medcom.id, Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terlihat tak heran DKI mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2014. Malah Ahok bilang seharusnya sejak dulu DKI mendapat opini WDP.
"Seharusnya DKI dari dulu enggak wajar karena asetnya enggak tercatat bener. Piutangnya enggak jelas," kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2016).
Ahok mencontohkan banyak aset fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang tak tercatat jelas. Kemudian, Ahok juga mengakui pencatatan keuangan dan aset DKI masih buruk. Pencatatan ini adalah satu dari empat poin dari BPK.
"Contohnya masih banyak SKPD yang belum mengembalikan sisa proyek yang memakai kontraktor," terang Ahok.
Karena itu, Ahok mengatakan, Pemprov DKI berencana memperbaiki hal itu. DKI juga akan mengunakan sistem akrual yang pendataannya berbasis transaksi.
"Target kita tahun depan mendapatkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)," tandas Ahok.
Sorot Aset
Adapun LHP BPK mencatat empat poin kepada DKI, yakni soal pengendalian PBB yang belum memadai, perhitungan tagihan pajak kendaraan bermotor yang terlalu rendah, belum ada pencatatan konversi kewajiban dan belum ada pengendalian aset tetap DKI.
"Yang palung disoroti jadinya pengelolaan aset untuk tahun ini," ungkap Ahok.
Ahok mencontohkan DKI banyak menerima bantuan pembuatan fasus fasom dan rusun tanpa mengeluarkan uang APBD DKI. Namun, hingga kini, DKI belum juga melakukan pencatatan aset tersebut.
"Kalau dulu cuma ngomong ada sekian persen ada fasus fasom sekian persen tapi nilainya berapa kan akun fasum fasos harus ada nilainya," ucap dia.
Dalam menanggapi masalah dan kejanggalan pemeriksaan, Ahok menyambut baik BPK untuk duduk bersama. Tak seperti sebelum-sebelumnya, Ahok menuturkan bahwa BPK berusaha mencocokkan kembali data yang dimiliki kepada Pemprov DKI.
"Kita lagi berusaha dengan BPK untuk mempertemukan. Tim ini kerjanya profesional saling mencocokkan. Jadi kita samakan persepsi," terang dia.
medcom.id, Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terlihat tak heran DKI mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2014. Malah Ahok bilang seharusnya sejak dulu DKI mendapat opini WDP.
"Seharusnya DKI dari dulu enggak wajar karena asetnya enggak tercatat bener. Piutangnya enggak jelas," kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2016).
Ahok mencontohkan banyak aset fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang tak tercatat jelas. Kemudian, Ahok juga mengakui pencatatan keuangan dan aset DKI masih buruk. Pencatatan ini adalah satu dari empat poin dari BPK.
"Contohnya masih banyak SKPD yang belum mengembalikan sisa proyek yang memakai kontraktor," terang Ahok.
Karena itu, Ahok mengatakan, Pemprov DKI berencana memperbaiki hal itu. DKI juga akan mengunakan sistem akrual yang pendataannya berbasis transaksi.
"Target kita tahun depan mendapatkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)," tandas Ahok.
Sorot Aset
Adapun LHP BPK mencatat empat poin kepada DKI, yakni soal pengendalian PBB yang belum memadai, perhitungan tagihan pajak kendaraan bermotor yang terlalu rendah, belum ada pencatatan konversi kewajiban dan belum ada pengendalian aset tetap DKI.
"Yang palung disoroti jadinya pengelolaan aset untuk tahun ini," ungkap Ahok.
Ahok mencontohkan DKI banyak menerima bantuan pembuatan fasus fasom dan rusun tanpa mengeluarkan uang APBD DKI. Namun, hingga kini, DKI belum juga melakukan pencatatan aset tersebut.
"Kalau dulu cuma ngomong ada sekian persen ada fasus fasom sekian persen tapi nilainya berapa kan akun fasum fasos harus ada nilainya," ucap dia.
Dalam menanggapi masalah dan kejanggalan pemeriksaan, Ahok menyambut baik BPK untuk duduk bersama. Tak seperti sebelum-sebelumnya, Ahok menuturkan bahwa BPK berusaha mencocokkan kembali data yang dimiliki kepada Pemprov DKI.
"Kita lagi berusaha dengan BPK untuk mempertemukan. Tim ini kerjanya profesional saling mencocokkan. Jadi kita samakan persepsi," terang dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)