medcom.id, Jakarta: Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan meminta publik tidak melihat keputusan pemerintah merobohkan rumah di Kampung Pulo sebagai penggusuran, tetapi penataan wilayah. Dia menilai, tidak mungkin warga terus bertahan di wilayah langganan banjir tersebut.
"Di sana (Kampung Pulo) bukan penggusuran tapi penataan wilayah," kata Ferry di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Ferry menyampaikan, apa yang dilakukan pemerintah semata-mata untuk menuntaskan masalah banjir dan mengurangi korban yang terdampak. "Kalau dibiarkan saja kan banjir. Dalam rangka mengatasi banjir maka masyarakat harus direlokasi. Jadi, tidak ada yang salah," kata dia.
(Klik: 265 Bangunan di Kampung Pulo Sudah Rata dengan Tanah)
Menurutnya, pemerintah tidak mungkin menuruti permintaan warga agar rumah mereka tidak digusur atau pindah dengan ganti rugi. Karena, tanah yang sudah ditempati warga puluhan tahun itu milik pemerintah.
"Tidak ada ganti rugi. Mereka kan direlokasi. Kalau tidak mau, nanti tinggal ditanya. Susah juga kalau pemerintah mengalah dan menyerah. Akan semakin menyengsarakan masyarakat. Sudah tahu banjir, masa kami biarkan saja," pungkas politikus Partai NasDem ini.
Banyak yang mengecam penggusuran warga Kampung Pulo karena ada tindak kekerasan saat bentrok, Kamis 20 Agustus. Tokoh Komunitas Ciliwung Merdeka Jaya Suprana menilai, pemerintah tak manusiawi karena memindahkan warga dengan kekerasan.
Apalagi, dia mengatakan, penggusuran dilaksanakan saat proses hukum gugatan warga Kampung Pulo masih berlangsung. Seharusnya, pemerintah menunggu putusan pengadilan.
"Seharusnya tidak begini caranya. Gugatan kan sedang ditempuh, seharusnya tunggu putusan dari gugatan itu dulu," kata Jaya.
(Klik: Ahok Tegaskan Warga Bisa Kembali ke Kampung Pulo)
Pendapat Habib Salim Alatas atau biasa disapa Habib Selon juga sama. Kemarin, ia melihat penggusuran di Kampung Pulo. Menurut Ketua FPI DKI Jakarta ini, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI lebih mengutamakan musyawarah mufakat dibandingkan menggusur dengan kekerasan.
"Harusnya pemerintah maunya apa, warga maunya apa ya diomongin. Ngopi-ngopi bareng kan biar lebih enak. Biar mufakat seperti Tanah Abang waktu itu," ujarnya.
medcom.id, Jakarta: Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan meminta publik tidak melihat keputusan pemerintah merobohkan rumah di Kampung Pulo sebagai penggusuran, tetapi penataan wilayah. Dia menilai, tidak mungkin warga terus bertahan di wilayah langganan banjir tersebut.
"Di sana (Kampung Pulo) bukan penggusuran tapi penataan wilayah," kata Ferry di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Ferry menyampaikan, apa yang dilakukan pemerintah semata-mata untuk menuntaskan masalah banjir dan mengurangi korban yang terdampak. "Kalau dibiarkan saja kan banjir. Dalam rangka mengatasi banjir maka masyarakat harus direlokasi. Jadi, tidak ada yang salah," kata dia.
(
Klik: 265 Bangunan di Kampung Pulo Sudah Rata dengan Tanah)
Menurutnya, pemerintah tidak mungkin menuruti permintaan warga agar rumah mereka tidak digusur atau pindah dengan ganti rugi. Karena, tanah yang sudah ditempati warga puluhan tahun itu milik pemerintah.
"Tidak ada ganti rugi. Mereka kan direlokasi. Kalau tidak mau, nanti tinggal ditanya. Susah juga kalau pemerintah mengalah dan menyerah. Akan semakin menyengsarakan masyarakat. Sudah tahu banjir, masa kami biarkan saja," pungkas politikus Partai NasDem ini.
Banyak yang mengecam penggusuran warga Kampung Pulo karena ada tindak kekerasan saat bentrok, Kamis 20 Agustus. Tokoh Komunitas Ciliwung Merdeka Jaya Suprana menilai, pemerintah tak manusiawi karena memindahkan warga dengan kekerasan.
Apalagi, dia mengatakan, penggusuran dilaksanakan saat proses hukum gugatan warga Kampung Pulo masih berlangsung. Seharusnya, pemerintah menunggu putusan pengadilan.
"Seharusnya tidak begini caranya. Gugatan kan sedang ditempuh, seharusnya tunggu putusan dari gugatan itu dulu," kata Jaya.
(
Klik: Ahok Tegaskan Warga Bisa Kembali ke Kampung Pulo)
Pendapat Habib Salim Alatas atau biasa disapa Habib Selon juga sama. Kemarin, ia melihat penggusuran di Kampung Pulo. Menurut Ketua FPI DKI Jakarta ini, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI lebih mengutamakan musyawarah mufakat dibandingkan menggusur dengan kekerasan.
"Harusnya pemerintah maunya apa, warga maunya apa ya
diomongin.
Ngopi-ngopi bareng kan biar lebih enak. Biar mufakat seperti Tanah Abang waktu itu," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)