medcom.id, Jakarta: Tim Hak Angket DPRD DKI Jakarta mengundang ahli keuangan negara terkait pengusutan dugaan penyelewengan Gubernur DKI Jakarta dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015. Ahli yang dihadirkan adalah Soemardjijo dari Universitas Jayabaya.
Sumardjijo menjelaskan ulang definisi e-budgeting dan fungsi APBD bagi suatu daerah. "E-budgeting, sistem pengaturan anggaran secara elektronik. Sistem itu yang berbicara. Anggaran tersebut bisa dilihat dari website. Salah satu fungsinya, menghindari tatap muka dalam bertransaksi," ungkap Soemardjijo di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (27/3/2015).
Panjang lebar dia mengungkapkan kajian akademis itu berdasarkan undang-undang. Dia menekankan, e-budgeting adalah hal teknis saja, dan fungsi dari APBD yang lebih penting. Artinya, nilai lebih untuk pemegang saham, atau rakyat DKI Jakarta yang diperlukan.
Tidak sampai satu jam dia menyampaikan kajian akademisnya. Setelah itu, tiba waktunya tanya jawab antar tim angket dan ahli yang berusia 64 tahun ini. Salah seorang anggota tim angket, Ahmad Nawawi menanyakan, apakah Corporate Social Responsibility (CSR) masuk ke dalam penerimaan daerah. Hal itu merujuk dana CSR yang dikelola Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dari pihak swasta.
"Saya tidak memiliki otorisasi bisa menjawab ini. Saya netral. Saya jangan ditanya itu. Itu urusan internal," ujar Soemardjijo.
Syahrial, anggota tim angket lainnya, menanyakan langkah Gubernur membuat e-budgeting sebelum pembahasan resmi dilakukan di DPRD. Apakah hal tersebut dibenarkan dalam UU atau tidak. Tapi, lelaki yang mengenakan batik cokelat lengan panjang itu masih enggan menjawab. Alasannya, sudah ada penjelasan dalam UU. "Sebelum di sana (masuk e-budgeting), harus dibahas dulu," selorohnya yang dinantikan tim angket.
Abraham Lunggana atau akrab disapa Haji Lulung juga ikut bertanya. Tapi saat bertanya, Lulung mengaku bingung dengan penjelasan sang ahli. Lulung senada dengan Syahrial, dia mempermasalahkan draft RAPBD yang diserahkan Gubernur ke Kemendagri yang bukan hasil kesepakatan bersama eksekutif-legislatif. Dia meminta jawaban dari sang ahli, apakah itu dibenarkan atau tidak.
Tiba-tiba Soemardjijo menyela. "Saya tidak bilang e-budgeting itu melanggar hukum ya. Toss. Toss," ungkap dia, dengan tawa para hadirin.
"Saya hanya menjelaskan mengenai koridor hukum bagaimana membuat koridor RAPBD. Saya tidak memiliki otorisasi untuk menilai kebijakan gubernur. Karena itu bukan otorisasi kami. Ini lho undang-undangnya. Cara menyusun APBD DKI. Itu saja," ujarnya.
Saat ditanyakan, apakah APBD DKI sejauh ini sudah benar, dia mengatakan, hal itu kembali lagi ke kewenangan legislatif. "Saya tidak memiliki diskresi untuk menguji itu. Saya hanya seorang ahli yang berbicara tentang bagaimana menyusun RAPBD," tegas dia.
medcom.id, Jakarta: Tim Hak Angket DPRD DKI Jakarta mengundang ahli keuangan negara terkait pengusutan dugaan penyelewengan Gubernur DKI Jakarta dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015. Ahli yang dihadirkan adalah Soemardjijo dari Universitas Jayabaya.
Sumardjijo menjelaskan ulang definisi
e-budgeting dan fungsi APBD bagi suatu daerah. "
E-budgeting, sistem pengaturan anggaran secara elektronik. Sistem itu yang berbicara. Anggaran tersebut bisa dilihat dari website. Salah satu fungsinya, menghindari tatap muka dalam bertransaksi," ungkap Soemardjijo di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (27/3/2015).
Panjang lebar dia mengungkapkan kajian akademis itu berdasarkan undang-undang. Dia menekankan,
e-budgeting adalah hal teknis saja, dan fungsi dari APBD yang lebih penting. Artinya, nilai lebih untuk pemegang saham, atau rakyat DKI Jakarta yang diperlukan.
Tidak sampai satu jam dia menyampaikan kajian akademisnya. Setelah itu, tiba waktunya tanya jawab antar tim angket dan ahli yang berusia 64 tahun ini. Salah seorang anggota tim angket, Ahmad Nawawi menanyakan, apakah
Corporate Social Responsibility (CSR) masuk ke dalam penerimaan daerah. Hal itu merujuk dana CSR yang dikelola Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dari pihak swasta.
"Saya tidak memiliki otorisasi bisa menjawab ini. Saya netral. Saya jangan ditanya itu. Itu urusan internal," ujar Soemardjijo.
Syahrial, anggota tim angket lainnya, menanyakan langkah Gubernur membuat
e-budgeting sebelum pembahasan resmi dilakukan di DPRD. Apakah hal tersebut dibenarkan dalam UU atau tidak. Tapi, lelaki yang mengenakan batik cokelat lengan panjang itu masih enggan menjawab. Alasannya, sudah ada penjelasan dalam UU. "Sebelum di sana (masuk
e-budgeting), harus dibahas dulu," selorohnya yang dinantikan tim angket.
Abraham Lunggana atau akrab disapa Haji Lulung juga ikut bertanya. Tapi saat bertanya, Lulung mengaku bingung dengan penjelasan sang ahli. Lulung senada dengan Syahrial, dia mempermasalahkan draft RAPBD yang diserahkan Gubernur ke Kemendagri yang bukan hasil kesepakatan bersama eksekutif-legislatif. Dia meminta jawaban dari sang ahli, apakah itu dibenarkan atau tidak.
Tiba-tiba Soemardjijo menyela. "Saya tidak bilang e-budgeting itu melanggar hukum ya. Toss. Toss," ungkap dia, dengan tawa para hadirin.
"Saya hanya menjelaskan mengenai koridor hukum bagaimana membuat koridor RAPBD. Saya tidak memiliki otorisasi untuk menilai kebijakan gubernur. Karena itu bukan otorisasi kami. Ini lho undang-undangnya. Cara menyusun APBD DKI. Itu saja," ujarnya.
Saat ditanyakan, apakah APBD DKI sejauh ini sudah benar, dia mengatakan, hal itu kembali lagi ke kewenangan legislatif. "Saya tidak memiliki diskresi untuk menguji itu. Saya hanya seorang ahli yang berbicara tentang bagaimana menyusun RAPBD," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TII)