Jakarta: Warga Kelurahan Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur mengaku tidak memiliki persiapan khusus menghadapi banjir akhir tahun. Pasalnya sudah tiga tahun belakangan ini banjir tidak terlalu tinggi meredam pemukimannya.
Salah satu warga Lasmi (69) mengatakan Febuari lalu banjir hanya sekitar 50 sentimeter. Ia telah mendiami pemukiman tersebut sejak 1986.
"Kalau ada pemberitahuan dari kelurahan untuk siaga baru kita mengungsi, paling yang dibawa surat nikah, akte anak ," ujarnya kepada Medcom.id, Jakarta Timur, Kamis 18 Oktober 2018.
Ia menambahkan, terakhir banjir besar terjadi pada 2015 setinggi orang dewasa menenggelami kawasan tersebut. Pihaknya pun tetap bersikeras untuk mendiaminya.
Sama halnya dengan tetangganya, Ijah (55) yang meski baru dua tahun mendiami kediaman berbentuk bedeng tetap betah tinggal di sana.
Namun pihaknya menyadari bagunan yang ia tempati saat ini berdiri di atas tanah negara. Sehingga ia akan pasrah ketika ada penggusuran.
"Kita mah cuman tinggal nunggu perintah pemerintah saja, udah tidak kaget bongkar membongkar mah," tutur dia.
Senada, Bara (28) menjelaskan warga di sini sangat taat dengan pemerintah. Ketika ada surat penggusuran dengan tanpa pemaksaan mereka bersedia pindah.
"Warga di sini udah terkenal paling nurut, ada pindahan juga kita manut saja, ya mudah-mudah tidak ada pindahan," ujar Bara.
Lebih lanjut, Bara mengungkapkan tempat lahirnya ini sangat nyaman untuk ditinggali meski banjir kerap terjadi. Terlebih pada malam hari lalu air sungai Ciliwung kembali meninggi meski belum menyentuh pemukiman warga.
"Betah aja, sampai akhir hayat, biar sering banjir mah," pungkas dia.
Jakarta: Warga Kelurahan Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur mengaku tidak memiliki persiapan khusus menghadapi banjir akhir tahun. Pasalnya sudah tiga tahun belakangan ini banjir tidak terlalu tinggi meredam pemukimannya.
Salah satu warga Lasmi (69) mengatakan Febuari lalu banjir hanya sekitar 50 sentimeter. Ia telah mendiami pemukiman tersebut sejak 1986.
"Kalau ada pemberitahuan dari kelurahan untuk siaga baru kita mengungsi, paling yang dibawa surat nikah, akte anak ," ujarnya kepada
Medcom.id, Jakarta Timur, Kamis 18 Oktober 2018.
Ia menambahkan, terakhir banjir besar terjadi pada 2015 setinggi orang dewasa menenggelami kawasan tersebut. Pihaknya pun tetap bersikeras untuk mendiaminya.
Sama halnya dengan tetangganya, Ijah (55) yang meski baru dua tahun mendiami kediaman berbentuk bedeng tetap betah tinggal di sana.
Namun pihaknya menyadari bagunan yang ia tempati saat ini berdiri di atas tanah negara. Sehingga ia akan pasrah ketika ada penggusuran.
"Kita mah cuman tinggal nunggu perintah pemerintah saja, udah tidak kaget bongkar membongkar mah," tutur dia.
Senada, Bara (28) menjelaskan warga di sini sangat taat dengan pemerintah. Ketika ada surat penggusuran dengan tanpa pemaksaan mereka bersedia pindah.
"Warga di sini udah terkenal paling nurut, ada pindahan juga kita manut saja, ya mudah-mudah tidak ada pindahan," ujar Bara.
Lebih lanjut, Bara mengungkapkan tempat lahirnya ini sangat nyaman untuk ditinggali meski banjir kerap terjadi. Terlebih pada malam hari lalu air sungai Ciliwung kembali meninggi meski belum menyentuh pemukiman warga.
"Betah aja, sampai akhir hayat, biar sering banjir mah," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(SCI)