medcom.id, Jakarta: Baru seumur jagung, keluhan sudah muncul pada aplikasi Bajaj online. Keluhan muncul dari para sopir moda transportasi roda tiga itu. Mereka meminta aplikasi disempurnakan.
Tommy Amira, 45, salah satu pengemudi Bajaj online, mengakui layanan masih belum sempurna. Ia kerap mendapatkan pesanan dari orang yang jaraknya cukup jauh. Pemesan tidak berada dalam jangkauan.
"(Notifikasi) Yang masuk ke handphone saya kebetulan jauh-jauh. Jadi kita enggak mungkin ambil," tutur Tommy kepada Metrotvnews.com, Jumat (9/10/2015) di sekitar Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat.
Bajaj online resmi diluncurkan, Sabtu 3 Oktober lalu. Sebanyak 200 Bajaj berbahan bakar gas bergabung dengan sistem aplikasi berbasis online. Warga cukup memesan Bajaj biru itu menggunakan smartphone.
Ketua DPD Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinugan menjelaskan, sistem kerja Bajaj online sama dengan ojek online. Meski sistem mirip dengan konsep Go-Jek, Bajaj memiliki tempat mangkal khusus. Warga bisa memesan Bajaj melalui sistem online maupun konvensional.
Tommy Amira menjelaskan, sejumlah penumpang yang memanggil Bajaj lewat aplikasi jarang berada di dekat wilayahnya. Karena itu, ia mengusulkan pengembang aplikasi menyempurnakan layanan.
"Kadang ada yang (manggil) dari Pluit, di Tebet, di Kebayoran. Jadi, enggak mungkin kita ambil. Kalau saya ambil juga pas ke sana orangnya sudah lama menunggu, pasti keburu pergi," jelasnya.
Menurut Tommy, awalnya pihak pengembang menyatakan notifikasi pemesanan hanya berjarak radius dua kilometer dari sang pengemudi. "Kayaknya belum dilokalisasi lagi," tutur dia.
Tommy menyayangkan promosi Bajaj online yang masih kurang. Apalagi, tarif yang sudah ditentukan Rp16 ribu untuk 2,5 km pertama, dan Rp2000 untuk kilometer berikutnya tergolong mahal di kantong pelanggan.
"Promosinya kurang kalau kata saya. Enggak kayak Go-Jek atau Grabbike. Mereka kan promosinya luar biasa. Ongkos Rp25.000, bayarnya cuma Rp5.000. Jadi peminatnya banyak. Dari segi ekonomi masyarakat lebih milih yang kayak begitu, yang murah," kata dia.
medcom.id, Jakarta: Baru seumur jagung, keluhan sudah muncul pada aplikasi Bajaj online. Keluhan muncul dari para sopir moda transportasi roda tiga itu. Mereka meminta aplikasi disempurnakan.
Tommy Amira, 45, salah satu pengemudi Bajaj online, mengakui layanan masih belum sempurna. Ia kerap mendapatkan pesanan dari orang yang jaraknya cukup jauh. Pemesan tidak berada dalam jangkauan.
"(Notifikasi) Yang masuk ke
handphone saya kebetulan jauh-jauh. Jadi kita enggak mungkin ambil," tutur Tommy kepada
Metrotvnews.com, Jumat (9/10/2015) di sekitar Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat.
Bajaj online resmi diluncurkan, Sabtu 3 Oktober lalu. Sebanyak 200 Bajaj berbahan bakar gas bergabung dengan sistem aplikasi berbasis online. Warga cukup memesan Bajaj biru itu menggunakan
smartphone.
Ketua DPD Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinugan menjelaskan, sistem kerja Bajaj online sama dengan ojek online. Meski sistem mirip dengan konsep Go-Jek, Bajaj memiliki tempat mangkal khusus. Warga bisa memesan Bajaj melalui sistem online maupun konvensional.
Tommy Amira menjelaskan, sejumlah penumpang yang memanggil Bajaj lewat aplikasi jarang berada di dekat wilayahnya. Karena itu, ia mengusulkan pengembang aplikasi menyempurnakan layanan.
"Kadang ada yang (manggil) dari Pluit, di Tebet, di Kebayoran. Jadi, enggak mungkin kita ambil. Kalau saya ambil juga pas ke sana orangnya sudah lama menunggu, pasti keburu pergi," jelasnya.
Menurut Tommy, awalnya pihak pengembang menyatakan notifikasi pemesanan hanya berjarak radius dua kilometer dari sang pengemudi. "Kayaknya belum dilokalisasi lagi," tutur dia.
Tommy menyayangkan promosi Bajaj online yang masih kurang. Apalagi, tarif yang sudah ditentukan Rp16 ribu untuk 2,5 km pertama, dan Rp2000 untuk kilometer berikutnya tergolong mahal di kantong pelanggan.
"Promosinya kurang kalau kata saya. Enggak kayak Go-Jek atau Grabbike. Mereka kan promosinya luar biasa. Ongkos Rp25.000, bayarnya cuma Rp5.000. Jadi peminatnya banyak. Dari segi ekonomi masyarakat lebih milih yang kayak begitu, yang murah," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)