medcom.id, Jakarta: Indonesia Corruption Watch masih menemukan pemberian Kartu Jakarta Pintar yang tidak tepat sasaran. ICW mendapati 78.570 pelajar yang seharusnya tidak menerima program yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, guna memenuhi biaya operasional siswa.
"Dari 68,8% siswa yang terkonfirmasi, kita telusuri apakah sesuai dengan kriteria penerima KJP. Ternyata sebanyak 19,4% seharusnya tidak menerima," ujar Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri, dalam konfrensi pers di Cikini, Jakarta, Senin (31/3/2014).
ICW menggunakan sampel 605 siswa penerima KJP selama periode 3 Februari-17 Maret 2014. Berasal dari sampel inilah ICW menemukan angka 19,4%. Apabila hasil presentase dikalikan dengan banyak penerima sebanyak 405 ribu siswa, maka sekitar 78 ribu lebih siswa tidak layak menerima.
Ketidaklayakan ini diukur dari kriteria penerima KJP milik Pemprov DKI. Antara lain, tidak merokok, tidak mengkonsumsi narkoba, orangtua tidak memiliki penghasilan memadai, menggunakan angkutan umum, daya pemanfaatan internet rendah, tidak dapat mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang berpotensi mengeluarkan biaya dan lain sebagainya.
Namun, kriteria ini juga menimbulkan masalah lain. Divisi Monitoring Pelayan Publik, Siti Juliantari, mengatakan kriteria tersebut kurang spesifik. Misalkan tentang operasional.
"Misalnya menggunakan angkutan umum, kayak apa angkutan umum itu? Taksi angkutam umum, daya internet rendah, seperti apa? Karena sekarang semua orang bisa menggunakan telepon genggam untuk internet," tandasnya.
ICW akan melaporkan temuan ini ke Pemprov DKI agar sistem pendataan siswa penerima KJP bisa dikaji kembali.
"Jokowi sudah punya niat baik dengan KJP tapi kita minta pengelolaan dananya, khususnya birokrasi di bawah diperbaiki" tegas Febri.
medcom.id, Jakarta: Indonesia Corruption Watch masih menemukan pemberian Kartu Jakarta Pintar yang tidak tepat sasaran. ICW mendapati 78.570 pelajar yang seharusnya tidak menerima program yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, guna memenuhi biaya operasional siswa.
"Dari 68,8% siswa yang terkonfirmasi, kita telusuri apakah sesuai dengan kriteria penerima KJP. Ternyata sebanyak 19,4% seharusnya tidak menerima," ujar Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri, dalam konfrensi pers di Cikini, Jakarta, Senin (31/3/2014).
ICW menggunakan sampel 605 siswa penerima KJP selama periode 3 Februari-17 Maret 2014. Berasal dari sampel inilah ICW menemukan angka 19,4%. Apabila hasil presentase dikalikan dengan banyak penerima sebanyak 405 ribu siswa, maka sekitar 78 ribu lebih siswa tidak layak menerima.
Ketidaklayakan ini diukur dari kriteria penerima KJP milik Pemprov DKI. Antara lain, tidak merokok, tidak mengkonsumsi narkoba, orangtua tidak memiliki penghasilan memadai, menggunakan angkutan umum, daya pemanfaatan internet rendah, tidak dapat mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang berpotensi mengeluarkan biaya dan lain sebagainya.
Namun, kriteria ini juga menimbulkan masalah lain. Divisi Monitoring Pelayan Publik, Siti Juliantari, mengatakan kriteria tersebut kurang spesifik. Misalkan tentang operasional.
"Misalnya menggunakan angkutan umum, kayak apa angkutan umum itu? Taksi angkutam umum, daya internet rendah, seperti apa? Karena sekarang semua orang bisa menggunakan telepon genggam untuk internet," tandasnya.
ICW akan melaporkan temuan ini ke Pemprov DKI agar sistem pendataan siswa penerima KJP bisa dikaji kembali.
"Jokowi sudah punya niat baik dengan KJP tapi kita minta pengelolaan dananya, khususnya birokrasi di bawah diperbaiki" tegas Febri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(BOB)