Rumah di Jalan Cik Ditiro No. 62 Menteng, yang disebut rumah 'cantik' yang telah dibongkar separuhnya. (foto: Antara/Fanny Octavianus).
Rumah di Jalan Cik Ditiro No. 62 Menteng, yang disebut rumah 'cantik' yang telah dibongkar separuhnya. (foto: Antara/Fanny Octavianus).

Legenda Jakarta

Menteng, Kawasan Elit di Jakarta yang Dilematis

Intan fauzi • 23 Juni 2015 20:33
medcom.id, Jakarta: Kecamatan Menteng di Jakarta Pusat sudah sejak 1975 ditetapkan oleh Pemda DKI Jakarta sebagai Kawasan Cagar Budaya. Artinya, bangunan-bangunan yang berada di wilayah itu tidak boleh diubah, baik struktur luar maupun bentuk interiornya. Bahkan Pemda melarang bangunan di sana diruntuhkan untuk diganti gedung baru.
 
Namun, kenyataannya banyak bangunan di Menteng telah berubah fungsi. Kekhasan Menteng yang terkenal dengan julukan kota taman peninggalan Belanda pun kian memudar. Padahal, konon saat dibangun pada tahun 1920-an sebagai pemukiman bagi orang-orang Eropa di Batavia, arsitek Belanda yang bernama P.A.K. Moojen merancang Menteng dengan meniru kota Amsterdam.
 
Sejak masa kolonial, Menteng memang sudah merupakan kawasan elit. Meski akhirnya banyak bermunculan pemukiman baru yang modern dan diperuntukkan bagi orang-orang berduit di Jakarta, itu tidak menghilangkan pamor Menteng sebagai kawasan warga kelas atas.

Sejarawan Betawi, Alwi Shahab, bahkan menyebut bahwa citra yang melekat pada Menteng merupakan pusat kekuasaan. Hal ini dibuktikan dengan banyak tokoh nasional pernah tinggal di Menteng. Sebut saja antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Pak Harto, Megawati, Jusuf Kalla, dan masih banyak nama lainnya, tinggal di kawasan ini. Tidak terhitung pula keputusan penting yang diambil dari tempat ini. Termasuk membuat naskah proklamasi yang dilanjutkan dengan proklamasi kemerdekaan.
 
Arkeolog dari Universitas Indonesia, Candrian Attahiyat, menyatakan bahwa idealnya kawasan Menteng tumbuh sebagai kawasan yang asri dan memiliki beberapa ciri arsitektur yang memang mencerminkan selera estetika yang cocok dengan kalangan bangsawan.
 
Ada yang berciri klasik atau gaya old indischeNieuwe Zakelijkhed, Indis Baru, Art Nouveau/Art Deco, Amsterdam, De’ Stijl, Le Corbusier yang menerapkan unsur-unsur rumah tradisional Eropa, tradisionalisme Indonesia yang menerapkan detail-detail berakar dari arsitektur tradisional Indonesia, gaya art deco ataupun moderen tahun 1930 an, disamping gaya villa atau bungalow Belanda.
 
Bangunan-bangunan bersejarah banyak pula yang berdiri di kawasan Menteng. Salah satunya Masjid Cut Meutia. Dulu, masjid itu merupakan Kantor Gedung N.V. de Bouwploeg yang berfungsi sebagai kantor perusahaan yang mendesain Proyek Menteng atau dulu dinamakan Nieuw Gondangdia. Bahkan rumah sang proklamator kemerdekaan Indonesia pun berada di kawasan Menteng, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 yang sekarang menjadi Tugu Proklamasi.
 
Tetapi, dengan semakin tergerusnya keunikan Menteng dengan banyak pemugaran bangunan di kawasan ini yang tak mengindahkan aturan pemeliharan benda cagar budaya, ini menjadi persoalan yang perlu mendapat perhatian serius.
 
"Kawasan Menteng dilematis sekali," ujar Candrian saat ditemui Metrotvnews.com, Jakarta, Jumat (19/6/2015).
 
Ia menjelaskan, Gubernur DKI Jakarta yang menjabat tahun 1966-1977, Ali Sadikin, mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor D.IV-6098/d/33/1975 Tahun 1975 untuk menetapkan kawasan pemukiman di Menteng sebagai cagar budaya yang harus dilestarikan. Hal tersebut merupakan bentuk kepeduliannya terhadap nilai-nilai sejarah yang ada di ibu kota.
 
“Ali Sadikin ingin membangkitkan semua sejarah-sejarah. Seperti daerah Menteng, itu dia coba membuat produk hukum untuk melindungi daerah Menteng,” kata Candrian.
 
Sayangnya, ia melanjutkan, selama 20 tahun terakhir kawasan Menteng berkembang mengikuti pesatnya pembangunan Jakarta sebagai kota Metropolitan. Seiring kenyataan itu, fenomena orang kaya lama yang tinggal di Menteng yang meminta keringanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sudah jadi rahasia umum. Mereka yang meminta keringanan biasanya para pensiunan atau pewaris yang keberatan dengan tagihan PBB.
 
Menurut Candrian, semestinya pemerintah memberikan insentif seperti keringanan pajak atau berbagai insentif bagi warganya yang memiliki dan merawat bangunan bersejarah (heritage). Hal ini lazim diterapkan di luar negeri.
 
“Menteng jadi kawasan yang paling memiliki prestise. Pajaknya mahal hingga ratusan juta. Banyak pensiunan yang tak sanggup membayar pajak,” kata Candrian.
 
Karena banyak pemilik lama yang tak sanggup membayar pajak, tak jarang mereka menjual rumahnya di Menteng sebagai salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka lebih memilih pindah ke tempat tinggal di daerah lain.
 
Nah, pemilik baru rumah-rumah di Menteng ini dengan ketidaktahuan dan ketidakpeduliannya, dapat dengan mudah merombak bangunan. Bahkan menghancurkannya, untuk membangunan bangunan baru yang lebih modern sehingga memangkas pertalian sejarah masa lampau dengan masa depan.
 
Nilai sejarah menjadi semakin terpinggirkan, pemerintah pun seolah menutup mata dan tak bertindak tegas.  Menurut Candrian, kondisi terkini kawasan Menteng amat patut disesalkan.
 
“Banyak perubahan di Menteng, serba baru semua. Ada oknum-oknum yang harus ditindak. Siapa yang mengizinkan? Banyak pelanggaran di situ," kata Candrian.
 
Salah satu yang mendapat sorotan, ia melanjutkan, adalah Rumah Cantik yang berlokasi di perempatan Jalan Teuku Cik Di Tiro, Menteng. Rumah yang dulu terkenal dengan kekhasan arsitektur kolonialnya dan keindahan hamparan taman bunga yang terawat rapilah kini telah berganti pemilik dan dibongkar separuhnya. Kisah Rumah Cantik hanya satu dari sekian banyak rumah yang harus dilestarikan di kawasan Menteng.
 
“Banyak bangunan yang beralih fungsi, seperti menjadi tempat perniagaan, poli klinik dokter. Semua itu akan terjadi di mana-mana. Itu yang perlu ketegasan dari pemerintah,” kata Candrian.
 

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ADM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan