medcom.id, Jakarta: Uji publik atau eksaminasi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) memungkinkan untuk dilakukan. Publik bisa menilai baik dan buruk hasil putusan tersebut.
"Masyarakat bisa menilai, dan itu (uji publik) boleh dilakukan," kata Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie kepada Metrotvnews.com, Jumat 25 Agustus 2017.
Pernyataan Jimly tersebut menanggapi keputusan MA mencabut beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Beberapa pengamat transportasi menganggap putusan MA itu menimbulkan polemik baru.
Jimly menuturkan, publik berhak menyampaikan pendapat terkait putusan MA. Uji publik juga sudah biasa dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Meski demikian, kata Jimly, putusan MA tersebut tetap mesti dihormati.
"Tapi (uji publik) tidak melibatkan MA-nya. Kalau dari masyarakat boleh saja," kata dia.
Menurut Jimly, putusan MA berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang langsung mengikat setelah ketuk palu. Putusan MA yang mengabulkan penggugat hanya memerintahkan poin peraturan yang dianggap bertentangan agar dicabut.
"MA putusannya dalam JR tidak seperti itu (langsung mengikat). Ia hanya memerintahkan supaya peraturan yang bersangkutan dicabut. Artinya MA memerintahkan kepada yang membuat itu (Menteri Perhubungan) mencabut dulu peraturan yang bertentangan," paparnya.
Putusan MA tidak terikat waktu untuk segera dilaksanakan pemerintah. Jimly berpandangan, pemerintah masih punya banyak kesempatan untuk memikirkan regulasi baru agar bisa diterima dengan baik oleh semua pihak.
"Tindakan pencabutan itu (hasil putusan MA) dibutuhkan waktu. Beda dengan putusan MK yang langsung berlaku mengikat, putusan MA hanya perintah," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku kaget atas keputusan MA yang menganulir 14 poin dalam Permenhub No. 2/2017. Dia mengatakan, pada dasarnya pemerintah hanya ingin mengayomi, menerapkan konsep memberi kemaslahatan kepada semua pihak dengan tujuan kesetaraan antara taksi daring dan konvensional.
"(Permenhub taksi online) tidak akan langsung dicabut karena memang secara hukum acara masih memiliki waktu 3 bulan untuk pasal ini tetap berlaku. Ini tentu akan mengurangi keresahan masyarakat," kata Budi dalam Metro Pagi Primetime, Kamis 24 Agustus 2017.
Budi mengatakan sementara ini pihaknya hanya akan melakukan koordinasi termasuk dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mencari penjelasan bagaimana jika ketentuan ini tetap berlaku atau sebaliknya. Pihaknya juga akan duduk bersama dengan Organda, Masyrakat Transportasi Indonesia (MTI), stakeholder taksi daring hingga ahli hukum untuk merumuskan formula baru terkait aturan ini.
"Kita akan mencari (cara) dan akan sangat hati-hati memberlakukan satu ketentuan apalagi yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat setiap hari. Sementara kami konsolidasi, sosialisasi, menjelaskan bahwa pemerintah hanya berniat memberikan kesetaraan tidak ada keinginan mematikan satu sama lain," jelasnya.
Hakim MA mengabulkan gugatan pengemudi online atas Permenhub 26/2017. Dalam putusan bernomor 37 P/HUM/2017, MA menyatakan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online adalah konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi. Apalagi moda transportasi online juga menawarkan pelayanan yang baik, jaminan keamanan memadai, harga yang murah, dan tepat waktu.
medcom.id, Jakarta: Uji publik atau eksaminasi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) memungkinkan untuk dilakukan. Publik bisa menilai baik dan buruk hasil putusan tersebut.
"Masyarakat bisa menilai, dan itu (uji publik) boleh dilakukan," kata Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie kepada
Metrotvnews.com, Jumat 25 Agustus 2017.
Pernyataan Jimly tersebut menanggapi keputusan MA mencabut beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Beberapa pengamat transportasi menganggap putusan MA itu menimbulkan polemik baru.
Jimly menuturkan, publik berhak menyampaikan pendapat terkait putusan MA. Uji publik juga sudah biasa dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Meski demikian, kata Jimly, putusan MA tersebut tetap mesti dihormati.
"Tapi (uji publik) tidak melibatkan MA-nya. Kalau dari masyarakat boleh saja," kata dia.
Menurut Jimly, putusan MA berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang langsung mengikat setelah ketuk palu. Putusan MA yang mengabulkan penggugat hanya memerintahkan poin peraturan yang dianggap bertentangan agar dicabut.
"MA putusannya dalam JR tidak seperti itu (langsung mengikat). Ia hanya memerintahkan supaya peraturan yang bersangkutan dicabut. Artinya MA memerintahkan kepada yang membuat itu (Menteri Perhubungan) mencabut dulu peraturan yang bertentangan," paparnya.
Putusan MA tidak terikat waktu untuk segera dilaksanakan pemerintah. Jimly berpandangan, pemerintah masih punya banyak kesempatan untuk memikirkan regulasi baru agar bisa diterima dengan baik oleh semua pihak.
"Tindakan pencabutan itu (hasil putusan MA) dibutuhkan waktu. Beda dengan putusan MK yang langsung berlaku mengikat, putusan MA hanya perintah," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku kaget atas keputusan MA yang menganulir 14 poin dalam Permenhub No. 2/2017. Dia mengatakan, pada dasarnya pemerintah hanya ingin mengayomi, menerapkan konsep memberi kemaslahatan kepada semua pihak dengan tujuan kesetaraan antara taksi daring dan konvensional.
"(Permenhub taksi online) tidak akan langsung dicabut karena memang secara hukum acara masih memiliki waktu 3 bulan untuk pasal ini tetap berlaku. Ini tentu akan mengurangi keresahan masyarakat," kata Budi dalam Metro Pagi Primetime, Kamis 24 Agustus 2017.
Budi mengatakan sementara ini pihaknya hanya akan melakukan koordinasi termasuk dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mencari penjelasan bagaimana jika ketentuan ini tetap berlaku atau sebaliknya. Pihaknya juga akan duduk bersama dengan Organda, Masyrakat Transportasi Indonesia (MTI), stakeholder taksi daring hingga ahli hukum untuk merumuskan formula baru terkait aturan ini.
"Kita akan mencari (cara) dan akan sangat hati-hati memberlakukan satu ketentuan apalagi yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat setiap hari. Sementara kami konsolidasi, sosialisasi, menjelaskan bahwa pemerintah hanya berniat memberikan kesetaraan tidak ada keinginan mematikan satu sama lain," jelasnya.
Hakim MA mengabulkan gugatan pengemudi online atas Permenhub 26/2017. Dalam putusan bernomor 37 P/HUM/2017, MA menyatakan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online adalah konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi. Apalagi moda transportasi online juga menawarkan pelayanan yang baik, jaminan keamanan memadai, harga yang murah, dan tepat waktu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)