Jakarta: Surat bernomor HK.202/I/9/DRJD/2018 disebut menghambat implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio meminta surat itu dicabut dan Kemenhub segera mengimplementasikan permenhub yang mengatur taksi online tersebut.
"Cabut surat itu dan segera terapkan permenhub tanpa pengecualian," kata Agus, seperti dilansir Antara, Selasa, 26 Maret 2018.
Menurutnya, sudah terlalu banyak kendaraan pribadi dari daerah yang masuk ke kawasan Jakarta dan sekitarnya. Hal ini semakin menambah kepadatan lalu lintas di Ibu Kota.
"Terapkan permenhub secara menyeluruh, jangan setengah-setengah. Jika memang pemerintah tidak mau mengimplementasikannya, bebaskan saja negara tanpa adanya acuan hukum yang jelas layaknya di hutan," kata dia mangkel.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga mendesak Kemenhub dan kepolisian konsisten mengimplementasikan permenhub ini.
"Bahkan kalau perlu memperkuatnya," kata dia.
Tulus menilai permenhub tersebut masih terlalu longgar. Alasannya, aturan tersebut belum sejalan dengan misi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Hak konsumen untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan saat menggunakan taksi online belum maksimal," katanya.
Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugihardjo menyatakan aturan Angkutan Sewa Khusus (ASK) berbasis aplikasi atau taksi online dan taksi regular masih dalam proses pengujian.
"Permenhub tersebut keluar bukan bermaksud untuk menghambat salah satu jenis angkutan, tapi justru untuk mengakomodasi kedua belah pihak agar setara. Agar ada saling menguntungkan antara ASK dan taksi regular," kata dia.
Baca: Polri Tekankan Pentingnya Aturan Taksi Online
Surat edaran Kemenhub bernomor HK.202/I/9/DRJD/2018 diterbitkan pada 20 Februari 2018. Isinya, memerintahkan instansi terkait seperti Korlantas Polri, BPTJ, dan Kepala Dinas Perhubungan seluruh Indonesia untuk tidak menegakkan hukum terhadap operasional taksi online. Kebijakan itu berlaku sampai adanya perkembangan lebih lanjut.
Surat tersebut terbit karena adanya protes dari pengemudi taksi online yang menolak pemberlakuan permenhub soal taksi online. Sejatinya, permenhub itu berlaku efektif pada 1 Februari 2018.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GNGM3ejk" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Surat bernomor HK.202/I/9/DRJD/2018 disebut menghambat implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio meminta surat itu dicabut dan Kemenhub segera mengimplementasikan permenhub yang mengatur taksi
online tersebut.
"Cabut surat itu dan segera terapkan permenhub tanpa pengecualian," kata Agus, seperti dilansir
Antara, Selasa, 26 Maret 2018.
Menurutnya, sudah terlalu banyak kendaraan pribadi dari daerah yang masuk ke kawasan Jakarta dan sekitarnya. Hal ini semakin menambah kepadatan lalu lintas di Ibu Kota.
"Terapkan permenhub secara menyeluruh, jangan setengah-setengah. Jika memang pemerintah tidak mau mengimplementasikannya, bebaskan saja negara tanpa adanya acuan hukum yang jelas layaknya di hutan," kata dia mangkel.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga mendesak Kemenhub dan kepolisian konsisten mengimplementasikan permenhub ini.
"Bahkan kalau perlu memperkuatnya," kata dia.
Tulus menilai permenhub tersebut masih terlalu longgar. Alasannya, aturan tersebut belum sejalan dengan misi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Hak konsumen untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan saat menggunakan taksi
online belum maksimal," katanya.
Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugihardjo menyatakan aturan Angkutan Sewa Khusus (ASK) berbasis aplikasi atau taksi
online dan taksi regular masih dalam proses pengujian.
"Permenhub tersebut keluar bukan bermaksud untuk menghambat salah satu jenis angkutan, tapi justru untuk mengakomodasi kedua belah pihak agar setara. Agar ada saling menguntungkan antara ASK dan taksi regular," kata dia.
Baca:
Polri Tekankan Pentingnya Aturan Taksi Online
Surat edaran Kemenhub bernomor HK.202/I/9/DRJD/2018 diterbitkan pada 20 Februari 2018. Isinya, memerintahkan instansi terkait seperti Korlantas Polri, BPTJ, dan Kepala Dinas Perhubungan seluruh Indonesia untuk tidak menegakkan hukum terhadap operasional taksi
online. Kebijakan itu berlaku sampai adanya perkembangan lebih lanjut.
Surat tersebut terbit karena adanya protes dari pengemudi taksi
online yang menolak pemberlakuan permenhub soal taksi
online. Sejatinya, permenhub itu berlaku efektif pada 1 Februari 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)