Jakarta: Pemprov DKI memiliki aturan pemanfaatan air tanah dan tarif yang harus dikenakan. Sayangnya penindakan penggunaan air tanah terbilang lemah. Padahal Pemprov DKI sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) di gedung-gedung tinggi dengan mengklarifikasi pemakaian air tanah.
"Kalau dari yang disidak tugas kita mendata, mengklarifikasi, dan melaporkan. Sanksinya ya akan diserahkan pada Pak Gubernur," kata Kepala Seksi Pemanfaatan Air Tanah Dinas Perindustrian dan Energi Ikhwan Maulani kepada Medcom.id di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 16 Maret 2018.
(Baca juga: Gedung Tinggi Abaikan Izin Sumur Air Tanah)
Di lapangan, ditemui beberapa indikasi pencurian air tanah. Misalnya, bangunan pencakar langit yang izinnya habis namun masih menyedot air. Ikhwan menyebut belum ada klarifikasi yang jelas terkait hal ini.
"Selama ini yang dianggap ilegal itu mereka yang belum ada izin tapi ngebor air dari tanah. Tapi kalau izinnya mati dan enggak diperpanjang, itu masih didiskusikan masuk kategori apa," katanya.
Terkait bangunan dengan izin kedaluarsa, pihaknya hanya memberi teguran. Mereka diminta memperpanjang izin di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Sebab mereka yang berizin, tetap bisa dihitung pemakaian airnya melalui meteran yang telah terpasang.
Mengenai pembangunan sumur yang terpasang jauh dari meteran air, Ikhwan menyatakan hal ini harus dikonfirmasi ulang. Sebab tak semua kasus pemakaian air serupa terindikasi ilegal.
(Baca juga: Menghitung Kerugian Pajak Air Tanah)
Lebih lanjut ia juga mengamini aturan tegas baru dibuat pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Pemungutan Pajak Air Tanah. Di regulasi itu, selain akumulasi pajak ada juga denda dari sumur yang terbukti ilegal.
"Untuk sumur pantek Rp15 juta, sumur bor Rp25 juta, dan dewatering Rp50 juta. Tapi di pasal berikutnya dinyatakan pemilik sumur berhak mengajukan keringanan," tandasnya.
Di beberapa gedung tinggi ibu kota, dewatering kerap dilakukan. Metode pengeringan air tanah ini diterapkan saat pembangunan basemen, sebab ada kemungkinan pengerukan ruang bawah gedung memotong jalur air tanah.
Jakarta: Pemprov DKI memiliki aturan pemanfaatan air tanah dan tarif yang harus dikenakan. Sayangnya penindakan penggunaan air tanah terbilang lemah. Padahal Pemprov DKI sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) di gedung-gedung tinggi dengan mengklarifikasi pemakaian air tanah.
"Kalau dari yang disidak tugas kita mendata, mengklarifikasi, dan melaporkan. Sanksinya ya akan diserahkan pada Pak Gubernur," kata Kepala Seksi Pemanfaatan Air Tanah Dinas Perindustrian dan Energi Ikhwan Maulani kepada Medcom.id di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 16 Maret 2018.
(Baca juga:
Gedung Tinggi Abaikan Izin Sumur Air Tanah)
Di lapangan, ditemui beberapa indikasi pencurian air tanah. Misalnya, bangunan pencakar langit yang izinnya habis namun masih menyedot air. Ikhwan menyebut belum ada klarifikasi yang jelas terkait hal ini.
"Selama ini yang dianggap ilegal itu mereka yang belum ada izin tapi ngebor air dari tanah. Tapi kalau izinnya mati dan enggak diperpanjang, itu masih didiskusikan masuk kategori apa," katanya.
Terkait bangunan dengan izin kedaluarsa, pihaknya hanya memberi teguran. Mereka diminta memperpanjang izin di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Sebab mereka yang berizin, tetap bisa dihitung pemakaian airnya melalui meteran yang telah terpasang.
Mengenai pembangunan sumur yang terpasang jauh dari meteran air, Ikhwan menyatakan hal ini harus dikonfirmasi ulang. Sebab tak semua kasus pemakaian air serupa terindikasi ilegal.
(Baca juga:
Menghitung Kerugian Pajak Air Tanah)
Lebih lanjut ia juga mengamini aturan tegas baru dibuat pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Pemungutan Pajak Air Tanah. Di regulasi itu, selain akumulasi pajak ada juga denda dari sumur yang terbukti ilegal.
"Untuk sumur pantek Rp15 juta, sumur bor Rp25 juta, dan
dewatering Rp50 juta. Tapi di pasal berikutnya dinyatakan pemilik sumur berhak mengajukan keringanan," tandasnya.
Di beberapa gedung tinggi ibu kota,
dewatering kerap dilakukan. Metode pengeringan air tanah ini diterapkan saat pembangunan basemen, sebab ada kemungkinan pengerukan ruang bawah gedung memotong jalur air tanah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)