Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah tidak sepakat dengan rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang bakal mengatur jam kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) demi mengatasi kemacetan Ibu Kota.
“Enggak setuju karena enggak akan berpengaruh banyak terhadap tujuan awalnya untuk mengurangi kemacetan, karena persentasenya kecil untuk ASN,” kata Trubus saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Senin, 8 Mei 2023.
Lebih lanjut, Trubus mengatakan rencana kebijakan pengaturan jam kerja ASN tersebut akan menjadi masalah baru dalam kemacetan Ibu Kota.
“Macetnya makin macet, sore itu kan jadi jamnya kan, semakin malam pegawai swasta pulangnya sama, pegawai ASN kementerian/lembaga sama. Jadi, malah tambah macet lagi,” ujarnya.
Trubus menilai rencana tersebut tidak akan efektif untuk mengurangi kemacetan Ibu Kota. Pasalnya, total ASN Pemprov DKI tak sebanding dengan jumlah ASN yang masuk ke wilayah Jakarta.
“Kalau untuk mengurangi kemacetan tidak efektif, kan Pemprov DKI ini ASN-nya sedikit, yang paling banyak itu Jakarta kementerian/lembaga yang K/L,” jelasnya.
Kedua, lanjut Trubus, kebijakan tersebut sebenarnya akan berpengaruh pada produktivitas masyarakat. Lantaran menurutnya pegawai swasta tetap tidak akan patuh menerapkan jam kerja ASN.
Apabila kebijakan tersebut diberlakukan, Pemprov DKI Jakarta diminta untuk memberi kompensasi bagi perusahaan swasta di Ibu Kota.
“Kalau misalnya mau menerapkan Pemprov harus kasih konsekuensi dong, jadi harus ada kebijakan insentif. Misalnya pajaknya diperingan atau apa bisa kan. Kalau enggak bisa ya enggak akan mau,” tuturnya.
Menurutnya, Ibu Kota dapat mengurangi polusi dengan menggenjot transportasi umum seperti mobil listrik.
Tak hanya itu, dirinya juga menyinggung soal jalan berbayar secara elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas di DKI Jakarta.
“Kalau saya sih Pemprov DKI lebih baik mengeluarkan ERP jalan berbayar itu, tetapi jangan semua jalan diterapkan, terutama untuk MH Thamrin segitiga itu, jalan-jalan yang banyak kantor-kantor itu berbayar,” ungkapnya.
Kendati demikian, pengamat kebijakan publik itu pun meminta, agar selaras sebaiknya rencana adanya jam kerja ASN perlu dikoordinasikan dengan Pemerintahan Pusat, sekaligus berkoordinasi dengan beberapa kota tetangga.
“Perlu berkoordinasi dengan negara tetangga seperti Bogor dan Tangerang, karena Jakarta kalau siang paling banyak dari pinggiran tetangga itu, jadi harus dikoordinasikan supaya ada kebijakan yang sama. Kalau Jakarta sendiri yang menerapkan mana ada manfaatnya, malah nanti menimbulkan protes-protes masyarakat,” tutupnya. (Siti Fauziah Alpitasari)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah tidak sepakat dengan rencana Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta yang bakal mengatur jam kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) demi mengatasi
kemacetan Ibu Kota.
“Enggak setuju karena enggak akan berpengaruh banyak terhadap tujuan awalnya untuk mengurangi kemacetan, karena persentasenya kecil untuk ASN,” kata Trubus saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Senin, 8 Mei 2023.
Lebih lanjut, Trubus mengatakan rencana kebijakan pengaturan jam kerja
ASN tersebut akan menjadi masalah baru dalam kemacetan Ibu Kota.
“Macetnya makin macet, sore itu kan jadi jamnya kan, semakin malam pegawai swasta pulangnya sama, pegawai ASN kementerian/lembaga sama. Jadi, malah tambah macet lagi,” ujarnya.
Trubus menilai rencana tersebut tidak akan efektif untuk mengurangi kemacetan Ibu Kota. Pasalnya, total ASN Pemprov DKI tak sebanding dengan jumlah ASN yang masuk ke wilayah Jakarta.
“Kalau untuk mengurangi kemacetan tidak efektif, kan Pemprov DKI ini ASN-nya sedikit, yang paling banyak itu Jakarta kementerian/lembaga yang K/L,” jelasnya.
Kedua, lanjut Trubus, kebijakan tersebut sebenarnya akan berpengaruh pada produktivitas masyarakat. Lantaran menurutnya pegawai swasta tetap tidak akan patuh menerapkan jam kerja ASN.
Apabila kebijakan tersebut diberlakukan, Pemprov DKI Jakarta diminta untuk memberi kompensasi bagi perusahaan swasta di Ibu Kota.
“Kalau misalnya mau menerapkan Pemprov harus kasih konsekuensi dong, jadi harus ada kebijakan insentif. Misalnya pajaknya diperingan atau apa bisa kan. Kalau enggak bisa ya enggak akan mau,” tuturnya.
Menurutnya, Ibu Kota dapat mengurangi polusi dengan menggenjot transportasi umum seperti mobil listrik.
Tak hanya itu, dirinya juga menyinggung soal jalan berbayar secara elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas di DKI Jakarta.
“Kalau saya sih Pemprov DKI lebih baik mengeluarkan ERP jalan berbayar itu, tetapi jangan semua jalan diterapkan, terutama untuk MH Thamrin segitiga itu, jalan-jalan yang banyak kantor-kantor itu berbayar,” ungkapnya.
Kendati demikian, pengamat kebijakan publik itu pun meminta, agar selaras sebaiknya rencana adanya jam kerja ASN perlu dikoordinasikan dengan Pemerintahan Pusat, sekaligus berkoordinasi dengan beberapa kota tetangga.
“Perlu berkoordinasi dengan negara tetangga seperti Bogor dan Tangerang, karena Jakarta kalau siang paling banyak dari pinggiran tetangga itu, jadi harus dikoordinasikan supaya ada kebijakan yang sama. Kalau Jakarta sendiri yang menerapkan mana ada manfaatnya, malah nanti menimbulkan protes-protes masyarakat,” tutupnya. (
Siti Fauziah Alpitasari)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)