medcom.id, Jakarta: DPRD DKI Jakarta mempertanyakan sumber anggaran yang digunakan untuk membangun proyek simpang susun Semanggi atau dikenal dengan jalan layang lingkar Semanggi. Pertanyaan mencuat saat Paripurna Pandangan DPRD soal Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan, proyek itu awalnya kajian Pemerintah Pusat. Namun, kajian tersebut tak kunjung direalisasikan.
"Karena pusat tidak pernah realisasikan, saya minta agar bisa direalisasikan," kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (29/4/2016).
Ahok mengatakan, biaya pembangunan sebesar Rp500 miliar tidak membebani APBD DKI. Sebab, sumber dana itu berasal dari kewajiban pengembang yang ingin menaikkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB), PT Mouri Jepang. PT Mouri memiliki kewajiban sebesar Rp700 miliar.
Jalan layang itu dibangun mengacu pada proyek Mass Rapid Trans (MRT) yang direncanakan rampung pada 2018. Ahok menjelaskan, pembangunan MRT akan memakan satu lajur jalan Semanggi dan diprediksi menyebabkan macet.
"Itu alasannya kenapa kami realisasikan proyek jembatan layang tersebut," terang Ahok.
Flyover lingkar Semanggi diklaim dapat mengurangi kemacetan hingga 30 persen di kawasan bundaran Semanggi, Jakarta Pusat. Sebab, proyek itu menghilangkan pertemuan kendaraan dari Jalan Gatot Subroto dan Jalan Jenderal Sudirman.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan flyover Semanggi. Foto: Antara/A.N.Gumay.
Proyek akan berlangsung 540 hari kalender, yang terdiri dari 60 hari perencanaan dan 480 hari pelaksanaan pembangunan. Lingkup pekerjaan dalam proyek ini meliputi detail engineering design, persiapan, pergeseran loop, pelaksanaan konstruksi (design-build) pada struktur atas dan bawah, serta pekerjaan lain seperti drainase, marka, mechanical electrical/ME, landscape.
Penentuan KLB masuk dalam Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015. Peraturan ini mengatur tentang Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan, khususnya terkait pengaturan alokasi pemanfaatannya, agar lebih memberikan manfaat yang luas dan efektif.
DPRD merekomendasikan Ahok mengalihkan segala jenis kewajiban pengembang untuk program yang bersifat mendesak. Di antaranya, untuk bantuan korban penggusuran, bantuan biaya sewa rusunawa bagi warga yang direlokasi, pembangunan sarana umum dan sarana bermain lainnya.
medcom.id, Jakarta: DPRD DKI Jakarta mempertanyakan sumber anggaran yang digunakan untuk membangun proyek simpang susun Semanggi atau dikenal dengan jalan layang lingkar Semanggi. Pertanyaan mencuat saat Paripurna Pandangan DPRD soal Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan, proyek itu awalnya kajian Pemerintah Pusat. Namun, kajian tersebut tak kunjung direalisasikan.
"Karena pusat tidak pernah realisasikan, saya minta agar bisa direalisasikan," kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (29/4/2016).
Ahok mengatakan, biaya pembangunan sebesar Rp500 miliar tidak membebani APBD DKI. Sebab, sumber dana itu berasal dari kewajiban pengembang yang ingin menaikkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB), PT Mouri Jepang. PT Mouri memiliki kewajiban sebesar Rp700 miliar.
Jalan layang itu dibangun mengacu pada proyek Mass Rapid Trans (MRT) yang direncanakan rampung pada 2018. Ahok menjelaskan, pembangunan MRT akan memakan satu lajur jalan Semanggi dan diprediksi menyebabkan macet.
"Itu alasannya kenapa kami realisasikan proyek jembatan layang tersebut," terang Ahok.
Flyover lingkar Semanggi diklaim dapat mengurangi kemacetan hingga 30 persen di kawasan bundaran Semanggi, Jakarta Pusat. Sebab, proyek itu menghilangkan pertemuan kendaraan dari Jalan Gatot Subroto dan Jalan Jenderal Sudirman.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan flyover Semanggi. Foto: Antara/A.N.Gumay.
Proyek akan berlangsung 540 hari kalender, yang terdiri dari 60 hari perencanaan dan 480 hari pelaksanaan pembangunan. Lingkup pekerjaan dalam proyek ini meliputi detail engineering design, persiapan, pergeseran loop, pelaksanaan konstruksi (design-build) pada struktur atas dan bawah, serta pekerjaan lain seperti drainase, marka, mechanical electrical/ME, landscape.
Penentuan KLB masuk dalam Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015. Peraturan ini mengatur tentang Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan, khususnya terkait pengaturan alokasi pemanfaatannya, agar lebih memberikan manfaat yang luas dan efektif.
DPRD merekomendasikan Ahok mengalihkan segala jenis kewajiban pengembang untuk program yang bersifat mendesak. Di antaranya, untuk bantuan korban penggusuran, bantuan biaya sewa rusunawa bagi warga yang direlokasi, pembangunan sarana umum dan sarana bermain lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)