medcom.id, Jakarta: Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono kembali menekankan seluruh aparatur birokrasi tak boleh terlibat politik praktis. Hukuman tegas berlaku untuk seluruh jabatan.
"Hukumannya adalah pemberhentian. Birokrasi itu termasuk PNS (pegawai negeri sipil) dan orang yang dibiayai APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah)," kata Sumarsono di kantor Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (13/12/2016)
Orang yang dibiayai APBD DKI Jakarta termasuk pekerja harian lepas (PHL) Dinas Kebersihan atau pasukan oranye. Soni sapaan Sumarsono mengatakan, PHL wajib memahami netralitas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Tugas saya menjaga netralitas birokrasi untuk tidak terlibat hiruk pikuk pilkada. Di seragam dada kiri PHL ada simbol Pemda DKI karena itu harus netral," ujar Soni.
Soni tak ingin kembali mendengar PHL DKI Jakarta kembali terlibat politik praktis. Ia tak segan memberikan sanksi yang lebih berat yakni hukuman pemecatan.
"Ini berlaku sama, tiba-tiba ada Kadis (Kepala Dinas) dukung pasangan calon, kita stop. Apalagi foto pakai spanduk dengan senyum senang. Itu sudah terlibat," ujar Soni.
Sebanyak 63 pasukan oranye dari Kecamatan Kemayoran dan Johar Baru yang dikenakan sanksi skorsing Kamis, 24 November lalu. Penyebabnya, mereka berfoto bersama dengan memegang spanduk calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, sambil mengenakan seragam Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Soni lantas mencabut hukuman tersebut usai melakukan dialog bersama para PHL tersebut di Kantor Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (13/12/2016) pagi ini. Para PHL diperbolehkan bekerja hingga akhir masa kontrak dan mendapatkan upah setengah gaji. Menurut Soni, skorsing yang telah dijalani selama setengah masa hukuman tersebut telah cukup membuat jera para PHL yang terlibat.
medcom.id, Jakarta: Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono kembali menekankan seluruh aparatur birokrasi tak boleh terlibat politik praktis. Hukuman tegas berlaku untuk seluruh jabatan.
"Hukumannya adalah pemberhentian. Birokrasi itu termasuk PNS (pegawai negeri sipil) dan orang yang dibiayai APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah)," kata Sumarsono di kantor Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (13/12/2016)
Orang yang dibiayai APBD DKI Jakarta termasuk pekerja harian lepas (PHL) Dinas Kebersihan atau pasukan oranye. Soni sapaan Sumarsono mengatakan, PHL wajib memahami netralitas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Tugas saya menjaga netralitas birokrasi untuk tidak terlibat hiruk pikuk pilkada. Di seragam dada kiri PHL ada simbol Pemda DKI karena itu harus netral," ujar Soni.
Soni tak ingin kembali mendengar PHL DKI Jakarta kembali terlibat politik praktis. Ia tak segan memberikan sanksi yang lebih berat yakni hukuman pemecatan.
"Ini berlaku sama, tiba-tiba ada Kadis (Kepala Dinas) dukung pasangan calon, kita stop. Apalagi foto pakai spanduk dengan senyum senang. Itu sudah terlibat," ujar Soni.
Sebanyak 63 pasukan oranye dari Kecamatan Kemayoran dan Johar Baru yang dikenakan sanksi skorsing Kamis, 24 November lalu. Penyebabnya, mereka berfoto bersama dengan memegang spanduk calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, sambil mengenakan seragam Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Soni lantas mencabut hukuman tersebut usai melakukan dialog bersama para PHL tersebut di Kantor Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (13/12/2016) pagi ini. Para PHL diperbolehkan bekerja hingga akhir masa kontrak dan mendapatkan upah setengah gaji. Menurut Soni, skorsing yang telah dijalani selama setengah masa hukuman tersebut telah cukup membuat jera para PHL yang terlibat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)