medcom.id, Jakarta: Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin menilai kasus pembakaran pembegal di Pondok Aren, Tangerang Selatan, sebagai perilaku kolektif publik. Hal ini terjadi dimulai dari gesekan beberapa orang saja.
"Reaksi itu perilaku kolektif. Cukup satu orang bilang bakar, pasti terjadi itu pembakaran. Itu perilaku massa, orang baik juga bisa ikut-ikutan," kata Iqrak pada Metrotvnews.com, Kamis (26/2/2015).
Namun, menurut dia aksi yang terjadi pada Selasa 24 Febrari lalu amatlah disayangkan. Tindakan main hakim sendiri itu tidak sesuai dengan peradaban hukum yang dianut Indonesia. "Street justice tak diperbolehkan, seharusnya diproses ke kepolisian," ujar dia.
Iqrak menilai, pembakaran massa itu terlalu jauh jika disangkutpautkan dengan rendahnya kepercayaan publik kepada Korps Bhayangkara. Kendati elite kepolisian tengah sibuk menyelesaikan konflik dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sisi penegakan hukum tetap jalan terus.
"Konflik itu level elite. Kalau kita pecah kepolisian ada yang politik dan murni penegakan hukum. Kasus Budi Gunawan, Budi Waseso, dan Badrodin Haiti itu ranah politis kebijakan. Ranah bawah di tataran penegak hukum masih jalan terus. Kalau ada pencuri, polisi masih lari mengejar," imbuh dia.
Polisi, kata dia, masih terus bekerja keras membasmi kasus kejahatan jalanan. Untuk itu, ia meminta masyarakat lebih mengedepankan penegakan hukum jika ada peristiwa tangkap tangan pelaku begal serupa terjadi. "Sangat disayangkan kalau pembakaran begitu terjadi lagi. Harusnya jangan brutal," pungkas dia.  
  
  
    medcom.id, Jakarta: Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin menilai kasus pembakaran pembegal di Pondok Aren, Tangerang Selatan, sebagai perilaku kolektif publik. Hal ini terjadi dimulai dari gesekan beberapa orang saja. 
"Reaksi itu perilaku kolektif. Cukup satu orang bilang bakar, pasti terjadi itu pembakaran. Itu perilaku massa, orang baik juga bisa ikut-ikutan," kata Iqrak pada 
Metrotvnews.com, Kamis (26/2/2015). 
Namun, menurut dia aksi yang terjadi pada Selasa 24 Febrari lalu amatlah disayangkan. Tindakan main hakim sendiri itu tidak sesuai dengan peradaban hukum yang dianut Indonesia. "
Street justice tak diperbolehkan, seharusnya diproses ke kepolisian," ujar dia.
Iqrak menilai, pembakaran massa itu terlalu jauh jika disangkutpautkan dengan rendahnya kepercayaan publik kepada Korps Bhayangkara. Kendati elite kepolisian tengah sibuk menyelesaikan konflik dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sisi penegakan hukum tetap jalan terus. 
"Konflik itu level elite. Kalau kita pecah kepolisian ada yang politik dan murni penegakan hukum. Kasus Budi Gunawan, Budi Waseso, dan Badrodin Haiti itu ranah politis kebijakan. Ranah bawah di tataran penegak hukum masih jalan terus. Kalau ada pencuri, polisi masih lari mengejar," imbuh dia. 
Polisi, kata dia, masih terus bekerja keras membasmi kasus kejahatan jalanan. Untuk itu, ia meminta masyarakat lebih mengedepankan penegakan hukum jika ada peristiwa tangkap tangan pelaku begal serupa terjadi. "Sangat disayangkan kalau pembakaran begitu terjadi lagi. Harusnya jangan brutal," pungkas dia. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di 
            
                
                
                    Google News
                
            Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)