Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Wakil Gubernur Sandiaga Uno - Medcom.id/ M Sholahadhin Azhar.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Wakil Gubernur Sandiaga Uno - Medcom.id/ M Sholahadhin Azhar.

Pemimpin Jakarta Era Now Open Kebaya

Nicky Widadio • 14 Desember 2017 11:04
"Instruksinya all-out segera. Kita enggak bisa melawan alam. Kualat kalau melawan alam. Ini adalah fenomena alam. Allah lagi ngirimin hujan. Kalau kita punya sistem yang baik, hujan itu justru harus menjadi berkah bagi kita," kata Sandiaga Uno ketika ditanya soal instruksinya menangani banjir Jakarta, Senin, 11 Desember 2017. 
 
Sandi mengungkapkan kata-kata itu saat warga Jakarta sedang terjebak kemacetan karena banjir di berbagai tempat. 
 
Setengah Ibu Kota dikepung kemacetan. Jalan Jenderal Gatot Subroto bersalin rupa laksana sungai. Di sana terpampang baliho berisi ucapan selamat kepada Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang menjadi pemimpin baru Jakarta. 

Kemacetan sangat parah juga terjadi akibat pohon tumbang di Jalan Pejompongan Raya, Jakarta Pusat. Genangan muncul di Jalan Bendungan Hilir Raya depan Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo.
 
Banyak yang menggerutu karena kemacetan pada Senin tersebut berlangsung sampai tengah malam. Jawaban-jawaban Sandiaga ketika ditanya soal banjir Jakarta jauh dari paparan teknis.
 
Ia justru mempersoalkan perubahan iklim. Kata Sandiaga, perubahan iklim akan mewarnai tahun-tahun mendatang berdasarkan buku yang ia baca, berjudul Climate of Hope karya Michael Bloomberg dan Carl Pope.
 
Oleh sebab itu, antisipasinya tidak bisa dilakukan seperti biasa. "Kalau penyebab (banjir), ya, volume air yang luar biasa banyaknya," kata Sandiaga.
 
Pekan lalu, Selasa 5 Desember 2017 perubahan iklim juga sempat disebut Sandiaga ketika banjir rob melanda Blok C, Penjaringan, Jakarta Utara.
 
Selain mengatakan akan menyiapkan karung pasir dan pompa untuk mengantisipasi banjir rob secara jangka pendek, Sandi mengaitkannya dengan persoalan cinta.
 
"Karena ini bulan purnama, banyak yang jatuh cinta di bulan purnama, termasuk air naik," terangnya.
 
Bukan kali itu saja Sandiaga membuat kalimat dan istilah nyentrik.
 
Dirinya bersama Gubernur Anies Baswedan sempat mengatakan akan menggunakan konsep rumah lapis pada penataan kampung, yang ia sebut dengan istilah urban renewal.
 
Beberapa waktu lalu, Sandiaga ditanya mengenai perbedaan antara rumah susun dan rumah lapis.
"Konsepnya adalah lapis 1, lapis 2, lapis 3, dan itu yang menurut kami harus digunakan adalah konsep vertikal. Tapi jangan dibayangkan 16 lantai gitu," katanya di Masjid Al-Ikhlas di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Minggu, 5 November 2017.
 
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta biasa menggunakan istilah rumah susun untuk hunian vertikal yang mereka bangun.
 
Normalisasi vs naturalisasi
 
Istilah berbeda juga digunakan Anies-Sandi untuk normalisasi sungai. Alih-alih menggunakan istilah normalisasi, Anies menggunakan kata naturalisasi.
 
Dengan naturalisasi, sebagian area sungai harus dikeruk, tetapi eksekusinya berbeda di setiap tempat.
 
Anies ingin agar sungai menjadi ekosistem yang tetap terjaga dengan aliran air lancar, tetapi kehidupan natural di sekitar sungai tetap berlangsung.
 
Hanya saja, ketika ditanya tentang perbedaan antara naturalisasi sungai dan normalisasi sungai versi dirinya, Anies enggan menjabarkan.
 
"Coba nanti dicek di Wikipedia," ucapnya.
 
Sebagai pemimpin di Ibu Kota, Sandiaga pun pernah menyampaikan mimpinya tentang Jakarta. Salah satunya pada 2045, Jakarta akan memiliki insfrastruktur kelas dunia.
 
Itu termasuk hyperloop system alias sistem transportasi berkecepatan tinggi. "Di 2045 juga mungkin MRT (moda raya terpadu) sudah tergantikan dengan mobil-mobil atau kendaraan yang bisa terbang," tutur Sandiaga di Indonesia Economic Forum 2017, Kamis, 23 November 2017. 
 
Ketika ditanyai soal keterbukaan Pemprov DKI yang tidak lagi mengunggah video rapat pimpinan ke Youtube, Sandiaga pun mengklaim dirinya terbuka.
 
Ia menggunakan istilah open kimono yang artinya sebagai kebijakan yang terbuka.
 
Wakil Gubernur zaman now ini kemudian menyesuaikan idiom tersebut dengan konteks Indonesia. Muncullah istilah open kebaya.
 
"Kami open kimono. Open kimono itu istilah, enggak ada yang kami tutup-tutupi, kamu buka semuanya. Kalau di Indonesia open kebaya-lah," katanya.
 
Istilah baru yang ear-catching pun tercipta dari Sandiaga. Sebut saja program OK-Oce dan OK-Otrip yang kemudian menjadi program unggulan Anies-Sandi.
 
Beberapa waktu lalu, Sandiaga pun pernah mengomentari program kesehatan Ketuk Pintu Layani dengan Hati, yang menurutnya terlalu panjang.
 
"Jadi nanti yang ketuk pintu itu kami ganti aja branding-nya. Mungkin tok-tok atau apa gitu yang gampang. Tok-tok, OK tok, OK ocare, gampang gitu," kata Sandiaga di Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu, 25 November 2017. 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan