medcom.id, Jakarta: Dinas Kebersihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakui proses peralihan swakelola Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantar Gebang masih belum berjalan normal. Butuh waktu dan kinerja yang lebih agar pengelolaan kembali berjalan normal.
Usai pemutusan kontrak kerja sama dengan PT Godang Tua Jaya (jo) PT Navigat Organic Energy Indonesia, DKI memilih swakelola Bantar Gebang. Namun, dalam masa peralihan, di lapangan mereka masih menemukan kendala seperti penumpukan kendaraan dan sampah di pinggir jalan.
"Kita akui hari ini belum berjalan normal. Masih ada penumpukan kendaraan, sebab hari ini baru dua titik pembuangan di satu zona yang digunakan," kata Kepala Satuan Pelaksana Pengelolaan Akhir Sampah Dinas Kebersihan DKI di Bantar Gebang, Rizky Febrianto, Kamis (21/7/2016).
Rizky mengatakan, pihaknya sebetulnya sudah mengantisipasi soal penumpukan kendaraan. Namun, karena keterbatasan alat dan titik buang, hari ini masih terjadi penumpukan dan pengelolaan belum berjalan maksimal.
Untuk menangani kendala tersebut, rencananya malam ini, pihak Dinas Kebersihan DKI akan menambah satu titik buang. Sementara, siang tadi, ia mengakui pihaknya masih terkonsentrasi di zona yang ada.
"Antrean kendaraan diharapkan bisa terurai setelah ada titik buang baru," tutur dia.
Rizky mengakui belum tahu pasti kapan pengelolaan dapat berjalan normal kembali. Sebab, keterbatasan alat berat jadi salah satu kendala yang harus dihadapi Pemprov DKI.
Namun begitu, Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Aji telah menginstruksikan agar dapat memaksimalkan alat berat yang ada. Meski jumlahnya lebih sedikit, Isnawa menitahkan agar anak buahnya di lapangan untuk melecut lagi kinerjanya.
Konsep Pengelolaan Tak Jauh Berbeda
Secara konsep, pengelolaan oleh Dinas Kebersihan DKI tidak akan jauh berbeda dari apa yang telah dikonsepkan pihak pengelola sebelumnya. Konsep dari PT GTJ (jo) PT NOEI dinilai sudah tepat dalam pengelolaan sampah di Bantar Gebang.
Meski dalam mengonsep terbilang apik, pengelolaan oleh PT GTJ (jo) PT NOEI, kata Rizky, masih jauh panggang dari api. Karenanya, ia berharap swakelola nanti bisa lebih baik lagi.
Dari dokumen Dinas Kebersihan DKI, setidaknya ada lima metode yang akan dilaksanakan dalam mengelola TPST Bantar Gebang. Pertama, pengelolaan titik buang sampah dilakukan dengan cara dipindahkan, diratakan, dipadatkan, dan dilakukan sanitary landfill.
Kedua, pengelolaan kompos dilakukan dengan pengolahan sampah organik hingga menjadi kompos. Ketiga, pengelolaan daur ulang plastik dilakukan dengan pengolahan sampah plastik menjadi biji prlastik.
Keempat, pengelolaan IPAS dilakukan dengan mengolah air licit sehingga dikembalikan ke badan air, sesuai dengan baku mutu. Terakhir, untuk pengelolaan power plant, hanya akan dilakukan pemeliharaan.
Di tempat terpisah, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yakin pada akhirnya pengelolaan sampah oleh DKI akan berjalan dengan baik.Adapun perbedaan swakelola dengan dikelola swasta adalah soal anggaran.
Meski tak menjelaskan secara rinci, pria yang akrab disapa Ahok itu mengatakan anggaran swakelola lebih murah ketimbang menggunakan swasta. Diketahui dulu Pemprov DKI mengucurkan dana Rp400 miliar per tahun untuk pengelolaan TPST Bantar Gebang.
