Jakarta: Pemprov DKI Jakarta akan merevisi Peraturan Gubernur Nomor 250 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah. Revisi itu memungkinkan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) sebagai tim khusus bentukan gubernur, bisa diakomodasi anggarannya di bawah Biro Administrasi Sekretariat Daerah (Setda).
"Ini (anggaran TGUPP) masih di Biro Administrasi Setda. Kalau bicara fungsi ya, akan ada Pergub yang meletakkan fungsinya untuk ada di Biro Administrasi," kata Kepala Biro Administrasi Setda DKI Jakarta, Budi Utomo kepada Media Indonesia, Senin 25 Desember 2017.
Pergub itu sejatinya hanya merinci susunan organisasi sekretariat daerah mencakup sekretaris daerah, asisten pemerintahan, asisten perekonomian dan keuangan, asisten pembangunan dan lingkungan hidup, asisten kesejahteraan rakyat, serta kelompok jabatan fungsional. Tidak ada tim khusus bentukan gubernur di dalamnya.
"Ya artinya bahwa fungsi Biro Setda kan salah satunya memfasilitasi dan mengkoordinasikan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) dan sebagainya, termasuk tim yang dibentuk oleh gubernur. Itu saja," kata Budi ketika ditanyai rincian dari revisi Pergub tersebut.
Budi memastikan, keterkaitan Biro Administrasi Sekretariat Daerah dengan TGUPP sebatas memfasilitasi anggaran. Sementara, untuk penunjukan anggota TGUPP, jumlah personel, hingga tugas-tugasnya, tetap menjadi kewenangan gubernur.
"Biro Administrasi Setda hanya memfasilitasi pembiayaan (anggarannya). Pembiayaannya, administrasi, rapat-rapat, sekretariatnya," tutur Budi.
Ia menyebut, sampai saat ini belum ada arahan khusus dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada jajarannya untuk memindahkan mata anggaran TGUPP sesuai perintah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Budi memastikan, Pergub masih dalam proses revisi, dan ditargetkan rampung besok. "Itu Pak Gubernur yang memutuskan. Saya belum ada arahan apa-apa," tambahnya.
Sampai hari ini, mata anggaran TGUPP sebesar Rp28,9 miliar masih tercantum dalam anggaran kegiatan di Biro Administrasi dan Sekretariat Daerah DKI Jakarta. Padahal, Kemendagri telah meminta agar beban anggaran TGUPP dialihkan ke dana operasional gubernur. Hasil evaluasi Kemendagri itu pun telah sampai ke tangan Pemprov DKI.
Kemendagri menilai TGUPP tidak bisa dianggarkan di bawah Biro Administrasi Setda. Pasalnya, TGUPP tidak termasuk kategori SKPD berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah. Berbeda dengan SKPD, TGUPP mengemban tugas-tugas khusus dari Gubernur. Peraturan Gubernur Nomor 187 Tahun 2017 Tentang TGUPP juga menjelaskan kedudukan TGUPP bukan sebagai perangkat daerah, melainkan tim khusus gubernur.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jendral Keuangan Daerah Kemendagri, Syarifuddin mempertanyakan sikap Anies yang enggan menggunakan dana operasional gubernur untuk pembiayaan TGUPP. Sebab, sejak masa kepemimpinan Gubernur Joko Widodo, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, hingga Gubernur Djarot Saiful Hidayat, TGUPP dibiayai oleh dana operasional gubernur.
TGUPP, kata Syarifuddin, mengemban tugas khusus dari gubernur di luar tugas SKPD. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah disebutkan, biaya operasional bisa digunakan untuk tugas-tugas khusus dari gubernur. "Kami anggap aturan itu relevan. Makanya kami meminta DKI memasukkan TGUPP ke dalam biaya operasional gubernur. Bukan tanpa alasan. Itu sesuai aturan," ujar Syarifuddin.
Jika Pemprov DKI bersikukuh mengabaikan evaluasi Menteri Dalam Negeri, Syarifuddin menyatakan, anggaran itu berpotensi bermasalah ketika diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, keputusan dikembalikan ke Pemprov DKI. Yang jelas, kata dia, Kemendagri telah melaksanakan tugasnya untuk membina pengelolaan keuangan daerah melalui evaluasi APBD. Evaluasi yang dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri itu pun sifatnya final.
"Tidak bisa dikompromikan. Kita kan bicara pelaksanaan aturan, keputusan kami sudah final," tegas Syarifuddin.
Syarifuddin juga menilai Anies tidak cermat membaca rekomendasi Kemendagri terhadap APBD DKI. Hal ini menanggapi pernyataan Anies yang menyebut Kemendagri tidak hanya menghapus anggaran, tapi juga menghilangkan keberadaan TGUPP.
Syarifuddin menegaskan, pihaknya tidak pernah menghilangkan TGUPP. Kemendagri hanya mengalihkan pembebanan anggaran yang semula dibebankan di Biro Administrasi Setda kepada Biaya Operasional Gubernur.
"Praktik seperti ini juga dilakukan pada era Pak Jokowi dan Pak Ahok. Mungkin karena Pak Gubernur tidak setuju dana operasionalnya disisihkan sebagian untuk honor TGUPP, sehingga tetap ingin menggunakan mata anggaran tersendiri pada Biro Administrasi Setda," ucap Syarifuddin.
Perlu diketahui, besaran dana operasional Gubernur DKI Jakarta yakni 0,13 persen dari total pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta. Pada 2017 ini, dana operasional yang diterima Anies dan wakilnya Sandiaga Uno sebesar Rp4,5 miliar per bulan. Komposisinya, 60% atau Rp2,7 miliar untuk Anies, dan 40% atau Rp1,8 miliar untuk Sandi.
Pada APBD 2018, PAD DKI Jakarta diproyeksikan meningkat menjadi Rp44,56 miliar. Artinya, Anies-Sandi bisa mendapatkan total dana operasional sebesar Rp5,79 miliar per bulan. Sementara, dengan personil TGUPP yang mencapai 73 orang, anggarannya membengkak dari sekitar Rp2 miliar menjadi Rp28,99 miliar per tahun. Dengan demikian, untuk TGUPP saja anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai Rp2,4 miliar per bulan.
Jakarta: Pemprov DKI Jakarta akan merevisi Peraturan Gubernur Nomor 250 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah. Revisi itu memungkinkan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) sebagai tim khusus bentukan gubernur, bisa diakomodasi anggarannya di bawah Biro Administrasi Sekretariat Daerah (Setda).
"Ini (anggaran TGUPP) masih di Biro Administrasi Setda. Kalau bicara fungsi ya, akan ada Pergub yang meletakkan fungsinya untuk ada di Biro Administrasi," kata Kepala Biro Administrasi Setda DKI Jakarta, Budi Utomo kepada
Media Indonesia, Senin 25 Desember 2017.
Pergub itu sejatinya hanya merinci susunan organisasi sekretariat daerah mencakup sekretaris daerah, asisten pemerintahan, asisten perekonomian dan keuangan, asisten pembangunan dan lingkungan hidup, asisten kesejahteraan rakyat, serta kelompok jabatan fungsional. Tidak ada tim khusus bentukan gubernur di dalamnya.
"Ya artinya bahwa fungsi Biro Setda kan salah satunya memfasilitasi dan mengkoordinasikan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) dan sebagainya, termasuk tim yang dibentuk oleh gubernur. Itu saja," kata Budi ketika ditanyai rincian dari revisi Pergub tersebut.
Budi memastikan, keterkaitan Biro Administrasi Sekretariat Daerah dengan TGUPP sebatas memfasilitasi anggaran. Sementara, untuk penunjukan anggota TGUPP, jumlah personel, hingga tugas-tugasnya, tetap menjadi kewenangan gubernur.
"Biro Administrasi Setda hanya memfasilitasi pembiayaan (anggarannya). Pembiayaannya, administrasi, rapat-rapat, sekretariatnya," tutur Budi.
Ia menyebut, sampai saat ini belum ada arahan khusus dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada jajarannya untuk memindahkan mata anggaran TGUPP sesuai perintah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Budi memastikan, Pergub masih dalam proses revisi, dan ditargetkan rampung besok. "Itu Pak Gubernur yang memutuskan. Saya belum ada arahan apa-apa," tambahnya.
