Jakarta: Warga DKI Jakarta dinilai belum siap memasuki era kenormalan baru (new normal). Ini berdasarkan survei Lapor Covid-19 yang menunjukkan angka persepsi risiko terhadap covid-19 di Ibu Kota hanya menyentuh 3,30 atau masuk kategori agak rendah.
"Idealnya angka di atas 4. Ini agak rendah dan cukup mengkhawatirkan. Kita bisa bilang Jakarta kurang siap memasuki new normal," kata peneliti Social Resilience Lab, Nanyang Technological University, Sulfikar Amir, dalam konferensi pers secara daring, Minggu, 5 Juli 2020.
Survei dilakukan terhadap 206.550 warga DKI yang tersebar di lima Kota Administrasi Jakarta. Responden yang dinyatakan valid sebanyak 154.471 orang.
Pengumpulan data dimulai sejak 29 Mei-20 Juni 2020. Metode survei quota sampling dengan variabel penduduk per kelurahan.
Survei dilakukan secara daring melalui platform Qualtrics dan disebar melalui media sosial Whatsapp. Warga DKI diminta mengisi kuesioner berisi 28 pertanyaan tentang enam variabel utama yakni persepsi risiko, pengetahuan, informasi, proteksi diri, modal sosial, dan ekonomi.
"Hasil pengukuran persepsi risiko Jakarta berdasarkan enam variabel, bisa dilihat persepsi risiko paling kecil hanya 2,48. Ini sangat memprihatinkan," papar Sulfikar.
Sulfikar menyebut variabel pengetahuan dan informasi warga DKI terkait covid-19 juga relatif rendah. Pengetahuan hanya 3,48 dan informasi 3,46. Kedua variabel tersebut berada di bawah angka ideal atau angka 4.
"Namun untuk variabel proteksi diri warga berada di angka 4,29 atau relatif tinggi. Ini cukup bagus dan tentu harus dijaga," ucap Sosiolog Bencana itu.
Sementara, variabel modal sosial dan ekonomi warga DKI juga cenderung rendah. Modal sosial berkisar 3,28 sementara ekonomi warga hanya 2,94.
"Jadi secara keseluruhan jaring laba-laba persepsi risiko warga DKI itu masih sangat amat timpang," kata Sulfikar.
Sulfikar menjelaskan survei persepsi risiko warga Jakarta terhadap covid-19 ini amat penting untuk mengukur perilaku keselamatan atau kedisiplinan warga terhadap penerapan protokol kesehatan. Berdasarkan hasil survei tersebut, warga Jakarta belum sepenuhnya disiplin.
"Dibutuhkan strategi mitigasi jangka menengah atau panjang dengan regulasi yang lebih permanen untuk mendorong perubahan perilaku dan persepsi warga terhadap risiko covid-19," tegas dia.
Jakarta: Warga DKI Jakarta dinilai belum siap memasuki era kenormalan baru (new normal). Ini berdasarkan survei Lapor Covid-19 yang menunjukkan angka persepsi risiko terhadap covid-19 di Ibu Kota hanya menyentuh 3,30 atau masuk kategori agak rendah.
"Idealnya angka di atas 4. Ini agak rendah dan cukup mengkhawatirkan. Kita bisa bilang Jakarta kurang siap memasuki new normal," kata peneliti Social Resilience Lab, Nanyang Technological University, Sulfikar Amir, dalam konferensi pers secara daring, Minggu, 5 Juli 2020.
Survei dilakukan terhadap 206.550 warga DKI yang tersebar di lima Kota Administrasi Jakarta. Responden yang dinyatakan valid sebanyak 154.471 orang.
Pengumpulan data dimulai sejak 29 Mei-20 Juni 2020. Metode survei quota sampling dengan variabel penduduk per kelurahan.
Survei dilakukan secara daring melalui platform Qualtrics dan disebar melalui media sosial Whatsapp. Warga DKI diminta mengisi kuesioner berisi 28 pertanyaan tentang enam variabel utama yakni persepsi risiko, pengetahuan, informasi, proteksi diri, modal sosial, dan ekonomi.
"Hasil pengukuran persepsi risiko Jakarta berdasarkan enam variabel, bisa dilihat persepsi risiko paling kecil hanya 2,48. Ini sangat memprihatinkan," papar Sulfikar.
Sulfikar menyebut variabel pengetahuan dan informasi warga DKI terkait covid-19 juga relatif rendah. Pengetahuan hanya 3,48 dan informasi 3,46. Kedua variabel tersebut berada di bawah angka ideal atau angka 4.
"Namun untuk variabel proteksi diri warga berada di angka 4,29 atau relatif tinggi. Ini cukup bagus dan tentu harus dijaga," ucap Sosiolog Bencana itu.
Sementara, variabel modal sosial dan ekonomi warga DKI juga cenderung rendah. Modal sosial berkisar 3,28 sementara ekonomi warga hanya 2,94.
"Jadi secara keseluruhan jaring laba-laba persepsi risiko warga DKI itu masih sangat amat timpang," kata Sulfikar.
Sulfikar menjelaskan survei persepsi risiko warga Jakarta terhadap covid-19 ini amat penting untuk mengukur perilaku keselamatan atau kedisiplinan warga terhadap penerapan protokol kesehatan. Berdasarkan hasil survei tersebut, warga Jakarta belum sepenuhnya disiplin.
"Dibutuhkan strategi mitigasi jangka menengah atau panjang dengan regulasi yang lebih permanen untuk mendorong perubahan perilaku dan persepsi warga terhadap risiko covid-19," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)