Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kelebihan membayar masker respirator N95 sebesar Rp5,8 miliar. Anggaran itu dari pos belanja tak terduga (BTT) APBD DKI 2020.
Pemprov melakukan pembelian melalui dua perusahaan berbeda, yakni PT IDS dan PT ALK. Kedua perusahaan ini memiliki kisaran harga berbeda.
"Permasalahan itu mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp5.850.000.000," kata Kepala BPK DKI Pemut Aryo Wibowo dilansir dari Antara, Jakarta, Jumat, 6 Agustus 2021.
Dalam laporan BPK disebutkan Dinas Kesehatan DKI melakukan kontrak dengan PT IDS untuk pembelian masker sebanyak tiga kali dengan total 89 ribu masker. Berita acaranya disahkan pada 5 Agustus, 28 September, dan 6 Oktober 2020.
Pembelian pertama sebanyak 39 ribu masker, harga yang ditetapkan Rp70 ribu. Selanjutnya pada pembelian kedua dan ketiga, harganya turun menjadi Rp60 ribu.
Sedangkan kontrak untuk pembelian respirator N95 dengan PT ALK diketahui dalam berita acara pada 30 November 2020. Dinkes DKI memesan 195 ribu unit masker dengan harga tiap satuannya mencapai Rp90 ribu.
Baca: Kejar Herd Immunity, Pemprov DKI Fokus Pada Vaksinasi Dosis 2
BPK lantas melakukan komunikasi dengan keduanya. Hasilnya, PT IDS sanggup melakukan pengadaan masker Respirator N95, 200 ribu unit karena stok barang tersedia.
Namun, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pembelian masker jenis serupa kepada PT ALK. Karena kebijakan ini, Pemut menilai PPK tidak cermat dalam mengelola keuangan daerah.
Pemut meminta agar Pemprov DKI tidak mengedepankan asas yang menguntungkan bagi negara. Pemprov tidak memilih pengadaan barang yang lebih murah dengan kualitas yang sama.
"Jika mengadakan barang yang berjenis dan kualitas sama, seharusnya melakukan negosiasi harga minimal dengan harga barang yang sama atas harga respirator (N95) lainnya yang memenuhi syarat atau bahkan lebih rendah dari pengadaan sebelumnya," ucapnya..
Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kelebihan membayar masker respirator N95 sebesar Rp5,8 miliar. Anggaran itu dari pos belanja tak terduga (BTT) APBD DKI 2020.
Pemprov melakukan pembelian melalui
dua perusahaan berbeda, yakni PT IDS dan PT ALK. Kedua perusahaan ini memiliki kisaran harga berbeda.
"Permasalahan itu mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp5.850.000.000," kata Kepala BPK DKI Pemut Aryo Wibowo dilansir dari Antara, Jakarta, Jumat, 6 Agustus 2021.
Dalam laporan BPK disebutkan Dinas Kesehatan DKI melakukan kontrak dengan PT IDS untuk pembelian masker sebanyak tiga kali dengan total 89 ribu masker. Berita acaranya disahkan pada 5 Agustus, 28 September, dan 6 Oktober 2020.
Pembelian pertama sebanyak 39 ribu masker, harga yang ditetapkan Rp70 ribu. Selanjutnya pada pembelian kedua dan ketiga, harganya turun menjadi Rp60 ribu.
Sedangkan kontrak untuk pembelian respirator N95 dengan PT ALK diketahui dalam berita acara pada 30 November 2020. Dinkes DKI memesan 195 ribu unit masker dengan harga tiap satuannya mencapai Rp90 ribu.
Baca:
Kejar Herd Immunity, Pemprov DKI Fokus Pada Vaksinasi Dosis 2
BPK lantas melakukan komunikasi dengan keduanya. Hasilnya, PT IDS sanggup melakukan pengadaan masker Respirator N95, 200 ribu unit karena stok barang tersedia.
Namun, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pembelian masker jenis serupa kepada PT ALK. Karena kebijakan ini, Pemut menilai PPK tidak cermat dalam mengelola keuangan daerah.
Pemut meminta agar Pemprov DKI tidak mengedepankan asas yang menguntungkan bagi negara. Pemprov tidak memilih pengadaan barang yang lebih murah dengan kualitas yang sama.
"Jika mengadakan barang yang berjenis dan kualitas sama, seharusnya melakukan negosiasi harga minimal dengan harga barang yang sama atas harga respirator (N95) lainnya yang memenuhi syarat atau bahkan lebih rendah dari pengadaan sebelumnya," ucapnya.. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)