Jakarta: Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menyebut Jakarta tidak butuh Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Hal itu dinilai akan menambah masalah baru.
“Jakarta tidak butuh PLTSa. Selain dampak mengancam lingkungan, hal itu sama saja mengaburkan tanggung jawab produsen plastik,” kata Tubagus kepada Medcom.id, Selasa, 23 Juli 2019.
Tubagus merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 97 Tahun 2017 tentang Sampah Rumah Tangga dan Sejenisnya. Dalam PP tersebut, produsen plastik harus bertanggung jawab mengelola sampah produksi dan konsumsi.
Baca: Pergub Sampah Plastik Sebuah Keharusan
Jakarta seharusnya memanfaatkan energi terbarukan seperti matahari dan angin. “Kalau dari sampah artinya pemerintah terus ngeluarin input sampah. Ini kan bertolak belakang jadinya,” ujar dia.
Selain itu, lanjut dia, sampah harus dibakar untuk dikonversi menjadi tenaga listrik. Hal itu dinilai akan membebani pemerintah karena harus membangun sarana dan prasarana. “Proyek itu tidak menyelesaikan masalah dan malah muncul masalah baru,” imbuh Tubagus.
Dia mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatur teknis tanggung jawab produsen sampah. KLHK, kata Tubagus, perlu membuat peta jalan (road map) bagaimana sampah beredar dan tanggung jawab pengelolaannya.
“Kita ingin sampah berhenti di sumbernya,” tandasnya.
Jakarta: Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menyebut Jakarta tidak butuh Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Hal itu dinilai akan menambah masalah baru.
“Jakarta tidak butuh PLTSa. Selain dampak mengancam lingkungan, hal itu sama saja mengaburkan tanggung jawab produsen plastik,” kata Tubagus kepada Medcom.id, Selasa, 23 Juli 2019.
Tubagus merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 97 Tahun 2017 tentang Sampah Rumah Tangga dan Sejenisnya. Dalam PP tersebut, produsen plastik harus bertanggung jawab mengelola sampah produksi dan konsumsi.
Baca: Pergub Sampah Plastik Sebuah Keharusan
Jakarta seharusnya memanfaatkan energi terbarukan seperti matahari dan angin. “Kalau dari sampah artinya pemerintah terus ngeluarin input sampah. Ini kan bertolak belakang jadinya,” ujar dia.
Selain itu, lanjut dia, sampah harus dibakar untuk dikonversi menjadi tenaga listrik. Hal itu dinilai akan membebani pemerintah karena harus membangun sarana dan prasarana. “Proyek itu tidak menyelesaikan masalah dan malah muncul masalah baru,” imbuh Tubagus.
Dia mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatur teknis tanggung jawab produsen sampah. KLHK, kata Tubagus, perlu membuat peta jalan (road map) bagaimana sampah beredar dan tanggung jawab pengelolaannya.
“Kita ingin sampah berhenti di sumbernya,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)