Kepala Bidang Angkutan Darat Dishubtrans DKI Emanuel Kristanto - MTVN/M Rodhi Aulia
Kepala Bidang Angkutan Darat Dishubtrans DKI Emanuel Kristanto - MTVN/M Rodhi Aulia

Ini Dosa Taksi Uber versi Dishubtrans DKI Jakarta

M Rodhi Aulia • 17 September 2015 23:21
medcom.id, Jakarta: Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta mencatat berbagai pelanggaran yang dilakukan Uber Asia Limited perwakilan Jakarta, dan pengguna jasa aplikasi Uber yang dijadikan sebagai angkutan umum atau sejenis taksi.
 
Kepala Bidang Angkutan Darat Dishubtrans DKI Emanuel Kristanto membeberkan, perusahaan yang mengklaim bergerak di bidang pemasaran melalui teknologi Uber ini, mempekerjakan sejumlah kendaraan roda empat yang tidak berizin resmi di Dishubtrans sebagai angkutan umum atau sewa.
 
"Saya minta bekerja sama lah dengan yang sudah terdata," kata Emanuel dalam rapat bersama di Kantor Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2015).

Sejauh ini, hanya enam perusahaan saja yang terdaftar sebagai perusahaan angkutan sewa nonplat kuning resmi. Total jumlah kendaraannya mencapai 457 unit. Perusahaan itu adalah PT Panorama Mitra Sarana (5 unit), PT Laks Prima Transport (81 unit), PT Golden Bird Metro (162 unit), PT Pusaka Prima Transport (199 unit), PT Dragon Jaya Utama (5 unit) dan PT Safari Dharma Sakti (5 unit).
 
Dosa ke dua, selama ini Uber Asia Limited salah kaprah dalam merekrut mitra untuk diberikan penggunaan izin aplikasi Uber. Tidak hanya perusahaan tidak berizin, akan tetapi Uber merekrut orang per orang yang mengizinkan kendaraan roda empatnya dijadikan taksi.
 
"Proses rekrutannya juga kurang pas. Melalui Facebook, orang perorang. Siapa yang punya mobil boleh bergabung. Seharusnya, yang bergabung dengan Uber itu lembaga atau perusahaan yang resmi," ujar sambil memperlihatkan iklan Uber di Facebook kepada wartawan.
 
Lebih dari itu, dosa ketiga Uber, tarif yang diberlakukan melalui aplikasi Uber melanggar ketentuan. Tarif Uber dinilai merusak pasar dan seharusnya tarif ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku. "Tidak boleh semaunya menentukan tarif," tegas Emanuel.
 
Dia menjelaskan, mitra yang bekerja sama dengan Uber adalah kendaraan roda empat berplat hitam dari para pengusaha rental. Dalam aturan yang berlaku, angkutan tersebut masuk dalam klasifikasi angkutan sewa. Tarifnya pun harus disesuaikan dengan kesepakatan tidak berubah-ubah lantaran jarak dan waktu tempuh saat melayani penumpang.
 
Namun faktanya, angkutan Uber berlagak seperti taksi. Karena diterapkannya tarif berdasarkan waktu, jarak dan tarif tunggu. Hal ini lah yang dianggap Emanuel tidak sejalan dengan sejumlah peraturan. Di antaranya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2015 dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan