medcom.id, Jakarta: Kriminolog Anggie Aulina menyebut kejahatan begal sebagai property base crime atau kejahatan yang hanya mengincar harta, benda atau barang yang bernilai. Barang elektronik atau kendaraan bermotor lebih banyak jadi incaran lantaran lebih mudah dijual dan memiliki nilai ekonomi tinggi.
Kejahatan begal hampir terjadi di semua kota di Indonesia. Jika melihat polanya, Anggie menyebut setidaknya ada tiga alasan mengapa kejahatan begal seperti sulit diberantas.
"Pertama kesempatan itu masih ada. Kesempatan untuk melakukan, untuk berjejaring dan memberi pelajaran kriminal terhadap orang-orang yang mereka rekrut," kata Anggie, dalam News Story Insight (NSI), Kamis 28 September 2017.
Kesempatan untuk berjejaring, kata Anggi, menjadi alasan mengapa kejahatan begal umumnya dilakukan secara berkelompok. Melalui metode ini, jaringan juga berkesempatan memberikan latihan dan ilmu melakukan kejahatan terhadap para junior yang baru direkrut atau bergabung.
Faktor kedua adalah kondisi korban yang dinilai masih rentan. Artinya masih ada korban yang kurang mawas diri ketika berada di ruang publik. Korban biasanya dipilih secara acak, namun juga disesuaikan dengan kondisi saat eksekusi.
"Dan ketiga adalah penjagaan yang belum maksimal," ungkap Anggie.
Meskipun tergolong kasus yang memiliki angka kejadian tinggi, hukuman terhadap kejahatan begal menurut pelakunya tak memberikan efek jera. Kerap kali kejahatan begal berulang meskipun pelakunya sudah sering keluar masuk penjara.
Dalam hal ini, menurut Anggie, kejahatan begal memang sangat sulit diberantas tetapi ada tindakan pencegahan yang bisa dilakukan oleh aparat untuk menekan angka kasusnya.
"Paling efektif untuk mencegah kemungkinan begal adalah melakukan patroli. Keberadaan para petugas di ruang publik setidaknya mampu mencegah potensi terjadinya kejahatan," kata Anggie.
Menurut Anggie, aparat tentu sudah melakukan pemetaan daerah mana yang umumnya dijadikan sumber wilayah kriminalitas jalanan. Darimana mengukurnya, Anggie menyebut dalam kriminologi pemetaan itu bisa diukur dari tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu kota yang baru berkembang.
Kota-kota satelit biasanya menjadi sasaran yang diminati, misalnya Depok, Bekasi, Bogor, atau daerah yang baru berkembang dimana tingkat perekonomiannya tengah naik menjadi lokasi yang ideal untuk mencari korban.
"Salah satu indikatornya mereka mudah berpindah tempat mengikuti, mencari lokasi dimana tingkat pengamanannya belum terlalu tinggi. Pemikiran para pelaku juga rasional, profitnya harus lebih rendah dari costnya artinya mereka rela berpindah dan pasti sudah diperhitungkan," jelas Anggie.
medcom.id, Jakarta: Kriminolog Anggie Aulina menyebut kejahatan begal sebagai
property base crime atau kejahatan yang hanya mengincar harta, benda atau barang yang bernilai. Barang elektronik atau kendaraan bermotor lebih banyak jadi incaran lantaran lebih mudah dijual dan memiliki nilai ekonomi tinggi.
Kejahatan begal hampir terjadi di semua kota di Indonesia. Jika melihat polanya, Anggie menyebut setidaknya ada tiga alasan mengapa kejahatan begal seperti sulit diberantas.
"Pertama kesempatan itu masih ada. Kesempatan untuk melakukan, untuk berjejaring dan memberi pelajaran kriminal terhadap orang-orang yang mereka rekrut," kata Anggie, dalam
News Story Insight (NSI), Kamis 28 September 2017.
Kesempatan untuk berjejaring, kata Anggi, menjadi alasan mengapa kejahatan begal umumnya dilakukan secara berkelompok. Melalui metode ini, jaringan juga berkesempatan memberikan latihan dan ilmu melakukan kejahatan terhadap para junior yang baru direkrut atau bergabung.
Faktor kedua adalah kondisi korban yang dinilai masih rentan. Artinya masih ada korban yang kurang mawas diri ketika berada di ruang publik. Korban biasanya dipilih secara acak, namun juga disesuaikan dengan kondisi saat eksekusi.
"Dan ketiga adalah penjagaan yang belum maksimal," ungkap Anggie.
Meskipun tergolong kasus yang memiliki angka kejadian tinggi, hukuman terhadap kejahatan begal menurut pelakunya tak memberikan efek jera. Kerap kali kejahatan begal berulang meskipun pelakunya sudah sering keluar masuk penjara.
Dalam hal ini, menurut Anggie, kejahatan begal memang sangat sulit diberantas tetapi ada tindakan pencegahan yang bisa dilakukan oleh aparat untuk menekan angka kasusnya.
"Paling efektif untuk mencegah kemungkinan begal adalah melakukan patroli. Keberadaan para petugas di ruang publik setidaknya mampu mencegah potensi terjadinya kejahatan," kata Anggie.
Menurut Anggie, aparat tentu sudah melakukan pemetaan daerah mana yang umumnya dijadikan sumber wilayah kriminalitas jalanan. Darimana mengukurnya, Anggie menyebut dalam kriminologi pemetaan itu bisa diukur dari tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu kota yang baru berkembang.
Kota-kota satelit biasanya menjadi sasaran yang diminati, misalnya Depok, Bekasi, Bogor, atau daerah yang baru berkembang dimana tingkat perekonomiannya tengah naik menjadi lokasi yang ideal untuk mencari korban.
"Salah satu indikatornya mereka mudah berpindah tempat mengikuti, mencari lokasi dimana tingkat pengamanannya belum terlalu tinggi. Pemikiran para pelaku juga rasional, profitnya harus lebih rendah dari costnya artinya mereka rela berpindah dan pasti sudah diperhitungkan," jelas Anggie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)