Tukang becak mengangkut penumpang saat melintas di kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta. (Foto: ANTARA/Aprillio Akbar)
Tukang becak mengangkut penumpang saat melintas di kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta. (Foto: ANTARA/Aprillio Akbar)

Dasar Kebijakan Pengoperasian Becak di Ibu Kota Harus Jelas

17 Januari 2018 09:31
Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana menghidupkan kembali becak di ibu kota. Alasannya, untuk memberi keadilan bagi seluruh warga.
 
Kebijakan ini sontak menuai pro dan kontra. Sebab pada era pemerintahan Gubernur Sutiyoso, operasional becak telah dihapuskan melalui Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum.
 
Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menilai dasar pertimbangan mengoperasikan kembali becak di ibu kota harus jelas. Apakah memang dibutuhkan atau ada persoalan sosial di dalamnya.

"Kalau kita lihat pada kebutuhan, masyarakat sekarang sudah berubah inginnya cepat dan mudah. Sekarang sejauh mana becak memenuhi kebutuhan. Jadi beda antara kebutuhan transportasi dengan persoalan sosial," ungkapnya, dalam Selamat Pagi Indonesia, Selasa 16 Januari 2018.
 
Yayat mengatakan kebijakan yang baru akan dibuat ini jangan sampai menimbulkan konflik sosial baru. Sebab khususnya di DKI Jakarta segala macam moda transportasi sudah tersedia, baik yang konvensional maupun daring. Bentrok antar-sesama angkutan berpotensi terjadi.
 
Hal lain yang perlu jadi perhatian adalah masalah pengawasan dan berapa jumlah becak yang dibutuhkan harus didasarkan pada penawaran dan permintaan.
 
"Kalau hanya untuk kebutuhan ibu rumah tangga untuk antar jemput ke pasar, ke sekolah, dengan jarak yang tak begitu jauh mungkin bisa dipertimbangkan," katanya.
 
Yayat menilai jika pertimbangan utama Pemprov DKI untuk mengoperasikan kembali becak di ibu kota hanya karena persoalan lapangan kerja, keadilan, dan kebutuhan sosial masyarakat harus dilihat apakah profesi pengayuh becak masih pantas beroperasi di Jakarta?
 
Kemudian terkait juga dengan pendapatan per hari para pengayuh becak yang disebut rata-rata mendapatkan Rp50 ribu tentu tidak akan cukup dengan kondisi Jakarta saat ini.
 
"Kalau bisa apa ada profesi lain yang lebih manusiawi pekerjaannya tidak hanya sekadar kantong penyelamat tapi harus berpikir panjang. Jakarta semakin berubah masyarakat semakin butuh kecepatan melakukan mobilitas," ungkap Yayat.
 
Hal yang tak kalah penting lainnya adalah kebijakan ini harus memiliki aturan yang jelas. Agar tidak berbenturan dengan peraturan lain yang membatasi dan menghilangkan becak di Jakarta.
 
"Harus jelas kelembagaannya. Kalau organda kan di bawah Dishub, ada organisasi yang membina. Becak pun sama harus ada yang membina dan perlu ada payung hukum untuk konteks hari ini dan ke depan," jelasnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan