medcom.id, Jakarta: Program Kartu Jakarta Pintar (KJP) menjadi program yang paling disukai warga ibu kota. Keberhasilan program KJP tak terlepas dari integritas dan loyalitas para petugas.
Petugas Tata Usaha (TU) di SD Negeri 03 Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Soraya mengakui, program KJP digandrungi masyarakat. Setidaknya, pengajuan peserta KJP di SDN 03 Sukabumi Utara terus meningkat setiap tahun.
Dari total 529 siswa di SDN 03 Sukabumi Utara, sebanyak 218 murid terdaftar sebagai penerima KJP tahap pertama (Januari) periode 2016. Jumlah itu meningkat menjadi 340 murid pada tahap kedua (Juli).
"Jumlah penerima KJP di sini banyak karena di sini kawasan perkampungan. Berbeda dengan daerah lain," kata Soraya kepada Metrotvnews.com di SDN 03 Sukabumi Utara, Jalan Harun Raya, Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (23/11/2016).
Soraya mengungkapkan, program KJP tidak serta merta ditawarkan kepada siswa. Persyaratan penerima KJP amat ketat. Penerima harus benar-benar dari keluarga kurang mampu.
Selaian harus memenuhi persyaratan, calon penerima KJP juga akan dikunjungi untuk mengecek kondisi tempat tinggal. Wali murid juga akan diwawancara. Jika sesuai kriteria, pihak sekolah membuat rekomendasi untuk diajukan ke Suku Dinas Pendidikan setempat.
"Wali kelas yang datang mensurvei ke rumah-rumah murid yang mendaftar. Orang tua siswa hanya perlu menyerahkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari RT," cerita dia.
Diakui Soraya, banyak orang tua siswa yang sebenarnya mampu namun tetap mendaftar menjadi peserta KJP. Soraya selalu menolak pendaftar dari kalangan keluarga berada. Biasanya, peserta KJP dari keluarga yang berkecukupan selalu gagal pada tahap administrasi.
Salah satu persyaratan peserta KJP adalah tidak memiliki tempat tinggal tetap, tidak memiliki telepon genggam seharga di atas Rp1 juta, tidak memiliki dua unit sepeda motor, berpenghasilan minimal upah minimum provinsi (UMP) dan sebagainya.
"Saya hanya akan memperjuangkan bagi anak-anak yang kurang mampu dan anak-anak yatim piatu," ujar Soraya.
Warga antre membeli daging bersubsidi di Kantor Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (28/6/2016). Pemprov DKI Jakarta mulai menjual daging subsidi kepada penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) sebanyak 157 ton daging yang terdiri dari 55 ton daging ayam dan 102 ton daging sapi. Untuk daging sapi sendiri dijual Rp 39 ribu per kilogram, sedangkan daging ayam dijual Rp 10 ribu per ekor. Foto: MI/Arya Manggala
Wanita berhijab hitam abu-abu ini menuturkan, KJP sangat dibutuhkan keluarga kurang mampu. Namun, ada oknum petugas tata usaha (TU) yang bermalas-malasan mengurus pendaftaran KJP. Bahkan, beberapa sekolah membatasi jumlah peserta KJP.
Soraya berkata, pengurusan pendaftaran KJP memang lumayan repot. Petugas harus memindai enam dokumen persyaratan. Setelah itu, hasil pindaian harus dimasukkan ke dalam data base. Belum lagi, server sering bermasalah dan dikejar target.
"Mungkin bagi mereka uang seratus dua ratus ribu bukan apa-apa, tapi keluarga miskin sangat membutuhkan itu. Alhamdulillah saya ikhlas bekerja, meskipun tugas saya sangat banyak," tutur dia.
Hal senada juga diungkapkan Lina Dinawati, seorang guru di SMA Negeri 29 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kata Lina, seleksi pertama peserta KJP ada di guru wali kelas. Wali kelas akan menawarkan program KJP kepada siswa.
Jika calon penerima KJP sesuai kriteria, Lina akan melakukan survei lapangan. Lina harus memastikan bantuan KJP jatuh kepada siswa yang tepat.
"Saya punya tanggungjawab untuk mensurvei tempat tinggal pendaftar KJP. Kadang saya suka prihatin lihat kondisi rumah mereka, saya bilang murid ini harus dibantu," kata Lina.
Siti Hajar, salah sorang siswa penerima KJP tahap dua di SMA Negeri 29 Kebayoran Lama. Siti mendapat bantuan KJP karena termasuk berasal dari keluarga kurang mampu.
Siswi kelas sebelas Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini tinggal bersama orang tua dan dua adiknya di sebuah kamar kos. Siti tinggal bersama keluarganya di kamar berukuran tiga kali empat meter.
Aktifitas pedagang yang melayani sistem transaksi menggunakan Kartu Jakarta Pintar (KJP di Pasar PSPT Tebet, Jakarta, Jumat, (6/11/2015). Beberapa toko yang menjual alat tulis, seragam sekolah dan sepatu mulai melayani pembeli pengguna KJP untuk mempermudah transaksi. Foto: MI/Atet Dwi Pramadia
Siti mengaku, tanpa bantuan KJP, orang tuanya tidak akan sanggup membiayai kebutuhan sekolahnya. Berkat KJP pula, Siti bisa membeli seragam, sepatu, dan buku paket.
Ayah Siti hanya seorang petugas pengantar surat, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Penghasilan jadi seorang kurir hanya cukup untuk membayar biaya tempat tinggal dan makan.
"KJP sangat membantu. Semoga KJP tetap ada terus," harap remaja yang bercita-cita ingin menjadi akuntan ini.
KJP merupakan program unggulan Pemprov DKI Jakarta. Target program ini untuk menyukseskan program wajib belajar 12 tahun, meningkatkan mutu pendidikan dan meningkatkan target Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan dasar dan menengah.
Pada 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama memutuskan mengubah sistem penarikan KJP dari tunai menjadi non-tunai. KJP hanya untuk transaksi non-tunai di toko-toko penyedia mesin Electronic Data Capture (EDC). Upaya itu untuk mengantisipasi penyalagunaan dana KJP.
medcom.id, Jakarta: Program Kartu Jakarta Pintar (KJP) menjadi program yang paling disukai warga ibu kota. Keberhasilan program KJP tak terlepas dari integritas dan loyalitas para petugas.
Petugas Tata Usaha (TU) di SD Negeri 03 Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Soraya mengakui, program KJP digandrungi masyarakat. Setidaknya, pengajuan peserta KJP di SDN 03 Sukabumi Utara terus meningkat setiap tahun.
Dari total 529 siswa di SDN 03 Sukabumi Utara, sebanyak 218 murid terdaftar sebagai penerima KJP tahap pertama (Januari) periode 2016. Jumlah itu meningkat menjadi 340 murid pada tahap kedua (Juli).
"Jumlah penerima KJP di sini banyak karena di sini kawasan perkampungan. Berbeda dengan daerah lain," kata Soraya kepada
Metrotvnews.com di SDN 03 Sukabumi Utara, Jalan Harun Raya, Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (23/11/2016).
Soraya mengungkapkan, program KJP tidak serta merta ditawarkan kepada siswa. Persyaratan penerima KJP amat ketat. Penerima harus benar-benar dari keluarga kurang mampu.
Selaian harus memenuhi persyaratan, calon penerima KJP juga akan dikunjungi untuk mengecek kondisi tempat tinggal. Wali murid juga akan diwawancara. Jika sesuai kriteria, pihak sekolah membuat rekomendasi untuk diajukan ke Suku Dinas Pendidikan setempat.
"Wali kelas yang datang mensurvei ke rumah-rumah murid yang mendaftar. Orang tua siswa hanya perlu menyerahkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari RT," cerita dia.
Diakui Soraya, banyak orang tua siswa yang sebenarnya mampu namun tetap mendaftar menjadi peserta KJP. Soraya selalu menolak pendaftar dari kalangan keluarga berada. Biasanya, peserta KJP dari keluarga yang berkecukupan selalu gagal pada tahap administrasi.
Salah satu persyaratan peserta KJP adalah tidak memiliki tempat tinggal tetap, tidak memiliki telepon genggam seharga di atas Rp1 juta, tidak memiliki dua unit sepeda motor, berpenghasilan minimal upah minimum provinsi (UMP) dan sebagainya.
"Saya hanya akan memperjuangkan bagi anak-anak yang kurang mampu dan anak-anak yatim piatu," ujar Soraya.
Warga antre membeli daging bersubsidi di Kantor Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (28/6/2016). Pemprov DKI Jakarta mulai menjual daging subsidi kepada penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) sebanyak 157 ton daging yang terdiri dari 55 ton daging ayam dan 102 ton daging sapi. Untuk daging sapi sendiri dijual Rp 39 ribu per kilogram, sedangkan daging ayam dijual Rp 10 ribu per ekor. Foto: MI/Arya Manggala
Wanita berhijab hitam abu-abu ini menuturkan, KJP sangat dibutuhkan keluarga kurang mampu. Namun, ada oknum petugas tata usaha (TU) yang bermalas-malasan mengurus pendaftaran KJP. Bahkan, beberapa sekolah membatasi jumlah peserta KJP.
Soraya berkata, pengurusan pendaftaran KJP memang lumayan repot. Petugas harus memindai enam dokumen persyaratan. Setelah itu, hasil pindaian harus dimasukkan ke dalam data base. Belum lagi, server sering bermasalah dan dikejar target.
"Mungkin bagi mereka uang seratus dua ratus ribu bukan apa-apa, tapi keluarga miskin sangat membutuhkan itu. Alhamdulillah saya ikhlas bekerja, meskipun tugas saya sangat banyak," tutur dia.
Hal senada juga diungkapkan Lina Dinawati, seorang guru di SMA Negeri 29 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kata Lina, seleksi pertama peserta KJP ada di guru wali kelas. Wali kelas akan menawarkan program KJP kepada siswa.
Jika calon penerima KJP sesuai kriteria, Lina akan melakukan survei lapangan. Lina harus memastikan bantuan KJP jatuh kepada siswa yang tepat.
"Saya punya tanggungjawab untuk mensurvei tempat tinggal pendaftar KJP. Kadang saya suka prihatin lihat kondisi rumah mereka, saya bilang murid ini harus dibantu," kata Lina.
Siti Hajar, salah sorang siswa penerima KJP tahap dua di SMA Negeri 29 Kebayoran Lama. Siti mendapat bantuan KJP karena termasuk berasal dari keluarga kurang mampu.
Siswi kelas sebelas Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini tinggal bersama orang tua dan dua adiknya di sebuah kamar kos. Siti tinggal bersama keluarganya di kamar berukuran tiga kali empat meter.
Aktifitas pedagang yang melayani sistem transaksi menggunakan Kartu Jakarta Pintar (KJP di Pasar PSPT Tebet, Jakarta, Jumat, (6/11/2015). Beberapa toko yang menjual alat tulis, seragam sekolah dan sepatu mulai melayani pembeli pengguna KJP untuk mempermudah transaksi. Foto: MI/Atet Dwi Pramadia
Siti mengaku, tanpa bantuan KJP, orang tuanya tidak akan sanggup membiayai kebutuhan sekolahnya. Berkat KJP pula, Siti bisa membeli seragam, sepatu, dan buku paket.
Ayah Siti hanya seorang petugas pengantar surat, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Penghasilan jadi seorang kurir hanya cukup untuk membayar biaya tempat tinggal dan makan.
"KJP sangat membantu. Semoga KJP tetap ada terus," harap remaja yang bercita-cita ingin menjadi akuntan ini.
KJP merupakan program unggulan Pemprov DKI Jakarta. Target program ini untuk menyukseskan program wajib belajar 12 tahun, meningkatkan mutu pendidikan dan meningkatkan target Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan dasar dan menengah.
Pada 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama memutuskan mengubah sistem penarikan KJP dari tunai menjadi non-tunai. KJP hanya untuk transaksi non-tunai di toko-toko penyedia mesin Electronic Data Capture (EDC). Upaya itu untuk mengantisipasi penyalagunaan dana KJP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MBM)