Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan permasalahan yang terjadi di Rusun Petamburan bukan terkait ganti rugi atas tanah. Melainkan ganti rugi atau kompensasi biaya sewa rumah saat rusun dibangun.
“Awalnya, kepada warga diberikan biaya kontrak rumah selama satu tahun. Tapi ternyata pembangunan tersebut berlangsung selama lima tahun yang diakibatkan oleh kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta pada saat krisis moneter tahun 1998,” ujar Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta, Sarjoko, Kamis, 28 Oktober 2021.
Kemudian, permasalahan tersebut digugat secara class action ke pengadilan. Berdasarkan Putusan Makhamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 tanggal 19 Mei 2015 Pemprov DKI Jakarta dihukum membayar ganti rugi kepada 473 warga sebesar Rp4,73 miliar.
“Bukti keseriusan kami menjalani putusan pengadilan adalah langsung menganggarkan dana ganti rugi pada tahun anggaran 2015 dalam APBD Dinas Perumahan. Namun, anggaran ini tidak dapat direalisasikan karena warga yang menjadi penggugat sebagian besar sudah tidak tinggal sana,” ungkap Sarjoko.
Sarjoko menyampaikan pada 2019, DPRKP DKI Jakarta mengadakan pendataan pemilik Rusun Petamburan dan sosialisasi pemberian ganti rugi sesuai Putusan Makhamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 tanggal 19 Mei 2015. Sosialisasi ini dilakukan di Aula Masjid Rumah Susun Petamburan.
Baca: Ombudsman Jakarta Bakal Periksa Pemprov DKI Terkait Ganti Rugi Warga Rusun Petamburan
“Tetapi dari pendataan dan sosialisasi tersebut ditemukan fakta bahwa sebagian besar warga yang menggugat sudah tidak bertempat tinggal di sana lagi. Bahkan, sebagian besar warga juga sudah menjual unitnya kepada orang lain tanpa melakukan kewajiban pembayaran kepada Pemprov DKI Jakarta,” tuturnya.
Akibatnya, Pemprov DKI kesulitan memverifikasi warga yang akan menerima ganti rugi tersebut. Padahal, verifikasi diperlukan untuk menjamin pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan dan mencegah pemberian ganti rugi kepada orang yang tidak berhak.
Jakarta: Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta menegaskan permasalahan yang terjadi di
Rusun Petamburan bukan terkait ganti rugi atas tanah. Melainkan ganti rugi atau kompensasi biaya sewa rumah saat rusun dibangun.
“Awalnya, kepada warga diberikan biaya kontrak rumah selama satu tahun. Tapi ternyata pembangunan tersebut berlangsung selama lima tahun yang diakibatkan oleh kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta pada saat krisis moneter tahun 1998,” ujar Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta, Sarjoko, Kamis, 28 Oktober 2021.
Kemudian, permasalahan tersebut digugat secara
class action ke pengadilan. Berdasarkan Putusan
Makhamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 tanggal 19 Mei 2015 Pemprov DKI Jakarta dihukum membayar ganti rugi kepada 473 warga sebesar Rp4,73 miliar.
“Bukti keseriusan kami menjalani putusan pengadilan adalah langsung menganggarkan dana ganti rugi pada tahun anggaran 2015 dalam APBD Dinas Perumahan. Namun, anggaran ini tidak dapat direalisasikan karena warga yang menjadi penggugat sebagian besar sudah tidak tinggal sana,” ungkap Sarjoko.
Sarjoko menyampaikan pada 2019, DPRKP DKI Jakarta mengadakan pendataan pemilik Rusun Petamburan dan sosialisasi pemberian ganti rugi sesuai Putusan Makhamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 tanggal 19 Mei 2015. Sosialisasi ini dilakukan di Aula Masjid Rumah Susun Petamburan.
Baca:
Ombudsman Jakarta Bakal Periksa Pemprov DKI Terkait Ganti Rugi Warga Rusun Petamburan
“Tetapi dari pendataan dan sosialisasi tersebut ditemukan fakta bahwa sebagian besar warga yang menggugat sudah tidak bertempat tinggal di sana lagi. Bahkan, sebagian besar warga juga sudah menjual unitnya kepada orang lain tanpa melakukan kewajiban pembayaran kepada Pemprov DKI Jakarta,” tuturnya.
Akibatnya, Pemprov DKI kesulitan memverifikasi warga yang akan menerima ganti rugi tersebut. Padahal, verifikasi diperlukan untuk menjamin pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan dan mencegah pemberian ganti rugi kepada orang yang tidak berhak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)