Pejalan kaki berjalan di trotoar kawasan Sudirman, Jakarta. (Foto: ANTARA/Agung Rajasa)
Pejalan kaki berjalan di trotoar kawasan Sudirman, Jakarta. (Foto: ANTARA/Agung Rajasa)

Pengamat: Pembagian Jalur di Trotoar Sudirman tak Jelas

08 Maret 2018 17:04
Jakarta: Pengamat Tata Kota Nirwono Joga melihat ada perbedaan mendasar terkait konsep baru trotoar Sudirman yang digagas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini dengan era Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.
 
Jika era pemerintahan sebelumnya konsep trotoar dibuat untuk memberi kenyamanan bagi pejalan kaki dan penyandang disabilitas, tidak demikian dengan kebijakan saat ini yang akan membuat trotoar Jakarta 'ramah' bagi PKL dan gagasan budaya. 
 
"Ciri khasnya kalau bicara konsep yang sekarang ada ketidakjelasan pembagian antara jalur pejalan kaki. Bahkan belum ada jalur khusus sepeda dan penyandang disabilitas. Padahal, tiga catatan itu penting dalam konsep penataan trotoar," katanya dalam Primetime News, Rabu, 7 Maret 2018.

Nirwono mengatakan konsep baru trotoar Jakarta dikhawatirkan bertentangan dengan semangat mendorong pejalan kaki beralih ke transportasi umum. Pasalnya tidak ada konsep integrasi yang dibuat untuk memudahkan pejalan kaki mengakses MRT maupun bus transjakarta. 
 
Wacana bahwa trotoar akan mengakomodasi kios-kios penjualan juga harus kembali dibicarakan. Sebab, jika maksudnya sebagai ruang usaha komersil tentu akan melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Perda Nomor 8 Tahun 2007.
 
"Yang harus kembali ditegaskan, trotoar adalah jalur pejalan kaki. Maka fungsi, fasilitas, sarana dan prasarana yang dibangun tujuan utamanya agar pejalan kaki bisa aman dan nyaman. Setelah itu baru diisi sarana dan fasilitas seperti bangku atau ruang kesenian," katanya. 
 
Hal penting lain yang juga tak boleh dilupakan, kata Joga, trotoar harus terintegrasi dengan infrastruktur di bawahnya. Sebutlah saluran air dan jaringan utilitas.
 
Menurut Nirwono, penyakit trotoar di hampir seluruh wilayah Jakarta sebagus apa pun penampakannya justru kerap dibongkar-pasang lantaran adanya perbaikan jaringan utilitas maupun saluran air.  
 
Ia menambahkan, selalu, yang terlihat terkait penataan trotoar masih dalam dalam konteks kosmetik di permukaan, tapi tidak dibahas bagaimana mengintegrasikan saluran air di bawahnya. Padahal jika bicara banjir, persoalan utamanya ada di sana.  
 
"Kalau ini jadi trotoar yang terintegrasi dengan saluran air, jaringan utilitas, dan fungsi trotoar yang benar ini, akan jadi contoh bagaimana kota di Indonesia dapat membuat trotoar yang tepat dan sesuai aturan hukum," jelasnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan