Jakarta: Organisasi Angkutan Darat (Organda) sepakat dengan aturan yang mengharuskan kursi angkot menghadap depan. Hal itu demi kualitas kenyamanan dan pelayanan penumpang.
Ketua Organda DKI Safruhan Sinungan mendukung aturan yang mulai berlaku per Februari 2018 itu. Sebab, saat ini sopir dan pengusaha jasa angkutan kota hanya memikirkan kuantitas penumpang. Namun, mengesampingkan aspek kualitas pelayanannya.
Baca: Sopir Keluhkan Wacana Bangku Angkot Hadap Depan
"Mindset ini harus diubah. Bukan soal kuantitas tapi soal kualitas layanan. Ini prioritas kita layanan harus nyaman dan aman," kata Safruhan kepada Medcom.id, Jumat, 8 Desember 2017.
Dia mengatakan, angkot tidak sewajarnya membawa banyak penumpang. Sebab, jika melihat jenis kendaraan yang digunakan, angkot seharusnya hanya boleh membawa maksimal tujuh penumpang. Selain faktor keamanan dan kenyamanan, juga demi keselamatan.
"Soal kuantitas itu tugasnya angkutan massal (MRT dan TransJakarta)," ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Andri Yansah mengatakan, rencana kursi angkot menghadap depan masih dalam kajian. Ada sejumlah pertimbangan untuk mengubah kursi angkot menghadap ke depan. Salah satunya, masuk dan keluar penumpang dirasa kurang efisien.
Akibat sistem yang kurang efisien itu, waktu yang dibutuhkan oleh angkot untuk berhenti saat penumpang naik dan turun akan bertambah. "Jadi, untuk 2018 belum (diterapkan)," kata Andri.
Baca: Kadishub DKI Sebut Duduk Angkot Hadap Depan tak Efektif
Aturan kursi angkot menghadap depan ditolak sopir angkot. Alasannya, penghasilan mereka akan menurun karena kapasitas penumpang dipastikan berkurang.
"Yang sekarang saja sudah sepi penumpang. Apalagi kursi ke depan sekali rit kita cuma dapat berapa," kata Marpaung sopir angkot M-12 jurusan Senen-Kota.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/wkBqmDBb" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Organisasi Angkutan Darat (Organda) sepakat dengan aturan yang mengharuskan kursi angkot menghadap depan. Hal itu demi kualitas kenyamanan dan pelayanan penumpang.
Ketua Organda DKI Safruhan Sinungan mendukung aturan yang mulai berlaku per Februari 2018 itu. Sebab, saat ini sopir dan pengusaha jasa angkutan kota hanya memikirkan kuantitas penumpang. Namun, mengesampingkan aspek kualitas pelayanannya.
Baca:
Sopir Keluhkan Wacana Bangku Angkot Hadap Depan
"
Mindset ini harus diubah. Bukan soal kuantitas tapi soal kualitas layanan. Ini prioritas kita layanan harus nyaman dan aman," kata Safruhan kepada
Medcom.id, Jumat, 8 Desember 2017.
Dia mengatakan, angkot tidak sewajarnya membawa banyak penumpang. Sebab, jika melihat jenis kendaraan yang digunakan, angkot seharusnya hanya boleh membawa maksimal tujuh penumpang. Selain faktor keamanan dan kenyamanan, juga demi keselamatan.
"Soal kuantitas itu tugasnya angkutan massal (MRT dan TransJakarta)," ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Andri Yansah mengatakan, rencana kursi angkot menghadap depan masih dalam kajian. Ada sejumlah pertimbangan untuk mengubah kursi angkot menghadap ke depan. Salah satunya, masuk dan keluar penumpang dirasa kurang efisien.
Akibat sistem yang kurang efisien itu, waktu yang dibutuhkan oleh angkot untuk berhenti saat penumpang naik dan turun akan bertambah. "Jadi, untuk 2018 belum (diterapkan)," kata Andri.
Baca:
Kadishub DKI Sebut Duduk Angkot Hadap Depan tak Efektif
Aturan kursi angkot menghadap depan ditolak sopir angkot. Alasannya, penghasilan mereka akan menurun karena kapasitas penumpang dipastikan berkurang.
"Yang sekarang saja sudah sepi penumpang. Apalagi kursi ke depan sekali rit kita cuma dapat berapa," kata Marpaung sopir angkot M-12 jurusan Senen-Kota.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)