medcom.id, Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai vonis yang di berikan Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap lima terdakwa pelaku kekerasan seksual terhadap siswa Taman Kanak-kanak Jakarta Internasional School (JIS) merupakan langkah tepat untuk memberantas meluasnya kasus kejahatan terhadap amak-anak di Indonesia.
"Ini langkah awal yang penting untuk penuntasan kasus selanjutnya. Putusan hakim ini di dasarkan pada fakta-fakta persidangan. Putusan ini mengonfirmasi kebenaran adanya sindikat kejahatan seksual di JIS. Kejahatan seksual sodomi benar terjadi, korban tidak hanya satu, dan pelaku tidak sendiri. Ini langkah awal yang sangat penting untuk jadi pintu masuk penuntasan kasus kejahatan seksual terhadap anak di JIS hingga ke akarnya," kata Asrorun Niam Sholeh, Ketua KPAI melalui pesan singkat yang diterima Metrotvnews.com, Selasa (23/12/2014).
Dalam perspektif perlindungan anak, lanjut Asrorun, KPAI tentu beharap ada hukuman maksimal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak agar ada efek jera. Meski begitu, KPAI menghormati independensi dan profesionalitas hakim dalam memutus perkara kasus ini.
"KPAI menilai putusan ini merupakan langkah awal untuk menuntaskan kasus kejahatan seksual terhadap anak di JIS untuk diungkap dan diputus seadil-adilnya, di persidangan berikut dengan terdakwa lain," lanjutnya.
Asrorun kembali mengatakan bahwa KPAI berharap masyarakat juga melakukan pengawasan optimal terhadap kasus ini di tengah upaya pembalikan opini sistematis yang menggiring opini publik seolah-olah kejahatan seksual terhadap anak itu hanya rekaan dan tdak pernah terjadi.
"Hakim harus tetap profesional serta tidak terintervensi, meski terdakwa berikutnya melibatkan orang asing. Sangat mungkin intervensi itu terus coba untuk dilakukan. Masyarakat perlu lakukan pengawasan," beber Asrorun.
Sementara itu kuasa hukum Virgiawan Amin alias Awan dan Agun Iskandar, Patra M. Zen mengatakan bahwa kliennya tersebut tidak pernah melakukan tindakan yang disangkakan. Patra mengatakan bahwa selama persidangan tidak ada saksi yang bisa menunjukan bukti bahwa kliennya melakukan tindak kekerasan seksual seperti yang di maksudkan.
"Pembelaan sudah diberikan, semua pembuktian kami yakin anak itu (AK) tidak pernah mengalami sodomi. Semua bukti bahwa sodomi itu tak pernah terjadi. Bukti medis sudah ditunjukan, bukti medis tidak menunjukan adanya tindak sodomi," katanya pekan lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dengan tidak ditemukannya bekas luka pada lubang pelepas AK, Patra sendiri berharap agar kliennya bisa bebas dari tuntutan Jaksa.
Sebelumnya Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (22/12/2014) menjatuhkan vonis hukuman delapan tahun penjara kepada empat terdakwa pelaku kekerasan seksual terhadap siswa Taman Kanak-Kanak Jakarta International School (JIS).
Hakim juga mengenakan denda Rp100 juta subsider tiga bulan tahanan kepada keempat terdakwa yang sebelumnya merupakan petugas kebersihan alih daya di sekolah itu, yakni Virgiawan Amin alias Awan, Agun Iskandar, Zainal Abidin dan Syahrial.
Sementara Ketua Majelis Hakim Ahmad Yunus memvonis seorang terdakwa lainnya, perempuan bernama Afrischa Setyani, dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Hakim menilai Afrischa turut serta membantu keempat terdakwa lainnya melakukan kekerasan seksual terhadap siswa taman kanak-kanak di sekolah internasional tersebut.
Para hakim menyatakan kelima terdakwa itu telah terbukti melanggar Pasal 82 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 5 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 KUHP.
