Jakarta: Epidemilog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengungkapkan kemampuan deteksi kasus covid-19 di Jakarta masih rendah. Hal ini berdasarkan hasil riset serologi per Maret 2021 oleh Tim Pandemi FKM UI.
Hasilnya menunjukkan prevalensi penduduk Jakarta yang pernah terinfeksi covid-19 mencapai 44,5 persen. Artinya hampir setengah warga Jakarta pernah terpapar virus covid-19. Sehingga dari jumlah 10,6 juta warga Jakarta, sekitar 4,7 juta pernah tertular covid-19.
Namun, dari 4,7 juta tersebut hanya 382 ribu kasus yang terdeteksi. Sehingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai masih memiliki kemampuan deteksi kasus yang rendah.
“Dari kasus terlaporkan itu hanya 382 ribu. Jadi sistem kita yang terdeteksi hanya 8,1 persen. Yang tak terdeteksi sekitar 91,9 persen. Sebesar 91,9 persen orang yang positf ini tak terdektsi. Meski testing sangat tinggi tapi belum mampu testing,” kata Pandu dalam konferensi pers Diseminasi Hasil Survei Serologi Covid-19 secara virtual, Sabtu, 10 Juli 2021.
Pandu menjelaskan hasil survei serologi pada Maret 2021 kepada 4.919 sampel penduduk sebagian besar tidak bergejala. Mereka mengaku tidak pernah memiliki gejala apa pun terutama pada kelompok usia muda mesti memiliki antibodi positif covid-19 di dalam tubuh.
“Mereka tak pernah dites positif. Jadi tidak terdeteksi oleh pemerintah,” ujar dia.
(Baca: Survei Serologi: Hampir Separuh Warga DKI Pernah Terpapar Covid-19)
Kasus tak terdeksi ini paling besar terjadi pada kelompok anak. Rinciannya, 91,3 persen kelompok usia 1 tahun, kemudian, 96,2 persen kelompok usia 1-14 tahun, lalu 90,1 persen kelompok usia 15-49 tahun, dan 90,1 persen kelompok usia lebih dari 50 tahun.
“Terutama kelompok anak pada Maret dan sebelumnya tak dilakukan testing. Maka kelompok ini perlu jadi prioritas testing. Apa suspek atau bergejala. Ini menunjukkan sistem kita belum bsia mendeteksi semua orang yang tidak bergejala juga,” papar dia.
Penelitian juga menanyakan kepada interviewer yang tak terdeteksi positif covid-19. Pertanyaan terkait apa pernah melakukan pengetesan covid-19. Ternyata penduduk yang tak bergejala itu paling besar sebesar 57,4 persen.
“Separuhnya (57,4 persen) ini punya antibodi covid-19 artinya pernah positif covid-19 tapi tak bergejala. Artinya testing di Jakarta hanya yang bergejala saja. Kalau yang tak terdeteksi dan bergejala sebesar 34,0 persen. Ini tantangan meningkatkan strategi testing pada yang bergejala juga,” papar dia.
Sementara itu, penduduk yang terdeteksi positif covid-19 dan tidak bergejala sebesar 4,9 persen. Dan penduduk yang terdeteksi dan bergejala sebesar 3,8 persen.
Jakarta: Epidemilog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengungkapkan kemampuan deteksi
kasus covid-19 di
Jakarta masih rendah. Hal ini berdasarkan hasil riset serologi per Maret 2021 oleh Tim Pandemi FKM UI.
Hasilnya menunjukkan prevalensi penduduk Jakarta yang pernah terinfeksi covid-19 mencapai 44,5 persen. Artinya hampir setengah warga Jakarta pernah terpapar virus covid-19. Sehingga dari jumlah 10,6 juta warga Jakarta, sekitar 4,7 juta pernah tertular covid-19.
Namun, dari 4,7 juta tersebut hanya 382 ribu kasus yang terdeteksi. Sehingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai masih memiliki kemampuan deteksi kasus yang rendah.
“Dari kasus terlaporkan itu hanya 382 ribu. Jadi sistem kita yang terdeteksi hanya 8,1 persen. Yang tak terdeteksi sekitar 91,9 persen. Sebesar 91,9 persen orang yang positf ini tak terdektsi. Meski testing sangat tinggi tapi belum mampu testing,” kata Pandu dalam konferensi pers Diseminasi Hasil Survei Serologi Covid-19 secara virtual, Sabtu, 10 Juli 2021.
Pandu menjelaskan hasil survei serologi pada Maret 2021 kepada 4.919 sampel penduduk sebagian besar tidak bergejala. Mereka mengaku tidak pernah memiliki gejala apa pun terutama pada kelompok usia muda mesti memiliki antibodi positif covid-19 di dalam tubuh.
“Mereka tak pernah dites positif. Jadi tidak terdeteksi oleh pemerintah,” ujar dia.
(Baca:
Survei Serologi: Hampir Separuh Warga DKI Pernah Terpapar Covid-19)
Kasus tak terdeksi ini paling besar terjadi pada kelompok anak. Rinciannya, 91,3 persen kelompok usia 1 tahun, kemudian, 96,2 persen kelompok usia 1-14 tahun, lalu 90,1 persen kelompok usia 15-49 tahun, dan 90,1 persen kelompok usia lebih dari 50 tahun.
“Terutama kelompok anak pada Maret dan sebelumnya tak dilakukan testing. Maka kelompok ini perlu jadi prioritas testing. Apa suspek atau bergejala. Ini menunjukkan sistem kita belum bsia mendeteksi semua orang yang tidak bergejala juga,” papar dia.
Penelitian juga menanyakan kepada interviewer yang tak terdeteksi positif covid-19. Pertanyaan terkait apa pernah melakukan pengetesan covid-19. Ternyata penduduk yang tak bergejala itu paling besar sebesar 57,4 persen.
“Separuhnya (57,4 persen) ini punya antibodi covid-19 artinya pernah positif covid-19 tapi tak bergejala. Artinya testing di Jakarta hanya yang bergejala saja. Kalau yang tak terdeteksi dan bergejala sebesar 34,0 persen. Ini tantangan meningkatkan strategi testing pada yang bergejala juga,” papar dia.
Sementara itu, penduduk yang terdeteksi positif covid-19 dan tidak bergejala sebesar 4,9 persen. Dan penduduk yang terdeteksi dan bergejala sebesar 3,8 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)