medcom.id, Jakarta: Organisasi keagamaan akan unjuk rasa, Jumat 4 November. Aksi ini disebut terkait dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Polisi memperkirakan unjuk rasa akan diikuti 35 ribu orang. Kalau benar pengikut unjuk rasa sebanyak itu, bisa dibayangkan kondisi arus lalu lintas Ibu Kota akhir pekan ini.
Bila melihat lini masa sosial media, tak sedikit yang mendukung aksi yang menurut rencana dilakukan di depan Istana Negara. Tetapi, perlu juga didengar ada banyak warga yang meragukan unjuk rasa ini murni membela agama.
"Yang menjadi masalah, apakan unjuk rasa ini benar-benar membela agama atau ada muatan politiknya?" kata Widodo, warga di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, kepada Metrotvnews.com, Rabu (2/11/2016).
Ia khawatir aksi yang diklaim membela agama menuai konflik baru. Pria asal Rembang, Jawa Tengah, itu mengatakan, masih banyak cara menyerukan kebaikan.
"Ada cara dakwah yang baik dan dengan kasih sayang. Dakwah dengan cara mengajak, bukan memaksa," tutur Widodo.
Karlia Zainul, warga lainnya, menilai, aksi yang banyak melibatkan ormas tak murni soal agama. "Saya merasa itu bukan demo soal penistaan agama, tetapi hanya ungkapan kebencian," ungkap Karlia.
Dalam hati, Karlia tidak sepakat unjuk rasa Jumat nanti mengatasnamakan agama. Kalau pun massa turun ke jalan dan membawa-bawa agama, ia berharap semua berlangsung aman dan damai.
Tanggapan terhadap rencana unjuk rasa ormas juga datang dari Gita Nawangsari, warga Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Menurutnya, masyarakat lebih baik tak terpancing aksi ini.
Wanita berusia 23 tahun itu menuturkan, isu suku, agama, ras, dan antargolongan yang dibesar-besarkan berpotensi memecah keberagaman di Tanah Air.
"Indonesia negara majemuk yang terdiri dari beragam suku, agama, ras, dan antargolongan. Jangan sampai memecah persatuan," pungkasnya.
Selasa 2 November, Presiden Joko Widodo berbincang dengan para tokoh agama dari Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah, di Istana Negara. Sehari sebelumnya, Presiden menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Dalam dua kali pertemuan berbeda tersebut, Presiden meminta tokoh agama dan elite politik menyampaikan pesan damai ke masyarakat. Presiden juga berharap, kerukunan umat terus terjaga.
"Nasihat penuh kesejukan dan penuh kedamaian dari para ulama sangat dinanti oleh umat," kata Presiden di hadapan para ulama.
medcom.id, Jakarta: Organisasi keagamaan akan unjuk rasa, Jumat 4 November. Aksi ini disebut terkait dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Polisi memperkirakan unjuk rasa akan diikuti 35 ribu orang. Kalau benar pengikut unjuk rasa sebanyak itu, bisa dibayangkan kondisi arus lalu lintas Ibu Kota akhir pekan ini.
Bila melihat lini masa sosial media, tak sedikit yang mendukung aksi yang menurut rencana dilakukan di depan Istana Negara. Tetapi, perlu juga didengar ada banyak warga yang meragukan unjuk rasa ini murni membela agama.
"Yang menjadi masalah, apakan unjuk rasa ini benar-benar membela agama atau ada muatan politiknya?" kata Widodo, warga di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, kepada
Metrotvnews.com, Rabu (2/11/2016).
Ia khawatir aksi yang diklaim membela agama menuai konflik baru. Pria asal Rembang, Jawa Tengah, itu mengatakan, masih banyak cara menyerukan kebaikan.
"Ada cara dakwah yang baik dan dengan kasih sayang. Dakwah dengan cara mengajak, bukan memaksa," tutur Widodo.
Karlia Zainul, warga lainnya, menilai, aksi yang banyak melibatkan ormas tak murni soal agama. "Saya merasa itu bukan demo soal penistaan agama, tetapi hanya ungkapan kebencian," ungkap Karlia.
Dalam hati, Karlia tidak sepakat unjuk rasa Jumat nanti mengatasnamakan agama. Kalau pun massa turun ke jalan dan membawa-bawa agama, ia berharap semua berlangsung aman dan damai.
Tanggapan terhadap rencana unjuk rasa ormas juga datang dari Gita Nawangsari, warga Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Menurutnya, masyarakat lebih baik tak terpancing aksi ini.
Wanita berusia 23 tahun itu menuturkan, isu suku, agama, ras, dan antargolongan yang dibesar-besarkan berpotensi memecah keberagaman di Tanah Air.
"Indonesia negara majemuk yang terdiri dari beragam suku, agama, ras, dan antargolongan. Jangan sampai memecah persatuan," pungkasnya.
Selasa 2 November, Presiden Joko Widodo berbincang dengan para tokoh agama dari Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah, di Istana Negara. Sehari sebelumnya, Presiden menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Dalam dua kali pertemuan berbeda tersebut, Presiden meminta tokoh agama dan elite politik menyampaikan pesan damai ke masyarakat. Presiden juga berharap, kerukunan umat terus terjaga.
"Nasihat penuh kesejukan dan penuh kedamaian dari para ulama sangat dinanti oleh umat," kata Presiden di hadapan para ulama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)