"Sekarang bisa lebih murah. Hanya 60 sampai 70 persen anggaran saya kira yang dipergunakan," tutur dia.
medcom.id, Jakarta: Dinas Kebersihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakui proses peralihan swakelola Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantar Gebang masih belum berjalan normal. Butuh waktu dan kinerja yang lebih agar pengelolaan kembali berjalan normal.
Usai pemutusan kontrak kerja sama dengan PT Godang Tua Jaya (jo) PT Navigat Organic Energy Indonesia, DKI memilih swakelola Bantar Gebang. Namun, dalam masa peralihan, di lapangan mereka masih menemukan kendala seperti penumpukan kendaraan dan sampah di pinggir jalan.
"Kita akui hari ini belum berjalan normal. Masih ada penumpukan kendaraan, sebab hari ini baru dua titik pembuangan di satu zona yang digunakan," kata Kepala Satuan Pelaksana Pengelolaan Akhir Sampah Dinas Kebersihan DKI di Bantar Gebang, Rizky Febrianto, Kamis (21/7/2016).
Rizky mengatakan, pihaknya sebetulnya sudah mengantisipasi soal penumpukan kendaraan. Namun, karena keterbatasan alat dan titik buang, hari ini masih terjadi penumpukan dan pengelolaan belum berjalan maksimal.
Untuk menangani kendala tersebut, rencananya malam ini, pihak Dinas Kebersihan DKI akan menambah satu titik buang. Sementara, siang tadi, ia mengakui pihaknya masih terkonsentrasi di zona yang ada.
"Antrean kendaraan diharapkan bisa terurai setelah ada titik buang baru," tutur dia.
Rizky mengakui belum tahu pasti kapan pengelolaan dapat berjalan normal kembali. Sebab, keterbatasan alat berat jadi salah satu kendala yang harus dihadapi Pemprov DKI.
Namun begitu, Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Aji telah menginstruksikan agar dapat memaksimalkan alat berat yang ada. Meski jumlahnya lebih sedikit, Isnawa menitahkan agar anak buahnya di lapangan untuk melecut lagi kinerjanya.
Konsep Pengelolaan Tak Jauh Berbeda
Secara konsep, pengelolaan oleh Dinas Kebersihan DKI tidak akan jauh berbeda dari apa yang telah dikonsepkan pihak pengelola sebelumnya. Konsep dari PT GTJ (jo) PT NOEI dinilai sudah tepat dalam pengelolaan sampah di Bantar Gebang.
Meski dalam mengonsep terbilang apik, pengelolaan oleh PT GTJ (jo) PT NOEI, kata Rizky, masih jauh panggang dari api. Karenanya, ia berharap swakelola nanti bisa lebih baik lagi.
Dari dokumen Dinas Kebersihan DKI, setidaknya ada lima metode yang akan dilaksanakan dalam mengelola TPST Bantar Gebang. Pertama, pengelolaan titik buang sampah dilakukan dengan cara dipindahkan, diratakan, dipadatkan, dan dilakukan sanitary landfill.
Kedua, pengelolaan kompos dilakukan dengan pengolahan sampah organik hingga menjadi kompos. Ketiga, pengelolaan daur ulang plastik dilakukan dengan pengolahan sampah plastik menjadi biji prlastik.
Keempat, pengelolaan IPAS dilakukan dengan mengolah air licit sehingga dikembalikan ke badan air, sesuai dengan baku mutu. Terakhir, untuk pengelolaan power plant, hanya akan dilakukan pemeliharaan.
Di tempat terpisah, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yakin pada akhirnya pengelolaan sampah oleh DKI akan berjalan dengan baik.Adapun perbedaan swakelola dengan dikelola swasta adalah soal anggaran.
Meski tak menjelaskan secara rinci, pria yang akrab disapa Ahok itu mengatakan anggaran swakelola lebih murah ketimbang menggunakan swasta. Diketahui dulu Pemprov DKI mengucurkan dana Rp400 miliar per tahun untuk pengelolaan TPST Bantar Gebang.
"Sekarang bisa lebih murah. Hanya 60 sampai 70 persen anggaran saya kira yang dipergunakan," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ALB)