Jakarta: Kebijakan asimetris Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 DKI Jakarta diklaim untuk mengakomodasi semuat sektor usaha. Baik untuk usaha yang pertumbuhan ekonominya terdampak covid-19 maupun sektor yang tetap tumbuh di tengah pandemi.
“Keduanya difasilitasi,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 3 November 2020.
Kebijakan asimetris itu merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Pembentukan kebijakan asimetris juga mempertimbangkan situasi pandemi covid-19 yang mengakibatkan kontraksi ekonomi.
Anies menyebut sejumlah sektor usaha bertumbuh pesat kala pagebluk, seperti industri masker. Namun, tidak sedikit industri atau usaha yang pemasukannya terbatas hingga tanpa pendapatan.
“Kalau UMP tidak meningkat, sektor yang tidak tumbuh pesat buruhnya tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan itu dan tidak punya daya beli,” ujar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Baca: Kebijakan Asimetris UMP 2021 di Jakarta Dinilai Tak Efektif
Dia menilai peningkatan UMP untuk seluruh sektor tidak bijak. Sebab, sektor yang ekonominya terkontraksi akan semakin sulit bertahan.
“Ini adalah kebijakan yang menghubungkan kegiatan usaha di masa pandemi,” tutur Anies.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan kebijakan asimetris UMP 2021 akibat pandemi covid-19. UMP sejumlah sektor usaha yang terdampak covid-19 tidak naik.
Sedangkan sektor usaha yang tidak terdampak mengalami kenaikan UMP sebesar 3,27 persen dari Rp4.276.349 menjadi Rp4.416.186,548. Kenaikan itu mempertimbangkan nilai produk domestik bruto (PDB) dan inflasi nasional.
Penetapan ini sejalan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020. Edaran tersebut menyatakan nilai UMP 2021 sama dengan UMP 2020 bagi perusahaan yang terdampak pandemi covid-19.
Jakarta: Kebijakan asimetris Upah Minimum Provinsi (
UMP) 2021 DKI Jakarta diklaim untuk mengakomodasi semuat sektor usaha. Baik untuk usaha yang pertumbuhan ekonominya terdampak covid-19 maupun sektor yang tetap tumbuh di tengah pandemi.
“Keduanya difasilitasi,” kata Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 3 November 2020.
Kebijakan asimetris itu merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Pembentukan kebijakan asimetris juga mempertimbangkan situasi pandemi covid-19 yang mengakibatkan kontraksi ekonomi.
Anies menyebut sejumlah sektor usaha bertumbuh pesat kala pagebluk, seperti industri masker. Namun, tidak sedikit industri atau usaha yang pemasukannya terbatas hingga tanpa pendapatan.
“Kalau UMP tidak meningkat, sektor yang tidak tumbuh pesat buruhnya tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan itu dan tidak punya daya beli,” ujar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Baca:
Kebijakan Asimetris UMP 2021 di Jakarta Dinilai Tak Efektif
Dia menilai peningkatan UMP untuk seluruh sektor tidak bijak. Sebab, sektor yang ekonominya terkontraksi akan semakin sulit bertahan.
“Ini adalah kebijakan yang menghubungkan kegiatan usaha di masa pandemi,” tutur Anies.
Pemerintah Provinsi (Pemprov)
DKI Jakarta menetapkan kebijakan asimetris UMP 2021 akibat pandemi covid-19. UMP sejumlah sektor usaha yang terdampak covid-19 tidak naik.
Sedangkan sektor usaha yang tidak terdampak mengalami kenaikan UMP sebesar 3,27 persen dari Rp4.276.349 menjadi Rp4.416.186,548. Kenaikan itu mempertimbangkan nilai produk domestik bruto (PDB) dan inflasi nasional.
Penetapan ini sejalan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020. Edaran tersebut menyatakan nilai UMP 2021 sama dengan UMP 2020 bagi perusahaan yang terdampak pandemi covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)