medcom.id, Jakarta: Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi menghadiri proses mediasi sidang class action warga Bukit Duri, Jakarta Selatan. Keduanya merupakan pemberi kuasa penertiban kawasan Bukit Duri.
Menurut Ketua Majelis Hakim Didik Riyono Putro, Ahok dan Tri mesti menghargai upaya hukum warga Bukit Duri. "Mereka yang tidak setuju, ya dihargai juga kalau mereka menempuh jalur hukum, daripada mereka berbuat di luar hukum," kata Didik dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2016).
Didik menegaskan, jalur hukum berhak ditempuh meski yang menggugat hanya satu dari ratusan orang. Selanjutnya, hakim berupaya mendamaikan pihak yang bersengketa melalui proses mediasi.
Didik mengatakan, dalam proses mediasi, pihak-pihak pemberi kuasa dari tergugat harus hadir secara langsung. Perdamaian akan tercapai jika kedua belah pihak saling mendengarkan hak dan kewajiban masing-masing.
"Pihak-pihak pemberi kuasa harus hadir, pak wali kota, pak camat, biar yang bersangkutan mendengar sendiri. Gubernurnya juga harus datang," ujar Didik.
Menurut Didik, Ahok dan Tri wajib menghadap hakim mediator. Ada sanksi bila keduanya hanya mengirimkan seseorang yang dikuasakan.
"Tolong sampaikan, Pak Gubernur dan Pak Wali Kota supaya menghadap hakim mediator karena ada sanksinya kalau ada itikad tidak baik. Sanksi hukum tidak memandang pejabat atau tidak," ujarnya.
Di persidangan ini, kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera Soemarwi, meminta Pemerintah DKI Jakarta menghentikan segala aktivitas yang berkaitan dengan penertiban kawasan Bukit Duri. Sebab, upaya hukum terkait penertiban tersebut sedang berlangsung.
Vera bilang, sebagai negara hukum, Indonesia memiliki asas-asas yang wajib ditaati para tergugat, yaitu asas kepastian hukum, asas keadilan, asas kepatutan, asas profesionalitas, dan asas proporsionalitas. Ia menilai tindakan para tergugat V, yakni Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Selatan yang menerbitkan Surat Peringatan I (SP I) pada tanggal 30 Agustus 2016 tidak tepat.
"Tindakan para tergugat di lapangan telah membahayakan para penggugat. Tergugat juga akan menerbitkan SP 2, SP 3 dan berencana membongkar paksa runah-rumah meskipun proses pemeriksaan perkara /a quo/sedang berjalan," kata Vera.
Vera melanjutkan, tergugat sebelumnya telah mengeksekusi penertiban rumah di RW 12 pada 3 September. "Para tergugat dan turut tergugat dianggap sewenang-wenang, bertentangan dengan hukum, dan menyalahgunakan kekuasaannya dengan pertimbangan yang tidak tepat dan akurat," ujarnya.
Hakim Didik menjawab keinginan Vera. Didik menyampaikan, dirinya tidak bisa melakukan upaya hukum apapun terkait upaya penertiban oleh pemerintah. Menurutnya, permohonan penghentian tersebut perlu melalui putusan sela. Sedangkan persidang baru sampai proses mediasi.
Didik punya pertimbangan lain. Ia mengimbau, tergugat yang pada sidang kali ini diwakili kuasa hukumnya, Firman Candra, agar menghentikan sementara upaya penertiban kawasan Bukit Duri. Menurut Didik, pertimbangan ini lantaran penggugat telah menempuh upaya hukum yang sah.
"Kami mengimbau tergugat menahan diri dulu. Ini sudah diproses secara hukum. Jangan main kekuasaan, tunjukkan kalau benar itu benar," kata Didik.
medcom.id, Jakarta: Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi menghadiri proses mediasi sidang
class action warga Bukit Duri, Jakarta Selatan. Keduanya merupakan pemberi kuasa penertiban kawasan Bukit Duri.
Menurut Ketua Majelis Hakim Didik Riyono Putro, Ahok dan Tri mesti menghargai upaya hukum warga Bukit Duri. "Mereka yang tidak setuju, ya dihargai juga kalau mereka menempuh jalur hukum, daripada mereka berbuat di luar hukum," kata Didik dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2016).
Didik menegaskan, jalur hukum berhak ditempuh meski yang menggugat hanya satu dari ratusan orang. Selanjutnya, hakim berupaya mendamaikan pihak yang bersengketa melalui proses mediasi.
Didik mengatakan, dalam proses mediasi, pihak-pihak pemberi kuasa dari tergugat harus hadir secara langsung. Perdamaian akan tercapai jika kedua belah pihak saling mendengarkan hak dan kewajiban masing-masing.
"Pihak-pihak pemberi kuasa harus hadir, pak wali kota, pak camat, biar yang bersangkutan mendengar sendiri. Gubernurnya juga harus datang," ujar Didik.
Menurut Didik, Ahok dan Tri wajib menghadap hakim mediator. Ada sanksi bila keduanya hanya mengirimkan seseorang yang dikuasakan.
"Tolong sampaikan, Pak Gubernur dan Pak Wali Kota supaya menghadap hakim mediator karena ada sanksinya kalau ada itikad tidak baik. Sanksi hukum tidak memandang pejabat atau tidak," ujarnya.
Di persidangan ini, kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera Soemarwi, meminta Pemerintah DKI Jakarta menghentikan segala aktivitas yang berkaitan dengan penertiban kawasan Bukit Duri. Sebab, upaya hukum terkait penertiban tersebut sedang berlangsung.
Vera bilang, sebagai negara hukum, Indonesia memiliki asas-asas yang wajib ditaati para tergugat, yaitu asas kepastian hukum, asas keadilan, asas kepatutan, asas profesionalitas, dan asas proporsionalitas. Ia menilai tindakan para tergugat V, yakni Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Selatan yang menerbitkan Surat Peringatan I (SP I) pada tanggal 30 Agustus 2016 tidak tepat.
"Tindakan para tergugat di lapangan telah membahayakan para penggugat. Tergugat juga akan menerbitkan SP 2, SP 3 dan berencana membongkar paksa runah-rumah meskipun proses pemeriksaan perkara /a quo/sedang berjalan," kata Vera.
Vera melanjutkan, tergugat sebelumnya telah mengeksekusi penertiban rumah di RW 12 pada 3 September. "Para tergugat dan turut tergugat dianggap sewenang-wenang, bertentangan dengan hukum, dan menyalahgunakan kekuasaannya dengan pertimbangan yang tidak tepat dan akurat," ujarnya.
Hakim Didik menjawab keinginan Vera. Didik menyampaikan, dirinya tidak bisa melakukan upaya hukum apapun terkait upaya penertiban oleh pemerintah. Menurutnya, permohonan penghentian tersebut perlu melalui putusan sela. Sedangkan persidang baru sampai proses mediasi.
Didik punya pertimbangan lain. Ia mengimbau, tergugat yang pada sidang kali ini diwakili kuasa hukumnya, Firman Candra, agar menghentikan sementara upaya penertiban kawasan Bukit Duri. Menurut Didik, pertimbangan ini lantaran penggugat telah menempuh upaya hukum yang sah.
"Kami mengimbau tergugat menahan diri dulu. Ini sudah diproses secara hukum. Jangan main kekuasaan, tunjukkan kalau benar itu benar," kata Didik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)