Jakarta: Penetapan tarif Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta dianggap ilegal. Pasalnya, penetapan tidak melalui rapat pimpinan gabungan, antara eksekutif dan legislatif.
Penetapan tarif MRT akhirnya diputuskan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu dengan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Renegosiasi dilakukan di ruang kerja Prasetio di Gedung DPRD DKI lantai 10.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus pun meminta penetapan tarif diulang. Penetapan tarif harus diketahui dan disetujui oleh anggota DPRD lainnya.
"Anies ketemu Pak Pras dan dia sepakat tabel yang diusulkan Pemda. Enggak boleh begitu. Saya tidak pernah memberikan kewenangan kepada Pak Pras untuk mewakili kami kemudian secara sendiri untuk bersepakat," kata Bestari saat dihubungi, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2019.
Dalam rapat pimpinan gabungan Prasetio menetapkan besaran tarif MRT Rp8.500 per 10 kilometer. Namun, Pemprov DKI tak setuju dan melakukan renegosiasi.
Baca: Taufik Kritik Cara Anies dan Prasetio Atur Tarif MRT
Dari renegosiasi itu keluar tarif MRT sebesar Rp10 ribu per 10 kilometer. Bisa juga diartikan tarif terendah Rp3 ribu dan tarif maksimal Rp14 ribu. "Tarif itu diubah tanpa ada rapat lagi. Jadi itu kesepakatan ilegal," tegas dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik satu suara dengan Bestari. Dia minta keputusan tarif MRT dibawa ke meja rapat. "Harusnya kesepakatan itu dibawa lagi ke rapim. Harus dilalui prosesnya," kata Taufik.
Politikus Partai Gerindra ini menyebut keputusan yang sudah diambil dalam rapat pimpinan tak bisa diubah semena-mena. "Setahu saya enggak bisa (main ganti keputusan). Kan mekanismenya harus dilalui secara betul," ujar Taufik.
Jakarta: Penetapan tarif Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta dianggap ilegal. Pasalnya, penetapan tidak melalui rapat pimpinan gabungan, antara eksekutif dan legislatif.
Penetapan tarif MRT akhirnya diputuskan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu dengan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Renegosiasi dilakukan di ruang kerja Prasetio di Gedung DPRD DKI lantai 10.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus pun meminta penetapan tarif diulang. Penetapan tarif harus diketahui dan disetujui oleh anggota DPRD lainnya.
"Anies ketemu Pak Pras dan dia sepakat tabel yang diusulkan Pemda. Enggak boleh begitu. Saya tidak pernah memberikan kewenangan kepada Pak Pras untuk mewakili kami kemudian secara sendiri untuk bersepakat," kata Bestari saat dihubungi, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2019.
Dalam rapat pimpinan gabungan Prasetio menetapkan besaran tarif MRT Rp8.500 per 10 kilometer. Namun, Pemprov DKI tak setuju dan melakukan renegosiasi.
Baca: Taufik Kritik Cara Anies dan Prasetio Atur Tarif MRT
Dari renegosiasi itu keluar tarif MRT sebesar Rp10 ribu per 10 kilometer. Bisa juga diartikan tarif terendah Rp3 ribu dan tarif maksimal Rp14 ribu. "Tarif itu diubah tanpa ada rapat lagi. Jadi itu kesepakatan ilegal," tegas dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik satu suara dengan Bestari. Dia minta keputusan tarif MRT dibawa ke meja rapat. "Harusnya kesepakatan itu dibawa lagi ke rapim. Harus dilalui prosesnya," kata Taufik.
Politikus Partai Gerindra ini menyebut keputusan yang sudah diambil dalam rapat pimpinan tak bisa diubah semena-mena. "Setahu saya enggak bisa (main ganti keputusan). Kan mekanismenya harus dilalui secara betul," ujar Taufik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)
