Jakarta: Pedagang kaki lima di trotoar Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, seolah tak kapok digaruk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mereka nekat berdagang karena rutin membayar sewa penggunaan lokasi itu.
"Jadi yang lapak dalam itu saya bayar Rp4 juta, untuk luar ini (jalur pedestrian) bayar juga Rp1 juta per bulan," kata salah satu pedagang dompet, Khairul di lokasi, Jumat, 6 September 2019.
Khairul tak menjelaskan siapa yang memungut uang sewa lapak di trotoar. Ia pun menampik ada uang yang dibayarkan kepada preman di sekitar pasar.
"Enggak ada bekingan atau bayar preman, yang bayar preman juga lari kalau ada razia Satpol PP," sebutnya.
Khairul menyebut tarif lapak PKL berbeda-beda. Mereka mengaku nekat berdagang di trotoar karena kesulitan mendapatkan pelanggan jika tetap bertahan di toko.
"Kita letakkan saja di situ, kalau ada petugas kita pindahin. Soalnya kalau semua barang di dalam (toko) enggak kelihatan sama pembeli," ujarnya.
Salah seorang pedagang yang enggak disebutkan namanya juga mengaku membayar uang sewa lapak di trotoar. "Kita cuma nyari makan, kalau ngak jualan gimana mau makan dan bayar (lapak jualan)," sebutnya.
Salah seorang petugas Satpol PP yang enggak disebutkan namanya membenarkan adanya preman yang sering menghalangi penertiban. Ia menyebut para preman itu dibayar PKL.
"Beking jaga-jaga, kita juga sering bersitegang sama dia," paparnya.
Ia menyebut preman yang beraksi di Jalan Jatibaru Raya merupakan warga yang berdomisili di wilayah itu. "Jadi minta uang keamanan, jatah sama pedagang," lanjutnya.
Petugas itu menilai aksi premanisme tak akan bisa diberantas selama pemukiman kumuh masih ada di kawasan Jatibaru. Mereka akan tetap meminta uang kepada PKL.
"Itu mereka dari belakang sana, ada pemukiman jati baru," pungkas.
Jakarta: Pedagang kaki lima di trotoar Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, seolah tak kapok digaruk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mereka nekat berdagang karena rutin membayar sewa penggunaan lokasi itu.
"Jadi yang lapak dalam itu saya bayar Rp4 juta, untuk luar ini (jalur pedestrian) bayar juga Rp1 juta per bulan," kata salah satu pedagang dompet, Khairul di lokasi, Jumat, 6 September 2019.
Khairul tak menjelaskan siapa yang memungut uang sewa lapak di trotoar. Ia pun menampik ada uang yang dibayarkan kepada preman di sekitar pasar.
"Enggak ada
bekingan atau bayar preman, yang bayar preman juga lari kalau ada razia Satpol PP," sebutnya.
Khairul menyebut tarif lapak PKL berbeda-beda. Mereka mengaku nekat berdagang di trotoar karena kesulitan mendapatkan pelanggan jika tetap bertahan di toko.
"Kita letakkan saja di situ, kalau ada petugas kita pindahin. Soalnya kalau semua barang di dalam (toko) enggak kelihatan sama pembeli," ujarnya.
Salah seorang pedagang yang enggak disebutkan namanya juga mengaku membayar uang sewa lapak di trotoar. "Kita cuma nyari makan, kalau ngak jualan gimana mau makan dan bayar (lapak jualan)," sebutnya.
Salah seorang petugas Satpol PP yang enggak disebutkan namanya membenarkan adanya preman yang sering menghalangi penertiban. Ia menyebut para preman itu dibayar PKL.
"
Beking jaga-jaga, kita juga sering bersitegang sama dia," paparnya.
Ia menyebut preman yang beraksi di Jalan Jatibaru Raya merupakan warga yang berdomisili di wilayah itu. "Jadi minta uang keamanan, jatah sama pedagang," lanjutnya.
Petugas itu menilai aksi premanisme tak akan bisa diberantas selama pemukiman kumuh masih ada di kawasan Jatibaru. Mereka akan tetap meminta uang kepada PKL.
"Itu mereka dari belakang sana, ada pemukiman jati baru," pungkas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)