Sebelumnya jaksa menuntut terdakwa dengan Pasal 82 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 5 ayat 1 KUHP jo Pasal 64 KUHP dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
medcom.id, Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai vonis yang di berikan Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap lima terdakwa pelaku kekerasan seksual terhadap siswa Taman Kanak-kanak Jakarta Internasional School (JIS) merupakan langkah tepat untuk memberantas meluasnya kasus kejahatan terhadap amak-anak di Indonesia.
"Ini langkah awal yang penting untuk penuntasan kasus selanjutnya. Putusan hakim ini di dasarkan pada fakta-fakta persidangan. Putusan ini mengonfirmasi kebenaran adanya sindikat kejahatan seksual di JIS. Kejahatan seksual sodomi benar terjadi, korban tidak hanya satu, dan pelaku tidak sendiri. Ini langkah awal yang sangat penting untuk jadi pintu masuk penuntasan kasus kejahatan seksual terhadap anak di JIS hingga ke akarnya," kata Asrorun Niam Sholeh, Ketua KPAI melalui pesan singkat yang diterima
Metrotvnews.com, Selasa (23/12/2014).
Dalam perspektif perlindungan anak, lanjut Asrorun, KPAI tentu beharap ada hukuman maksimal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak agar ada efek jera. Meski begitu, KPAI menghormati independensi dan profesionalitas hakim dalam memutus perkara kasus ini.
"KPAI menilai putusan ini merupakan langkah awal untuk menuntaskan kasus kejahatan seksual terhadap anak di JIS untuk diungkap dan diputus seadil-adilnya, di persidangan berikut dengan terdakwa lain," lanjutnya.
Asrorun kembali mengatakan bahwa KPAI berharap masyarakat juga melakukan pengawasan optimal terhadap kasus ini di tengah upaya pembalikan opini sistematis yang menggiring opini publik seolah-olah kejahatan seksual terhadap anak itu hanya rekaan dan tdak pernah terjadi.
"Hakim harus tetap profesional serta tidak terintervensi, meski terdakwa berikutnya melibatkan orang asing. Sangat mungkin intervensi itu terus coba untuk dilakukan. Masyarakat perlu lakukan pengawasan," beber Asrorun.
Sementara itu kuasa hukum Virgiawan Amin alias Awan dan Agun Iskandar, Patra M. Zen mengatakan bahwa kliennya tersebut tidak pernah melakukan tindakan yang disangkakan. Patra mengatakan bahwa selama persidangan tidak ada saksi yang bisa menunjukan bukti bahwa kliennya melakukan tindak kekerasan seksual seperti yang di maksudkan.
"Pembelaan sudah diberikan, semua pembuktian kami yakin anak itu (AK) tidak pernah mengalami sodomi. Semua bukti bahwa sodomi itu tak pernah terjadi. Bukti medis sudah ditunjukan, bukti medis tidak menunjukan adanya tindak sodomi," katanya pekan lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dengan tidak ditemukannya bekas luka pada lubang pelepas AK, Patra sendiri berharap agar kliennya bisa bebas dari tuntutan Jaksa.
Sebelumnya Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (22/12/2014) menjatuhkan vonis hukuman delapan tahun penjara kepada empat terdakwa pelaku kekerasan seksual terhadap siswa Taman Kanak-Kanak Jakarta International School (JIS).
Hakim juga mengenakan denda Rp100 juta subsider tiga bulan tahanan kepada keempat terdakwa yang sebelumnya merupakan petugas kebersihan alih daya di sekolah itu, yakni Virgiawan Amin alias Awan, Agun Iskandar, Zainal Abidin dan Syahrial.
Sementara Ketua Majelis Hakim Ahmad Yunus memvonis seorang terdakwa lainnya, perempuan bernama Afrischa Setyani, dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Hakim menilai Afrischa turut serta membantu keempat terdakwa lainnya melakukan kekerasan seksual terhadap siswa taman kanak-kanak di sekolah internasional tersebut.
Para hakim menyatakan kelima terdakwa itu telah terbukti melanggar Pasal 82 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 5 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 KUHP.
Sebelumnya jaksa menuntut terdakwa dengan Pasal 82 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 5 ayat 1 KUHP jo Pasal 64 KUHP dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)