Jakarta: Korps Lalu Lintas Polri sebut ada 10 faktor utama pemicu kemacetan. Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Brigjen Chryshnanda mengatakan, faktor pertama adalah kapasitas jalan yang tidak memadai.
Menurut dia, anggota di lapangan tak bisa menganalisa apakah jumlah kendaraan setara dengan kapasitas jalan. Kemudian, ke dua adalah faktor jalan yang tak mulus.
“Kondisi jalan yang terjadi penyempitan ini perlu dilakukan upaya rekayasa untuk mengatasinya atau setidaknya ada tindakan pengaturan,” kata dia di Jakarta, Kamis, 8 Maret 2018.
Faktor selanjutnya ialah dari kendaraan. Chryshnanda mengungkapkan, pengemudi kerap mengabaikan standar operasional kendaaran seperti kondisi mesin dan fisik kendaraan.
"Ini harusnya lebih diperhatikan,” sambung dia.
Keempat, faktor pengemudi yang kelelahan, kurang konsentrasi, dan kurang handal berkendara bakal berdampak kemacetan.
Kelima, adanya proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan yang berpengaruh berakibat perlambatan di jalan. "Keenam, banyaknya kendaraan yang parkir sembarangan. Ini sistemnya masih manual konvensional bahkan jadi perebutan sumber dana," bebernya.
Faktor ketujuh, ialah sistem tata ruang perkotaan yang mengabaikan lalu lintas sehingga kerap dilanggar. Walhasil, berbuah kemacetan di jalan.
Sementara yang kedepalan, soal kebijakan industri dan perdagangan kendaraan bermotor. Sering kali pelakunya mengabaikan lalu lintas dengan alasan tenaga kerja dan devisa negara.
Lalu faktor kesembilan karena kondisi angkutan umum yang buruk. Sehingga warga enggan dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.
"Kesepuluh, kesadaran masyarkat rendah. Seperti kerap melanggar hingga menggunakan badan jalan yang bukan peruntukannya," tuturnya.
Menurutnya, sepuluh faktor itu telah menjadi tugas masyarakat, pemerintah, dan kepolisian untuk bisa mengatasi macet.
Jakarta: Korps Lalu Lintas Polri sebut ada 10 faktor utama pemicu kemacetan. Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Brigjen Chryshnanda mengatakan, faktor pertama adalah kapasitas jalan yang tidak memadai.
Menurut dia, anggota di lapangan tak bisa menganalisa apakah jumlah kendaraan setara dengan kapasitas jalan. Kemudian, ke dua adalah faktor jalan yang tak mulus.
“Kondisi jalan yang terjadi penyempitan ini perlu dilakukan upaya rekayasa untuk mengatasinya atau setidaknya ada tindakan pengaturan,” kata dia di Jakarta, Kamis, 8 Maret 2018.
Faktor selanjutnya ialah dari kendaraan. Chryshnanda mengungkapkan, pengemudi kerap mengabaikan standar operasional kendaaran seperti kondisi mesin dan fisik kendaraan.
"Ini harusnya lebih diperhatikan,” sambung dia.
Keempat, faktor pengemudi yang kelelahan, kurang konsentrasi, dan kurang handal berkendara bakal berdampak kemacetan.
Kelima, adanya proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan yang berpengaruh berakibat perlambatan di jalan. "Keenam, banyaknya kendaraan yang parkir sembarangan. Ini sistemnya masih manual konvensional bahkan jadi perebutan sumber dana," bebernya.
Faktor ketujuh, ialah sistem tata ruang perkotaan yang mengabaikan lalu lintas sehingga kerap dilanggar. Walhasil, berbuah kemacetan di jalan.
Sementara yang kedepalan, soal kebijakan industri dan perdagangan kendaraan bermotor. Sering kali pelakunya mengabaikan lalu lintas dengan alasan tenaga kerja dan devisa negara.
Lalu faktor kesembilan karena kondisi angkutan umum yang buruk. Sehingga warga enggan dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.
"Kesepuluh, kesadaran masyarkat rendah. Seperti kerap melanggar hingga menggunakan badan jalan yang bukan peruntukannya," tuturnya.
Menurutnya, sepuluh faktor itu telah menjadi tugas masyarakat, pemerintah, dan kepolisian untuk bisa mengatasi macet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)