medcom.id, Jakarta: Reta, penyandang tunanetra, mengaku 'kenyang' mendapatkan perlakuan diskriminasi. Hatinya luka. Hampir saban hari dirinya harus menahan diri dipandang sebelah mata.
Wanita 37 tahun itu menuturkan pernah ditolak ketika hendak membuka rekening di salah satu bank. Bahkan dia nyaris diusir karena menyandang tunanetra.
Tak hanya dicurigai, petugas bank pun berlaku tak adil. Mereka melayani Reta seolah dia tak ada. "Ibu kan buta, tidak bisa buka tabungan di sini. Enggak bisa tanda tangan dengan benar juga," kata Reta menirukan ucapan pegawai bank.
Itu bukan pengalaman pahit Reta satu-satunya. Dia pernah pula diusir kala mencoba melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Pendek kata, banyak orang memandang Reta hanya `beban`.
"Tidak terima sumbangan," ujar Reta dalam acara Rencana Aksi Regional, Mengarusutamakan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Komunitas ASEAN di Hotel Harris, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (17/2/2016).
Reta hanya manusia biasa. Dia mengaku, sempat putus asa. Sedih. Tapi, itu tak sampai berkepanjangan. "Enggak mau down lama-lama. Saya harus berusaha. Saya sama kok dengan orang yang lainnya," kata perempuang yang kini menjabat Pelaksana Harian Persatuan Tunanetra Indonasia, itu.
Di tempat yang sama, pengurus Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Yustitia Arief mengatakan, banyak hal yang harus diperhatikan pemerintah terkait hak-hak penyandang disabilitas.
Ada tiga sektor yang harus diperhatikan, yakni sektor sosial budaya, ekonomi, dan politik. Di bidang ekonomi, kata Yustitia, pemerintah hanya memberikan jatah satu persen lapangan pekerjaan untuk penyandang disabilitas.
"Satu persen itu pun belum terpenuhi. Kendalanya, karena masih banyak perusahaan yang masih memandang rendah dan lemah. Mereka masih berfikir, kamu buta bisa apa?" Ujar Yustitia
Yustitia dan PPDI berusaha mengadvokasi setiap hak penyandang disabilitas. Salah satu upaya yang telah mereka lakukan ialah memberikan masukan peraturan disabilitas ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saat ini sudah disahkan di dalam peraturan KPU. Kami juga sedang mendesak pemerintah supaya cepat mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) disabilitas," tutur Yustitia.
medcom.id, Jakarta: Reta, penyandang tunanetra, mengaku 'kenyang' mendapatkan perlakuan diskriminasi. Hatinya luka. Hampir saban hari dirinya harus menahan diri dipandang sebelah mata.
Wanita 37 tahun itu menuturkan pernah ditolak ketika hendak membuka rekening di salah satu bank. Bahkan dia nyaris diusir karena menyandang tunanetra.
Tak hanya dicurigai, petugas bank pun berlaku tak adil. Mereka melayani Reta seolah dia tak ada. "Ibu kan buta, tidak bisa buka tabungan di sini. Enggak bisa tanda tangan dengan benar juga," kata Reta menirukan ucapan pegawai bank.
Itu bukan pengalaman pahit Reta satu-satunya. Dia pernah pula diusir kala mencoba melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Pendek kata, banyak orang memandang Reta hanya `beban`.
"Tidak terima sumbangan," ujar Reta dalam acara Rencana Aksi Regional, Mengarusutamakan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Komunitas ASEAN di Hotel Harris, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (17/2/2016).
Reta hanya manusia biasa. Dia mengaku, sempat putus asa. Sedih. Tapi, itu tak sampai berkepanjangan. "Enggak mau
down lama-lama. Saya harus berusaha. Saya sama kok dengan orang yang lainnya," kata perempuang yang kini menjabat Pelaksana Harian Persatuan Tunanetra Indonasia, itu.
Di tempat yang sama, pengurus Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Yustitia Arief mengatakan, banyak hal yang harus diperhatikan pemerintah terkait hak-hak penyandang disabilitas.
Ada tiga sektor yang harus diperhatikan, yakni sektor sosial budaya, ekonomi, dan politik. Di bidang ekonomi, kata Yustitia, pemerintah hanya memberikan jatah satu persen lapangan pekerjaan untuk penyandang disabilitas.
"Satu persen itu pun belum terpenuhi. Kendalanya, karena masih banyak perusahaan yang masih memandang rendah dan lemah. Mereka masih berfikir, kamu buta bisa apa?" Ujar Yustitia
Yustitia dan PPDI berusaha mengadvokasi setiap hak penyandang disabilitas. Salah satu upaya yang telah mereka lakukan ialah memberikan masukan peraturan disabilitas ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saat ini sudah disahkan di dalam peraturan KPU. Kami juga sedang mendesak pemerintah supaya cepat mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) disabilitas," tutur Yustitia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)