medcom.id, Jakarta: Perusahaan taksi konvensional tak mau dianggap gagap teknologi. Inovasi terus dilakukan untuk mencapai target bisnis.
Kepala Humas Blue Bird Group Teguh Wijayanto mengatakan, pihaknya sudah mampu bersaing dengan kehadiran taksi berbasis platform online. Skema join bisnis telah dilakukan dengan bergabungnya unit taksi Blue Bird di dalam aplikasi Go Jek yang dinamakan Go Blue bird.
Serupa taksi online pada umumnya, Go Blue bird tak menggunakan argometer dalam transaksi pembayaran. Penumpang bisa langsung mengetahui besaran tarif sesuai jarak lokasi yang dituju setelah membuka aplikasi.
"Blue Bird dan Go Jek sudah berjalan. Responsnya cukup baik," kata Teguh kepada Metrotvnews.com, Jumat 25 Agustus 2017.
Hal yang sama juga dilakukan pengelola taksi konvensional lain, Express Group. Inovasi teknologi telah dilakukan Taksi Ekspres menggandeng aplikasi penyedia layanan Uber yang dinamai UberX.
"Ekspress sudah bergabung dengan Uber kemudian taksi konvensional selain kami juga ada yang bergabung dengan Grab. Seluruh perusahaan taksi konvensional sudah online semua," kata Mantan Chief Operating Officer (COO) Express Group Herwan Gazali.
Taksi konvensional sudah dianggap bisa memberikan segala manfaat teknologi terkini dan kemudahan kepada masyarakat. Menurut Herwan, taksi konvensional juga sudah mampu bersaing secara sehat dengan taksi online yang bermitra secara perseorangan.
"Mau tidak mau kami harus mampu bersaing dengan perkembangan. Kami meningkatkan unit yang akan bergabung dengan Uber. Sebetulnya kami (Taksi Ekspress) dan Uber sama saja," tutur dia.
Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan uji materi Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 menuai polemik baru. Hermawan mengatakan, sejumlah poin yang dihilangkan dianggap diskriminatif seperti tidak mewajibkan mitra perseorangan dalam taksi online berbadan hukum.
"Sebetulnya bukan hanya taksi konvesional saja yang akan rugi, yang online juga akan rugi. Kenapa? karena pencabutan poin dalam Permenhub itu memungkinkan orang untuk bebas menjadi pengemudi taksi online. Nah antar mereka pun cari uang kan susah," ujar dia.
Hakim MA mengabulkan gugatan pengemudi online atas Permenhub Nomor 26 Tahun 2017. Dalam putusan bernomor 37 P/HUM/2017, MA menyatakan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online adalah konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi. Apalagi moda transportasi online juga menawarkan pelayanan yang baik, jaminan keamanan memadai, harga yang murah, dan tepat waktu.
medcom.id, Jakarta: Perusahaan taksi konvensional tak mau dianggap gagap teknologi. Inovasi terus dilakukan untuk mencapai target bisnis.
Kepala Humas Blue Bird Group Teguh Wijayanto mengatakan, pihaknya sudah mampu bersaing dengan kehadiran taksi berbasis platform online. Skema join bisnis telah dilakukan dengan bergabungnya unit taksi Blue Bird di dalam aplikasi Go Jek yang dinamakan Go Blue bird.
Serupa taksi online pada umumnya, Go Blue bird tak menggunakan argometer dalam transaksi pembayaran. Penumpang bisa langsung mengetahui besaran tarif sesuai jarak lokasi yang dituju setelah membuka aplikasi.
"Blue Bird dan Go Jek sudah berjalan. Responsnya cukup baik," kata Teguh kepada Metrotvnews.com, Jumat 25 Agustus 2017.
Hal yang sama juga dilakukan pengelola taksi konvensional lain, Express Group. Inovasi teknologi telah dilakukan Taksi Ekspres menggandeng aplikasi penyedia layanan Uber yang dinamai UberX.
"Ekspress sudah bergabung dengan Uber kemudian taksi konvensional selain kami juga ada yang bergabung dengan Grab. Seluruh perusahaan taksi konvensional sudah online semua," kata Mantan Chief Operating Officer (COO) Express Group Herwan Gazali.
Taksi konvensional sudah dianggap bisa memberikan segala manfaat teknologi terkini dan kemudahan kepada masyarakat. Menurut Herwan, taksi konvensional juga sudah mampu bersaing secara sehat dengan taksi online yang bermitra secara perseorangan.
"Mau tidak mau kami harus mampu bersaing dengan perkembangan. Kami meningkatkan unit yang akan bergabung dengan Uber. Sebetulnya kami (Taksi Ekspress) dan Uber sama saja," tutur dia.
Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan uji materi Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 menuai polemik baru. Hermawan mengatakan, sejumlah poin yang dihilangkan dianggap diskriminatif seperti tidak mewajibkan mitra perseorangan dalam taksi online berbadan hukum.
"Sebetulnya bukan hanya taksi konvesional saja yang akan rugi, yang online juga akan rugi. Kenapa? karena pencabutan poin dalam Permenhub itu memungkinkan orang untuk bebas menjadi pengemudi taksi online. Nah antar mereka pun cari uang kan susah," ujar dia.
Hakim MA mengabulkan gugatan pengemudi online atas Permenhub Nomor 26 Tahun 2017. Dalam putusan bernomor 37 P/HUM/2017, MA menyatakan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online adalah konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi. Apalagi moda transportasi online juga menawarkan pelayanan yang baik, jaminan keamanan memadai, harga yang murah, dan tepat waktu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)