.700 dan batas atasnya Rp6.500.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/nN9VdZrb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Aturan tarif atas dan tarif bawah dilakukan agar persaingan antara taksi
online dan taksi konvensional seimbang. Selama ini, taksi konvensional mengeluhkan tarif taksi
online yang terlalu murah dan menyebabkan taksi konvensional kehilangan pelanggan.
Hal itu disampaikan Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno. Ia mengatakan, dengan aturan tarif tersebut, usaha antara taksi
online dan konvensional bisa berjalan.
"Pemerintah tidak boleh mematikan satu usaha dan mengembangkan usaha yang lain. Aturan itu sudah benar. Untuk menjaga usaha dan keberlanjutan ekonomi keduanya," kata Djoko kepada
Metrotvnews.com, Jakarta, Selasa, 4 Juli 2017.
Selain mengatur tarif, pemerintah juga tengah mengkaji aturan soal kuota taksi
online dan konvensional. Hal ini bertujuan menumbuhkan persaingan yang sehat.
"Misalnya kuotanya terlalu banyak tapi penumpang sedikit. Persaingan akan tidak beres. Begitu juga sebaliknya. Makanya, pemerintahan sedang mengatur kuota agar tidak ada yang dirugikan," ujar Djoko.
Makin kompetitif
Dengan pemerataan tarif taksi
online, lanjutnya, penumpang sudah tidak terpatok dengan satu penyedia layanan transportasi. "Mereka harus bersaing dengan pelayanan, bukan harga lagi. Karena harga sama," ujar Djoko.
Mulai 1 Juli Kementerian Perhubungan memberlakukan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Namun, sejumlah penyedia layanan transportasi
online masih belum menerapkannya.
Grab maupun Uber menyatakan masih mengkaji dan akan segera menyesuaikan aturan baru ini. Sedangkan Gojek belum bisa dikonfirmasi.
Pemberlakuan tarif atas dan bawah dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali. Sedangkan Wilayah II untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Adapun tarif batas bawah untuk wilayah I Rp3.500 dan batas atasnya Rp6.000. Untuk wilayah II tarif batas bawah Rp3.700 dan batas atasnya Rp6.500.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)