Depok: Wakil Ketua DPRD Kota Depok M Suparyono mengungkapkan tempat permakaman umum (TPU) Kota Depok sarat pungutan liar (pungli). Biaya yang patokan untuk memakamkan jenazah mulai dari Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta.
"Keterlaluan, jenazah pun dipungli. Perda retribusi permakaman hanya mengenakan tarif Rp100 ribu bagi warga Kota Depok dan Rp1 juta untuk warga dari luar Kota Depok. Biaya itu untuk retribusi lahan, sedangkan untuk penggalian dan tutup lubang tidak dikenai biaya," kata Suparyono, Rabu, 20 Desember 2017.
Suparyono mengetahui praktik kotor itu waktu reses beberapa hari lalu. Dia menyambangi daerah pemilihan Kecamatan Sukma Jaya. Dalam dialog, konstituennya mengeluhkan pungli Unit Pelaksana Teknis Permakaman (UPTP) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok.
Keluarga yang memohon area kuburan di pinggir jalan dikenai sebesar Rp2,5 juta, sedangkan yang di tengah area permakaman dimintai Rp1,5 juta per jenazah. Suparyono tak habis pikir mengapa Tim Sapu Bersih Pungli bentukan Pemerintah Kota tidak mampu menumpas praktik kotor yang terbuka itu.
Dia akan meminta Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad untuk mengevaluasi kinerja Kepala DLHK Kota Depok Etty Suryahati maupun pejabat lain yang membidangi permakaman. "Mereka harus dicopot dari jabatan. Apa guna dipertahankan jika berkinerja tidak baik?" tegas politikus PKS itu.
Di Kota Depok terdapat belasan TPU. Mereka di antaranya TPU Kali Mulia I, II, dan III, TPU Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan, TPU Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, dan TPU Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis.
Suparyono juga menyoroti program DLHK dalam membangun pagar tembok mengelilingi seluruh area TPU. TPU yang sudah ditembok antara lain TPU Kali Mulia I, II, dan III.
Harus terbuka
Pemagaran lokasi TPU tersebut, menurut dia, bertentangan dengan Perda Tata Ruang Kota Depok dan keputusan Majelis Ulama Indonesia Kota Depok 2014 yang menyatakan permakaman harus terbuka. Artinya, permakaman tidak boleh tertutup oleh bangunan supaya terlihat sebagai taman kota, monumen, dan tempat permakaman umum.
"Keberadaan ruang publik di TPU diperlukan untuk mendukung manusia dalam memenuhi kebutuhannya," ujar dia.
Kepala DLHK Kota Depok Ety Suryahati mengatakan penarikan biaya dari ahli waris bertujuan untuk pengadaan alat pemakaman. Hal itu demi kelancaran proses penyelenggaraan penguburan jenazah.
Baca: Tim Saber Pungli Tangkap 2.100 Tersangka dalam Setahun
"Kutipan dana itu adalah buat beli bambu, papan penutup lubang kubur. Peralatan tersebut tentu harus kuat dan menggunakan kayu yang kuat juga. Kita juga perlu batu untuk menyangga agar tanah tidak mudah longsor," imbuh dia.
Soal tembok pagar permakaman sejumlah TPU, Etty menyatakan tidak ada pemasangan lagi. "Saat ini makam-makam hanya ditumbuhi rumput hijau. Saat ini kondisi makam sudah nyaman dan asri bagi peziarah, di bagian lain juga ada tempat untuk beristirahat," ujar dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GbmJYV1k" allowfullscreen></iframe>
Depok: Wakil Ketua DPRD Kota Depok M Suparyono mengungkapkan tempat permakaman umum (TPU) Kota Depok sarat pungutan liar (pungli). Biaya yang patokan untuk memakamkan jenazah mulai dari Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta.
"Keterlaluan, jenazah pun dipungli. Perda retribusi permakaman hanya mengenakan tarif Rp100 ribu bagi warga Kota Depok dan Rp1 juta untuk warga dari luar Kota Depok. Biaya itu untuk retribusi lahan, sedangkan untuk penggalian dan tutup lubang tidak dikenai biaya," kata Suparyono, Rabu, 20 Desember 2017.
Suparyono mengetahui praktik kotor itu waktu reses beberapa hari lalu. Dia menyambangi daerah pemilihan Kecamatan Sukma Jaya. Dalam dialog, konstituennya mengeluhkan pungli Unit Pelaksana Teknis Permakaman (UPTP) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok.
Keluarga yang memohon area kuburan di pinggir jalan dikenai sebesar Rp2,5 juta, sedangkan yang di tengah area permakaman dimintai Rp1,5 juta per jenazah. Suparyono tak habis pikir mengapa Tim Sapu Bersih Pungli bentukan Pemerintah Kota tidak mampu menumpas praktik kotor yang terbuka itu.
Dia akan meminta Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad untuk mengevaluasi kinerja Kepala DLHK Kota Depok Etty Suryahati maupun pejabat lain yang membidangi permakaman. "Mereka harus dicopot dari jabatan. Apa guna dipertahankan jika berkinerja tidak baik?" tegas politikus PKS itu.
Di Kota Depok terdapat belasan TPU. Mereka di antaranya TPU Kali Mulia I, II, dan III, TPU Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan, TPU Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, dan TPU Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis.
Suparyono juga menyoroti program DLHK dalam membangun pagar tembok mengelilingi seluruh area TPU. TPU yang sudah ditembok antara lain TPU Kali Mulia I, II, dan III.
Harus terbuka
Pemagaran lokasi TPU tersebut, menurut dia, bertentangan dengan Perda Tata Ruang Kota Depok dan keputusan Majelis Ulama Indonesia Kota Depok 2014 yang menyatakan permakaman harus terbuka. Artinya, permakaman tidak boleh tertutup oleh bangunan supaya terlihat sebagai taman kota, monumen, dan tempat permakaman umum.
"Keberadaan ruang publik di TPU diperlukan untuk mendukung manusia dalam memenuhi kebutuhannya," ujar dia.
Kepala DLHK Kota Depok Ety Suryahati mengatakan penarikan biaya dari ahli waris bertujuan untuk pengadaan alat pemakaman. Hal itu demi kelancaran proses penyelenggaraan penguburan jenazah.
Baca: Tim Saber Pungli Tangkap 2.100 Tersangka dalam Setahun
"Kutipan dana itu adalah buat beli bambu, papan penutup lubang kubur. Peralatan tersebut tentu harus kuat dan menggunakan kayu yang kuat juga. Kita juga perlu batu untuk menyangga agar tanah tidak mudah longsor," imbuh dia.
Soal tembok pagar permakaman sejumlah TPU, Etty menyatakan tidak ada pemasangan lagi. "Saat ini makam-makam hanya ditumbuhi rumput hijau. Saat ini kondisi makam sudah nyaman dan asri bagi peziarah, di bagian lain juga ada tempat untuk beristirahat," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)