Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai mengabaikan protokol kesehatan pencegahan virus korona (covid-19) di pasar tradisional. Hal itu diketahui dari hasil pemantauan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Protokol sudah ada hanya saja oleh Perumda (Perusahaan Umum Daerah) Pasar Jaya sendiri tidak dijalankan dengan baik," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho kepada MediaIndonesia.com, Rabu, 10 Juni 2020.
Menurut dia, hal yang diabaikan Pemprov DKI seperti memberikan jarak antarpedagang sehingga tercipta physical distancing. Hal itu bisa dilakukan dengan membuat markah yang jelas bagi para pedagang untuk mencegah kerumunan.
"Sejauh ini belum pernah ada modeling atau simulasi yang dilakukan untuk mitigasi pelayanan di pasar," ungkap dia.
Mitigasi layanan dengan menyediakan belanja melalui telepon juga dianggap tidak efektif. Hingga saat ini, tidak ada kajian mengenai besaran jumlah pembeli yang beralih dari offline ke online. Masyarakat masih gemar ke pasar di masa pandemi.
Baca: Gubernur DKI Berwenang Tutup Pasar Jika Diperlukan
"Tidak ada pergerakan kebijakan sama sekali dari Pemprov DKI khususnya Pasar Jaya dan Dinas UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) untuk memperbaiki upaya pencegahan transmisi covid di pasar. Apalagi PSBB transisi ini ada pelonggaran," tegas dia.
Di sisi lain, Pemprov DKI bisa meniru aturan yang diterapkan di Kuala Lumpur, Malaysia. Di kota itu, hanya kepala keluarga yang boleh berbelanja di pasar dengan dibuktikan dari salinan kartu keluarga (KK) dan surat pengantar rukun tetangga (RT).
"Dengan begini meminimalisasi warga yang berbelanja ke pasar," jelas dia.
Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai mengabaikan protokol kesehatan pencegahan virus korona (covid-19) di pasar tradisional. Hal itu diketahui dari hasil pemantauan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Protokol sudah ada hanya saja oleh Perumda (Perusahaan Umum Daerah) Pasar Jaya sendiri tidak dijalankan dengan baik," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho kepada
MediaIndonesia.com, Rabu, 10 Juni 2020.
Menurut dia, hal yang diabaikan Pemprov DKI seperti memberikan jarak antarpedagang sehingga tercipta
physical distancing. Hal itu bisa dilakukan dengan membuat markah yang jelas bagi para pedagang untuk mencegah kerumunan.
"Sejauh ini belum pernah ada
modeling atau simulasi yang dilakukan untuk mitigasi pelayanan di pasar," ungkap dia.
Mitigasi layanan dengan menyediakan belanja melalui telepon juga dianggap tidak efektif. Hingga saat ini, tidak ada kajian mengenai besaran jumlah pembeli yang beralih dari
offline ke
online. Masyarakat masih gemar ke pasar di masa pandemi.
Baca:
Gubernur DKI Berwenang Tutup Pasar Jika Diperlukan
"Tidak ada pergerakan kebijakan sama sekali dari Pemprov DKI khususnya Pasar Jaya dan Dinas UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) untuk memperbaiki upaya pencegahan transmisi covid di pasar. Apalagi PSBB transisi ini ada pelonggaran," tegas dia.
Di sisi lain, Pemprov DKI bisa meniru aturan yang diterapkan di Kuala Lumpur, Malaysia. Di kota itu, hanya kepala keluarga yang boleh berbelanja di pasar dengan dibuktikan dari salinan kartu keluarga (KK) dan surat pengantar rukun tetangga (RT).
"Dengan begini meminimalisasi warga yang berbelanja ke pasar," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)