"Jawaban dari UNHCR mereka terkendala negara penerima karena negara penerima menentukan kriteria-kriteria yang bisa mereka terima," kata Ketua Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Luar Negeri, Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Chairul Anwar saat dihubungi, Kamis, 5 September 2019.
Chairul mencontohkan Australia membuat kebijakan baru mengenai penanganan pencari suaka. Australia tidak lagi menerima pencari suaka yang mendaftar ke UNHCR di Indonesia setelah 1 Juli 2014.
Dia menjelaskan Indonesia juga tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Artinya, Indonesia hanya berfungsi sebagai negara transit.
Indonesia tidak bisa menetapkan status para imigran sebagai pengungsi atau pencari suaka. Penentuan status harus dilakuan UNHCR.
Penentuan biasanya memakan waktu sangat lama. Seseorang yang mendapat status pengungsi juga tidak bisa bekerja di negara transit dan harus menunggu penempatan di negara ketiga.
"Tapi karena mereka ada di Indonesia, pemerintah Indonesia, juga Pemprov DKI, memberikan bantuan dalam konteks kemanusiaan," tutur Chairul.
Sebanyak 1.100 pencari suaka dari berbagai negara ditampung di gedung eks Kodim Kalideres, Jakarta Barat. Mereka sempat tinggal di sepanjang trotoar Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Pemprov DKI Jakarta lepas tangan setelah satu bulan mengurus pengungsi. Mereka diminta meninggalkan penampungan.
UNHCR memberikan uang pada 400 pengungsi untuk menyewa rumah atau indekos. UNHCR berjanji bakal mengurus sisanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id