medcom.id, Jakarta: TPU Kapuk Teko sekarang hanya menyisakan nama. Dulu, di kawasan ini terdapat lebih dari 4.050 makam umat Islam dan Budha. Kini, sebagian besar makam telah direlokasi, sementara sisanya terendam dan hilang dari permukaan.
Nurman, salah satu warga sekitar TPU Kapuk Teko, Cengkareng, Jakarta Barat, mengatakan lahan pemakaman merupakan wakaf dari empat orang warga di tahun 1960-an. Tak adanya surat wakaf, membuat lahan seluas dua hektare ini pun diperebutkan.
Sebagian kawasan TPU Kapuk Teko yang dialihfungsikan/MTVN/Lis Pratiwi.
Nurman mengaku, surat tanah yang masih "abu-abu" membuat banyak orang berusaha membuat sendiri patok-patok kepemilikan. "Jadi ini tanah wakaf semua. Sudah banyak orang mau matok. Kalau enggak ada saya, sudah habis," kata Nurman kepada Metrotvnews.com, Rabu 19 Juli 2017.
Nurman menjelaskan, sebenarnya ia tahu nama keempat orang yang mewakafkan sejak awal. Tetapi ketiadaan surat wakaf membuat ia tak dapat berkomentar banyak. "Menurut bapak saya, kita kenal. Memang punya pribumi, tapi kalau tidak ada surat tidak bisa dibuktikan," tambahnya.
Menurut Nurman, saat penyerahan tanah wakaf dilakukan ada satu orang yang ditunjuk bertanggung jawab mengurus lahan, yakni Ribun, ayah Nurman. Saat itu Ribun mendapatkan surat tugas untuk menjaga, menggali, dan menarik retribusi makam.
Dalam surat tersebut tertera pula cap kelurahan sebagai pengawas. Hingga kini surat tugas Ribun masih disimpan baik pihak keluarga. Sementara tanggung jawab menjaga lahan dilimpahkan ke tangan anak laki-lakinya, Nurman.
"Dua hektare lahan ini atas nama bapak saya. Tapi bukan sebagai hak milik, hanya yang bertanggung jawab," tuturnya.
Dinas Terlibat
Sejak diresmikan sebagai tanah wakaf, lahan seluas dua hektare ini dikelola oleh keluarga Nurman dengan pengawasan Kelurahan Kapuk. Namun, di tahun 1970, Dinas Pemakaman DKI Jakarta mulai terlibat dalam kepengurusan.
"Dari awal banget kenapa diambil dinas enggak mengerti ya. Sampai sekarang juga kita tidak paham," kata Nurman.
Usai pengambilalihan lahan oleh dinas dari kelurahan, diberlakukan pula Izin Penggunaan Tanah Makam (IPTM). Makam di TPU Kapuk Teko yang sebelumnya gratis, pun akhirnya warga diwajibkan membayar retribusi.
Sebagian kawasan TPU Kapuk Teko yang dialihfungsikan/MTVN/Lis Pratiwi.
Puncaknya, di tahun 1985 berdasarkan SK Gubernur, dinas menutup pemakaman. Kendati tidak ada lagi makam baru sejak saat itu, Nurman dan keluarganya masih bertugas menjaga lahan hingga sekarang.
Sebagai penanggung jawab, Nurman mengaku berwenang memberi izin mereka yang ingin membangun lahan. Tetapi saat dikonfirmasi mengenai awal mula keterlibatan pemerintah dan siapa pemilik lahan kini, Nurman enggan berkomentar.
"Punya siapa tanahnya, kita tidak tahu. Karena kita sejauh ini hanya menjaga. Kalau ceritanya kebanyakan, nanti bingung lagi dinasnya, mestinya ke dinas langsung," jelasnya.
Jadi Sengketa
Keberadaan lahan luas tak bertuan di Jakarta menjadi magnet bagi banyak pihak. Tak ayal sengketa pun sempat terjadi di tahun 1970-an saat pemerintah mulai terlibat. Menurut Nurman, keributan terjadi karena lahan yang sebelumnya di bawah pengawasan kelurahan diambil alih dinas pemakaman.
Nurman berpendapat, saat awal penyerahan lahan, sebenarnya dibuatkan surat wakaf atau surat serah terima oleh pihak yang terlibat, namun sengaja dihilangkan saat sengketa melanda.
"Mungkin suratnya hilang, dibakar, atau dirobek saat keributan tahun 1970-an itu. Mungkin ya. Kita kan enggak tahu," tuturnya.
Hingga kini, pengawasan lahan masih berada di bawah dinas pemakaman. Nurman mengungkap, warga sebenarnya ingin lahan tersebut kembali difungsikan sebagai pemakaman seperti amanah awal, namun payung hukumnya kurang kuat. Pemda pun punya rencana lain.
Sebagian kawasan TPU Kapuk Teko yang dialihfungsikan/MTVN/Lis Pratiwi.
Sejak tahun 2013, Pemda DKI berusaha merelokasi makam dan mengelola lahan sebagai pemukiman. Bahkan ide membangun rumah susun sempat diutarakan. Sayangnya, rencana ini terbentur dana. Ratusan makam yang tersisa pun masih berada di tempatnya semula.
Kini, dua hektare lahan tersebut tidak lagi utuh. Beberapa sisi sudah dibangun pemukiman warga. Nurdin mengatakan, rumah di lahan tersebut tidak memiliki sertifikat dan siap dipindah. Namun, jika ingin mengambil lahan wakaf, pemerintah juga harus memikirkan nasib mereka yang puluhan tahun menjaga.
"Setelah ada koordinasi dari pemerintah dan wilayah, tugas kita itu habis sampai di situ. Mau diapakan terserah. Tapi pikirkan juga kita yang sudah puluhan tahun di sini," keluh Nurman.
medcom.id, Jakarta: TPU Kapuk Teko sekarang hanya menyisakan nama. Dulu, di kawasan ini terdapat lebih dari 4.050 makam umat Islam dan Budha. Kini, sebagian besar makam telah direlokasi, sementara sisanya terendam dan hilang dari permukaan.
Nurman, salah satu warga sekitar TPU Kapuk Teko, Cengkareng, Jakarta Barat, mengatakan lahan pemakaman merupakan wakaf dari empat orang warga di tahun 1960-an. Tak adanya surat wakaf, membuat lahan seluas dua hektare ini pun diperebutkan.
Sebagian kawasan TPU Kapuk Teko yang dialihfungsikan/MTVN/Lis Pratiwi.
Nurman mengaku, surat tanah yang masih "abu-abu" membuat banyak orang berusaha membuat sendiri patok-patok kepemilikan. "Jadi ini tanah wakaf semua. Sudah banyak orang mau matok. Kalau enggak ada saya, sudah habis," kata Nurman kepada
Metrotvnews.com, Rabu 19 Juli 2017.
Nurman menjelaskan, sebenarnya ia tahu nama keempat orang yang mewakafkan sejak awal. Tetapi ketiadaan surat wakaf membuat ia tak dapat berkomentar banyak. "Menurut bapak saya, kita kenal. Memang punya pribumi, tapi kalau tidak ada surat tidak bisa dibuktikan," tambahnya.
Menurut Nurman, saat penyerahan tanah wakaf dilakukan ada satu orang yang ditunjuk bertanggung jawab mengurus lahan, yakni Ribun, ayah Nurman. Saat itu Ribun mendapatkan surat tugas untuk menjaga, menggali, dan menarik retribusi makam.
Dalam surat tersebut tertera pula cap kelurahan sebagai pengawas. Hingga kini surat tugas Ribun masih disimpan baik pihak keluarga. Sementara tanggung jawab menjaga lahan dilimpahkan ke tangan anak laki-lakinya, Nurman.
