medcom.id, Tangerang: Masalah ekonomi dan konflik sosial berkepanjangan berpotensi besar membuat orang tua jadi pelaku kekerasan terhadap anak. Anak jadi objek paling mudah kena imbas.
"Orang tua yang belum bisa keluar dan terbelenggu dari situ, berpotensi kuat justru jadi pelaku kekerasan anak," kata Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda
kepada Metrotvnews.com, Selasa (8/11/2016).
Menurut dia, ketika masalah sudah sulit terkontrol, orang tua rentan melampiaskan permasalahan kepada anak. Nah, di sanalah peran pemerintah maupun stake holder menjadi penting. Harus dioptimalkan.
Misal, tambah dia, pembentukan satuan tugas perlindungan anak di setiap wilayah. Atau, perangkat pemerintah terbawah seperti RT dan RW menginisiasi pembentukan kelompok masyarakat yang peduli terhadap anak.
"Ada komunitas cinta keluarga misalnya. Hal seperti itu (kekerasan pada anak) bisa diminimalisir," kata Erlinda.
Selain mengawasi anak, lembaga itu bisa jadi sarana konseling keluarga. Sebab, pola perilaku dalam satu keluarga punya faktor dominan menentukan terjadi atau tidaknya kekerasan terhadap anak. "Kalau mereka (orang tua) mampu selesaikan masalah tanpa ada kemarahan, kekerasan itu tidak akan terjadi," ujar Erlinda.
Dua bulan terakhir, dua bocah di Tangerang tewas. Pertama menimpa Dafa Mustaqim, 7, lalu kedua Sania, 3.
Dafa tewas pada 20 Oktober di RS Sari Asih Ciledug. Ironisnya, bocah kelas 1 SDN Larangan 2, Ciledug, Kota Tangerang itu meninggal akibat kekejaman ibu tirinya.
Polisi sudah menetapkan ibu tiri Dafa, Suyati, jadi tersangka. Polisi menjerat ibu tiri Dafa itu Pasal 80 Ayat (2) atau ayat (3) atau ayat (4) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya, 15 tahun penjara.
Ajal juga menjemput Sania, bocah berusia tiga tahun, Sabtu 5 November. Lagi-lagi, Sania diduga tewas akibat ulah ibu tirinya. Saat ini, polisi masih mendalami kasus kematian Sania.
Enam saksi diperiksa terkait tewasnya Sania. Polisi juga sudah melakukan autopsi terhadap jenazah Sania di RS Polri Kramat Jati. Usai diautopai, keluarga langsung memakamkan jasad Sania.
Belajar dari dua kasus itu, polisi minta warga lebih proaktif melapor jika menemukan indikasi adanya tindak kekerasan terhadap anak. Polisi memastikan kekerasan terhadap anak bukan lagi cuma masalah internal keluarga, tapi jadi masalah yang harus dicegah bersama-sama.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/nN9Gqj8k" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Tangerang: Masalah ekonomi dan konflik sosial berkepanjangan berpotensi besar membuat orang tua jadi pelaku kekerasan terhadap anak. Anak jadi objek paling mudah kena imbas.
"Orang tua yang belum bisa keluar dan terbelenggu dari situ, berpotensi kuat justru jadi pelaku kekerasan anak," kata Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda
kepada
Metrotvnews.com, Selasa (8/11/2016).
Menurut dia, ketika masalah sudah sulit terkontrol, orang tua rentan melampiaskan permasalahan kepada anak. Nah, di sanalah peran pemerintah maupun stake holder menjadi penting. Harus dioptimalkan.
Misal, tambah dia, pembentukan satuan tugas perlindungan anak di setiap wilayah. Atau, perangkat pemerintah terbawah seperti RT dan RW menginisiasi pembentukan kelompok masyarakat yang peduli terhadap anak.
"Ada komunitas cinta keluarga misalnya. Hal seperti itu (kekerasan pada anak) bisa diminimalisir," kata Erlinda.
Selain mengawasi anak, lembaga itu bisa jadi sarana konseling keluarga. Sebab, pola perilaku dalam satu keluarga punya faktor dominan menentukan terjadi atau tidaknya kekerasan terhadap anak. "Kalau mereka (orang tua) mampu selesaikan masalah tanpa ada kemarahan, kekerasan itu tidak akan terjadi," ujar Erlinda.
Dua bulan terakhir, dua bocah di Tangerang tewas. Pertama menimpa Dafa Mustaqim, 7, lalu kedua Sania, 3.
Dafa tewas pada 20 Oktober di RS Sari Asih Ciledug. Ironisnya, bocah kelas 1 SDN Larangan 2, Ciledug, Kota Tangerang itu meninggal akibat kekejaman ibu tirinya.
Polisi sudah menetapkan ibu tiri Dafa, Suyati, jadi tersangka. Polisi menjerat ibu tiri Dafa itu Pasal 80 Ayat (2) atau ayat (3) atau ayat (4) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya, 15 tahun penjara.
Ajal juga menjemput Sania, bocah berusia tiga tahun, Sabtu 5 November. Lagi-lagi, Sania diduga tewas akibat ulah ibu tirinya. Saat ini, polisi masih mendalami kasus kematian Sania.
Enam saksi diperiksa terkait tewasnya Sania. Polisi juga sudah melakukan autopsi terhadap jenazah Sania di RS Polri Kramat Jati. Usai diautopai, keluarga langsung memakamkan jasad Sania.
Belajar dari dua kasus itu, polisi minta warga lebih proaktif melapor jika menemukan indikasi adanya tindak kekerasan terhadap anak. Polisi memastikan kekerasan terhadap anak bukan lagi cuma masalah internal keluarga, tapi jadi masalah yang harus dicegah bersama-sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)