medcom.id, Jakarta: Polda Metro Jaya belum sepakat dengan Gubernur DKI Jakarta Jakarta Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama yang berencana menghapus kebijakan 3 in 1. Sebab, penghapusan tanpa diikuti penerapan kebijakan lain dapat memperparah kemacetan di jalan protokol.
Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengatakan, sebelum ada kebijakan lain untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, Pemerintah DKI diminta tidak menghapus kebijakan yang ada.
"Kebijakan pembatasan kendaraan penting, aturan 3 in 1 masih diperlukan kalau belum ada alternatifnya," kata budiyanto seperti dikutip Media Indonesia, Rabu (30/3/2016).
Ahok berencana menguji coba penghapusan 3 in 1 mulai 5 April. Namun, menurut Budiyanto, meski masih belum berhasil membebaskan Jakarta dari kemacetan, aturan 3 in 1 setidaknya sudah berhasil menahan jumlah kendaraan di jam sibuk.
"Jika tidak ada kebijakan 3 in 1, mungkin bisa lebih parah lagi macetnya. Sejauh ini, 3 in 1 bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen," ujar Budiyanto.
Ia berharap pemerintah DKI mengurungkan rencana itu sebelum ada kebijakan baru sebagai penggantinya. "Misalnya menerapkan sistem jalan berbayar (electronic road pricing/ERP)," ujarnya.
Ahok mengakui ERP bisa membatasi jumlah kendaraan di jalan protokol. Namun, rencana itu masih terganjal penetapan besaran tarif. Ahok ingin besaran tarif diberlakukan fleksibel.
Menurut Ahok, ERP bukan jalan tol. Sebsb, konsep jalan tol bukan untuk membatasi kendaraan, sedangkan konsep ERP sebaliknya. Dengan demikian, besaran tarif ERP seharusnya bisa dinaik-turunkan kapan saja.
"Pemasukan dari ERP ini bukan pajak, ini cuma alat untuk mengendalikan jumlah mobil. Jadi tidak ada ditetapkan tarif berapa. Tarif bisa saya naik turunkan. Selama jumlah mobil banyak, saya naikkan. Jumlah mobil sedikit, saya turunkan tarifnya," ujar Ahok.
medcom.id, Jakarta: Polda Metro Jaya belum sepakat dengan Gubernur DKI Jakarta Jakarta Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama yang berencana menghapus kebijakan 3 in 1. Sebab, penghapusan tanpa diikuti penerapan kebijakan lain dapat memperparah kemacetan di jalan protokol.
Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengatakan, sebelum ada kebijakan lain untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, Pemerintah DKI diminta tidak menghapus kebijakan yang ada.
"Kebijakan pembatasan kendaraan penting, aturan 3 in 1 masih diperlukan kalau belum ada alternatifnya," kata budiyanto seperti dikutip
Media Indonesia, Rabu (30/3/2016).
Ahok berencana menguji coba penghapusan 3 in 1 mulai 5 April. Namun, menurut Budiyanto, meski masih belum berhasil membebaskan Jakarta dari kemacetan, aturan 3 in 1 setidaknya sudah berhasil menahan jumlah kendaraan di jam sibuk.
"Jika tidak ada kebijakan 3 in 1, mungkin bisa lebih parah lagi macetnya. Sejauh ini, 3 in 1 bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen," ujar Budiyanto.
Ia berharap pemerintah DKI mengurungkan rencana itu sebelum ada kebijakan baru sebagai penggantinya. "Misalnya menerapkan sistem jalan berbayar (electronic road pricing/ERP)," ujarnya.
Ahok mengakui ERP bisa membatasi jumlah kendaraan di jalan protokol. Namun, rencana itu masih terganjal penetapan besaran tarif. Ahok ingin besaran tarif diberlakukan fleksibel.
Menurut Ahok, ERP bukan jalan tol. Sebsb, konsep jalan tol bukan untuk membatasi kendaraan, sedangkan konsep ERP sebaliknya. Dengan demikian, besaran tarif ERP seharusnya bisa dinaik-turunkan kapan saja.
"Pemasukan dari ERP ini bukan pajak, ini cuma alat untuk mengendalikan jumlah mobil. Jadi tidak ada ditetapkan tarif berapa. Tarif bisa saya naik turunkan. Selama jumlah mobil banyak, saya naikkan. Jumlah mobil sedikit, saya turunkan tarifnya," ujar Ahok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)