Sampai hari ini, mata anggaran TGUPP sebesar Rp28,9 miliar masih tercantum dalam anggaran kegiatan di Biro Administrasi dan Sekretariat Daerah DKI Jakarta. Padahal, Kemendagri telah meminta agar beban anggaran TGUPP dialihkan ke dana operasional gubernur. Hasil evaluasi Kemendagri itu pun telah sampai ke tangan Pemprov DKI.
Kemendagri menilai TGUPP tidak bisa dianggarkan di bawah Biro Administrasi Setda. Pasalnya, TGUPP tidak termasuk kategori SKPD berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah. Berbeda dengan SKPD, TGUPP mengemban tugas-tugas khusus dari Gubernur. Peraturan Gubernur Nomor 187 Tahun 2017 Tentang TGUPP juga menjelaskan kedudukan TGUPP bukan sebagai perangkat daerah, melainkan tim khusus gubernur.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jendral Keuangan Daerah Kemendagri, Syarifuddin mempertanyakan sikap Anies yang enggan menggunakan dana operasional gubernur untuk pembiayaan TGUPP. Sebab, sejak masa kepemimpinan Gubernur Joko Widodo, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, hingga Gubernur Djarot Saiful Hidayat, TGUPP dibiayai oleh dana operasional gubernur.
TGUPP, kata Syarifuddin, mengemban tugas khusus dari gubernur di luar tugas SKPD. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah disebutkan, biaya operasional bisa digunakan untuk tugas-tugas khusus dari gubernur. "Kami anggap aturan itu relevan. Makanya kami meminta DKI memasukkan TGUPP ke dalam biaya operasional gubernur. Bukan tanpa alasan. Itu sesuai aturan," ujar Syarifuddin.
Jika Pemprov DKI bersikukuh mengabaikan evaluasi Menteri Dalam Negeri, Syarifuddin menyatakan, anggaran itu berpotensi bermasalah ketika diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, keputusan dikembalikan ke Pemprov DKI. Yang jelas, kata dia, Kemendagri telah melaksanakan tugasnya untuk membina pengelolaan keuangan daerah melalui evaluasi APBD. Evaluasi yang dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri itu pun sifatnya final.
"Tidak bisa dikompromikan. Kita kan bicara pelaksanaan aturan, keputusan kami sudah final," tegas Syarifuddin.
Syarifuddin juga menilai Anies tidak cermat membaca rekomendasi Kemendagri terhadap APBD DKI. Hal ini menanggapi pernyataan Anies yang menyebut Kemendagri tidak hanya menghapus anggaran, tapi juga menghilangkan keberadaan TGUPP.
Syarifuddin menegaskan, pihaknya tidak pernah menghilangkan TGUPP. Kemendagri hanya mengalihkan pembebanan anggaran yang semula dibebankan di Biro Administrasi Setda kepada Biaya Operasional Gubernur.
"Praktik seperti ini juga dilakukan pada era Pak Jokowi dan Pak Ahok. Mungkin karena Pak Gubernur tidak setuju dana operasionalnya disisihkan sebagian untuk honor TGUPP, sehingga tetap ingin menggunakan mata anggaran tersendiri pada Biro Administrasi Setda," ucap Syarifuddin.
Perlu diketahui, besaran dana operasional Gubernur DKI Jakarta yakni 0,13 persen dari total pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta. Pada 2017 ini, dana operasional yang diterima Anies dan wakilnya Sandiaga Uno sebesar Rp4,5 miliar per bulan. Komposisinya, 60% atau Rp2,7 miliar untuk Anies, dan 40% atau Rp1,8 miliar untuk Sandi.
Pada APBD 2018, PAD DKI Jakarta diproyeksikan meningkat menjadi Rp44,56 miliar. Artinya, Anies-Sandi bisa mendapatkan total dana operasional sebesar Rp5,79 miliar per bulan. Sementara, dengan personil TGUPP yang mencapai 73 orang, anggarannya membengkak dari sekitar Rp2 miliar menjadi Rp28,99 miliar per tahun. Dengan demikian, untuk TGUPP saja anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai Rp2,4 miliar per bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AGA)