Jakarta: Persoalan gizi buruk di Indonesia tak hanya terjadi di daerah-daerah yang tak terjangkau fasilitas kesehatan dan infrastruktur. Di kota-kota besar termasuk DKI Jakarta masalah gizi buruk selalu ada.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto menyebut kasus gizi buruk di DKI Jakarta hampir terjadi di seluruh wilayah. Ada yang dialami oleh warga Jakarta, ada pula yang diderita pendatang.
"Ada yang memang sejak lahir berat badannya kurang, bisa juga kurang persiapan saat akan melahirkan dan mungkin karena asupan gizinya kurang baik," ungkap Koesmedi, dalam Metro Pagi Primetime, Jumat 2 Februari 2018.
Koesmedi mengatakan gizi buruk bukanlah penyakit menular. Namun ketika penderita gizi buruk menderita suatu penyakit risiko gizi buruk akan lebih parah sebab daya tahan tubuhnya juga tidak terlalu baik.
Asupan gizi yang kurang dapat menyebabkan seseorang memiliki berat badan rendah. Kondisi yang disertai dengan penyakit akan semakin memperparah status gizi buruk yang diderita oleh seseorang.
"Makanan juga bukan berarti sudah diberi makan akan membuat asupan gizinya bagus. Makanan harus sempurna, harus ada karbohidrat, protein, sayur, dan buah," katanya.
Koesmedi menyebut berdasarkat Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, 93 persen anak-anak usia sekolah dasar sangat jarang mengonsumsi buah dan sayur. Sementara buah dan sayur merupakan penyumbang vitamin dan serat terbesar bagi tubuh.
Menurut Koesmedi persoalan gizi buruk bukan hanya masalah pemerintah di bidang kesehatan saja namun semua orang harus ikut bertanggung jawab untuk mengentaskan status gizi buruk di sebuah wilayah.
Dari sisi kesehatan, kata Koesmedi, Kementerian Kesehatan maupun Dinas Kesehatan memang menjadi pihak yang bertanggung jawab, namun dari sisi pendidikan dan sosial perlu ada keterlibatan pihak lain.
"Ada kader ibu-ibu PKK, RT, RW, kalau ditemukan lebih awal kan akan mudah dilakukan tindakan. Kalau sudah masuk fase kronis kemudian disetai penyakit tentu penanganannya akan lebih sulit," ungkapnya.
Koesmedi mengatakan sering kali pasien gizi buruk yang sudah ditangani dalam beberapa bulan kemudian akan kembali lagi mendapat perawatan dengan kasus yang sama.
Masalah ini akan selalu berulang karena saat penderita gizi buruk telah ditangani medis dan dipulangkan kepada keluarga, asupan gizi dari rumah tidak dijaga.
"Masalah sosial seperti ini merupakan masalah yang harus diselesaikan bersama. Makanya tidak heran kalau di ibu kota juga ada gizi buruk," jelasnya.
Jakarta: Persoalan gizi buruk di Indonesia tak hanya terjadi di daerah-daerah yang tak terjangkau fasilitas kesehatan dan infrastruktur. Di kota-kota besar termasuk DKI Jakarta masalah gizi buruk selalu ada.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto menyebut kasus gizi buruk di DKI Jakarta hampir terjadi di seluruh wilayah. Ada yang dialami oleh warga Jakarta, ada pula yang diderita pendatang.
"Ada yang memang sejak lahir berat badannya kurang, bisa juga kurang persiapan saat akan melahirkan dan mungkin karena asupan gizinya kurang baik," ungkap Koesmedi, dalam
Metro Pagi Primetime, Jumat 2 Februari 2018.
Koesmedi mengatakan gizi buruk bukanlah penyakit menular. Namun ketika penderita gizi buruk menderita suatu penyakit risiko gizi buruk akan lebih parah sebab daya tahan tubuhnya juga tidak terlalu baik.
Asupan gizi yang kurang dapat menyebabkan seseorang memiliki berat badan rendah. Kondisi yang disertai dengan penyakit akan semakin memperparah status gizi buruk yang diderita oleh seseorang.
"Makanan juga bukan berarti sudah diberi makan akan membuat asupan gizinya bagus. Makanan harus sempurna, harus ada karbohidrat, protein, sayur, dan buah," katanya.
Koesmedi menyebut berdasarkat Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, 93 persen anak-anak usia sekolah dasar sangat jarang mengonsumsi buah dan sayur. Sementara buah dan sayur merupakan penyumbang vitamin dan serat terbesar bagi tubuh.
Menurut Koesmedi persoalan gizi buruk bukan hanya masalah pemerintah di bidang kesehatan saja namun semua orang harus ikut bertanggung jawab untuk mengentaskan status gizi buruk di sebuah wilayah.
Dari sisi kesehatan, kata Koesmedi, Kementerian Kesehatan maupun Dinas Kesehatan memang menjadi pihak yang bertanggung jawab, namun dari sisi pendidikan dan sosial perlu ada keterlibatan pihak lain.
"Ada kader ibu-ibu PKK, RT, RW, kalau ditemukan lebih awal kan akan mudah dilakukan tindakan. Kalau sudah masuk fase kronis kemudian disetai penyakit tentu penanganannya akan lebih sulit," ungkapnya.
Koesmedi mengatakan sering kali pasien gizi buruk yang sudah ditangani dalam beberapa bulan kemudian akan kembali lagi mendapat perawatan dengan kasus yang sama.
Masalah ini akan selalu berulang karena saat penderita gizi buruk telah ditangani medis dan dipulangkan kepada keluarga, asupan gizi dari rumah tidak dijaga.
"Masalah sosial seperti ini merupakan masalah yang harus diselesaikan bersama. Makanya tidak heran kalau di ibu kota juga ada gizi buruk," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MEL)