"Dua hektare lahan ini atas nama bapak saya. Tapi bukan sebagai hak milik, hanya yang bertanggung jawab," tuturnya.
Dinas Terlibat
Sejak diresmikan sebagai tanah wakaf, lahan seluas dua hektare ini dikelola oleh keluarga Nurman dengan pengawasan Kelurahan Kapuk. Namun, di tahun 1970, Dinas Pemakaman DKI Jakarta mulai terlibat dalam kepengurusan.
"Dari awal banget kenapa diambil dinas enggak mengerti ya. Sampai sekarang juga kita tidak paham," kata Nurman.
Usai pengambilalihan lahan oleh dinas dari kelurahan, diberlakukan pula Izin Penggunaan Tanah Makam (IPTM). Makam di TPU Kapuk Teko yang sebelumnya gratis, pun akhirnya warga diwajibkan membayar retribusi.
Sebagian kawasan TPU Kapuk Teko yang dialihfungsikan/MTVN/Lis Pratiwi.
Puncaknya, di tahun 1985 berdasarkan SK Gubernur, dinas menutup pemakaman. Kendati tidak ada lagi makam baru sejak saat itu, Nurman dan keluarganya masih bertugas menjaga lahan hingga sekarang.
Sebagai penanggung jawab, Nurman mengaku berwenang memberi izin mereka yang ingin membangun lahan. Tetapi saat dikonfirmasi mengenai awal mula keterlibatan pemerintah dan siapa pemilik lahan kini, Nurman enggan berkomentar.
"Punya siapa tanahnya, kita tidak tahu. Karena kita sejauh ini hanya menjaga. Kalau ceritanya kebanyakan, nanti bingung lagi dinasnya, mestinya ke dinas langsung," jelasnya.
Jadi Sengketa
Keberadaan lahan luas tak bertuan di Jakarta menjadi magnet bagi banyak pihak. Tak ayal sengketa pun sempat terjadi di tahun 1970-an saat pemerintah mulai terlibat. Menurut Nurman, keributan terjadi karena lahan yang sebelumnya di bawah pengawasan kelurahan diambil alih dinas pemakaman.
Nurman berpendapat, saat awal penyerahan lahan, sebenarnya dibuatkan surat wakaf atau surat serah terima oleh pihak yang terlibat, namun sengaja dihilangkan saat sengketa melanda.
"Mungkin suratnya hilang, dibakar, atau dirobek saat keributan tahun 1970-an itu. Mungkin ya. Kita kan enggak tahu," tuturnya.
Hingga kini, pengawasan lahan masih berada di bawah dinas pemakaman. Nurman mengungkap, warga sebenarnya ingin lahan tersebut kembali difungsikan sebagai pemakaman seperti amanah awal, namun payung hukumnya kurang kuat. Pemda pun punya rencana lain.
Sebagian kawasan TPU Kapuk Teko yang dialihfungsikan/MTVN/Lis Pratiwi.
Sejak tahun 2013, Pemda DKI berusaha merelokasi makam dan mengelola lahan sebagai pemukiman. Bahkan ide membangun rumah susun sempat diutarakan. Sayangnya, rencana ini terbentur dana. Ratusan makam yang tersisa pun masih berada di tempatnya semula.
Kini, dua hektare lahan tersebut tidak lagi utuh. Beberapa sisi sudah dibangun pemukiman warga. Nurdin mengatakan, rumah di lahan tersebut tidak memiliki sertifikat dan siap dipindah. Namun, jika ingin mengambil lahan wakaf, pemerintah juga harus memikirkan nasib mereka yang puluhan tahun menjaga.
"Setelah ada koordinasi dari pemerintah dan wilayah, tugas kita itu habis sampai di situ. Mau diapakan terserah. Tapi pikirkan juga kita yang sudah puluhan tahun di sini," keluh Nurman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)