Lanskap gedung-gedung perkantoran, apartemen dan permukiman penduduk di kawasan Grogol, Jakarta Barat. (Foto: ANTARA/Widodo S Jusuf)
Lanskap gedung-gedung perkantoran, apartemen dan permukiman penduduk di kawasan Grogol, Jakarta Barat. (Foto: ANTARA/Widodo S Jusuf)

Menilik Potensi Perumahan dan Ruang Terbuka Hijau di Ibu Kota

18 Oktober 2017 12:20
medcom.id, Jakarta: Pengamat Tata Kota Nirwono Joga mengatakan dalam konteks pembangunan kota, DKI Jakarta sebaiknya menghindari membangun rumah tapak. Menurut Dia, membangun rumah tapak tak ekonomis mengingat lahan di Ibu Kota begitu sempit.
 
"Selain itu kalau merunut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi 2030, kawasan DKI Jakarta memang didorong untuk membangun hunian vertikal atau rumah susun," kata Nirwono, dalam Economic Challenges, Selasa 17 Oktober 2017.
 
Menurut Nirwono, ketimbang membangun rumah tapak lebih tepat sasaran jika mengoptimalkan apa yang sudah ada, misalnya pasar. Dia mencontohkan, pasar di Hong Kong beberapa di antaranya berbentuk bangunan vertikal di mana lantai 1-4 merupakan ruang khusus untuk pasar sementara lantai 5 dan seterusnya digunakan untuk perumahan.

Contoh lainnya, Perumnas dan PT KAI saat ini sedang mengembangkan perumahan di kawasan stasiun kereta api. Contoh seperti ini bisa dijadikan terobosan bagi pemerintah baru DKI Jakarta yang bisa dilakukan dan dikembangkan.
 
Hal lain yang perlu disampaikan ke masyarakat juga adalah bahwa rumah dengan DP nol persen tidak berlokasi di segitiga emas, sebab hal itu tidak mungkin. Lokasi bisa dimana saja asal diusulkan terlebih dulu.
 
"Ini agar tidak terjadi calo tanah dan yang penting supaya ada kepastian hukum dan bisa menekan harga," kata Nirwono.
 
Selain perumahan, salah satu indikator bahwa sebuah kota bisa dikatakan layak huni adalah yang memiliki ketersediaan ruang terbuka hijau. Pemimpin DKI Jakarta yang baru harus mampu menyediakan ruang terbuka hijau selain mencanangkan program perumahan.
 
Nirwono mengatakan hari ini Jakarta baru memiliki 9,98 persen ruang terbuka hijau. Padahal dari data yang diperoleh potensi DKI memiliki ruang publik terbuka hijau mencapai 14 persen.
 
Tanah-tanah yang mesti dioptimalkan, kata Nirwono, sebetulnya sudah dicontohkan pada era Gubernur Joko Widodo. Di mana mantan Wali Kota Solo itu merevitalisasi kawasan Waduk Ria Rio dan Waduk Pluit menjadi ruang terbuka hijau.  
 
DKI sendiri memiliki 44 waduk, 14 situ, bahkan 20 waduk baru yang jika dioptimalkan tak hanya bisa digunakan untuk menampung cadangan air melainkan bisa dimaksimalkan menjadi taman-taman baru yang akan menambah jumlah ruang terbuka hijau.
 
"Belum lagi kalau bicara di kolong jembatan layang seluruh Jakarta. Jadi masih banyak lahan yang kalau dioptimalkan bisa menambah ruang terbuka hijau, bisa mengendalikan banjir dan yang terpenting meningkatkan kualitas lingkungan Kota Jakarta," jelas Nirwono.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan