Situasi Jalan M.H. Thamrin di luar jam pergi pulang kantor, Rabu (13/4/2016).MTVN/Deny Irwanto
Situasi Jalan M.H. Thamrin di luar jam pergi pulang kantor, Rabu (13/4/2016).MTVN/Deny Irwanto

Mau Ada 3 In 1, ERP, Jakarta Tetap Macet

Deny Irwanto • 13 April 2016 19:09
medcom.id, Jakarta: Pengguna jalan pesimistis Pemprov DKI bisa mengurai kemacetan di jalan-jalan protokol. Mereka yakin apa pun jurusnya akan sia-sia.
 
Bukan Jakarta namanya kalau tidak macet. Begitu idiom warga. Jadi, kata Ahmad Septihadi, 26, warga Depok, mau ada three in one maupun aturan jalan berbayar (ERP), macet ya tetap macet saja.
 
"Jakarta tetap saja Jakarta, macet," kata Septihadi kepada Metrotvnews.com ketika dimintai pendapat soal sosialisasi penghapusan kebijakan 3 in 1 di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (13/4/2016).

<i>Mau Ada 3 In 1, ERP, Jakarta Tetap Macet</i>
Suasan kemacetan di jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (6/4).MI/Ramdani
 
Septihadi memilih menumpang kereta untuk pergi dan pulang dari kantornya di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Naik sepur, katanya, lebih efektif.
 
"Pernah (coba) naik motor, tapi macetnya enggak tahan. Naik TransJakarta sama saja," ujar Septihadi.
 
Meski pesimistis, toh Septihadi tak mau berputus harapan. Dia bermimpi, suatu saat pemprov bisa menemukan jalan solutif untuk mengurai kemacetan di Ibu Kota.
 
"Ya mudah-mudahan bisa ada aturan yang benar-benar nyata terasa, supaya kita warga luar Jakarta dan warga Jakarta bisa lebih nyaman disini," kata dia.
 
Pemprov DKI menggelar sosialisasi uji coba penghapusan 3 in 1 mulai 1-4 April 2016. Sementara uji coba penghapusan three in one dihelat pada 5-8 April dan 11-13 April.
 
<i>Mau Ada 3 In 1, ERP, Jakarta Tetap Macet</i>
Suasan kemacetan di jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (6/4).MI/Ramdani
 
Kebijakan 3 in 1 lahir di era Gubernur Sutiyoso lewat Pergub Nomor 110 Tahun 2002. Pemprov menetapkan lima jalan sebagai Kawasan Pengendalian Lalu Lintas, masing-masing Jalan Sisingamangaraja, Jenderal Sudirman, M.H. Thamrin, Medan Merdeka Barat, dan sebagian Jalan Gatot Subroto.
 
Semula kebijakan ini hanya berlaku pada pagi hari, yaitu pukul 07.00 - 10.00, kemudian ditambah menjadi pukul 07.00 -10.00 dan jam 16.00 - 19.00 seiring dimulainya program TransJakarta pada Desember 2003. Kemudian waktu sore diubah lagi menjadi pukul 16.30 - 19.00 pada September 2004.
 
Kebijakan ini hanya berlaku pada hari kerja, yaitu Senin sampai Jumat. Hari Sabtu, Minggu, dan Hari Libur Nasional tidak berlaku.
 
Tapi, setelah hampir 14 tahun dan pemimpin DKI berpindah ke tangan Basuki Tjahaja Purnama, kebijakan ini dianggap tak relevan lagi. Alih-alih mengurai kemacetan, kebijakan ini justru melahirkan kejahatan kemanusiaan, seperti eksploitasi pada anak.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ICH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan