Limbah medis yang berasal dari beberapa rumah sakit dibuang begitu saja di tempat pembuangan sementara (TPS Panguragan Wetan, Cirebon, Jawa Barat. (Foto: ANTARA/Dedhez Anggara).
Limbah medis yang berasal dari beberapa rumah sakit dibuang begitu saja di tempat pembuangan sementara (TPS Panguragan Wetan, Cirebon, Jawa Barat. (Foto: ANTARA/Dedhez Anggara).

Penanganan Khusus Limbah Medis

17 Januari 2018 16:18
Jakarta: Menangani limbah medis bekas rumah sakit tidak bisa sembarangan. Ada perlakuan khusus yang harus dilakukan agar alat-alat medis yang telah digunakan tidak menyebabkan masalah baru, terutama yang terkait dengan kesehatan dan penyakit menular.
 
Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung mengatakan sebelum dimusnahkan limbah medis harus dipilah terlebih dulu.
 
"Dibagi dua dulu antara limbah biasa dengan limbah medis. Limbah medis dibagi lagi kategorinya menjadi limbah medis tajam, nontajam, nonmedis, botol dan plastik infus," urai Dwi, dalam Newsline, Rabu 17 Januari 2018.

Limbah medis tajam, kata Dwi, bisa berupa bekas jarum suntik, kaca preparat, infus set, atau vial obat. Sedangkan limbah medis non tajam di antaranya bekas sampel darah atau sarung tangan bekas operasi.
 
Baik benda medis tajam maupun tidak, Dwi mengatakan penanganan limbah barang-barang bekas aktivitas rumah sakit itu dimusnahkan dengan cara yang sama. Di Indonesia khususnya, pemusnahan limbah medis dilakukan dengan insinerasi atau pembakaran dengan suhu tinggi.
 
Sayangnya tidak semua rumah sakit memiliki instalasi insinerasi untuk mengolah limbah medis. Mayoritas rumah sakit di Indonesia mempercayakan pengolahan limbah medis kepada pihak ketiga.
 
"Kalau di negara maju pemusnahannya tidak dibakar, cukup dengan autoklaf dengan suhu tertentu lalu dimusnahkan. Di Indonesia sendiri teknologi autoklaf belum ada untuk pengelolaan sampah," ungkapnya.
 
Dwi mengatakan penanganan limbah medis yang asal-asalan bisa berbahaya bagi kesehatan. Di lapangan, Walhi kerap menemukan botol bekas infus maupun ampul atau vial vaksin dibuang begitu saja.
 
Tak ayal, botol-botol bekas itu kerap disalahgunakan pihak tak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan dengan menjual obat atau vaksin palsu menggunakan ampul atau botol bekas rumah sakit yang telah dibuang.
 
Menurut Dwi, botol maupun sampah medis nontajam dan noninfeksius memiliki risiko rendah terhadap pencemaran lingkungan. Namun hal yang paling ditakutkan adalah penggunaan botol bekas untuk kemasan obat palsu.
 
"Kalau botol vaksi tentu orangnya jadi enggak kebal vaksin, begitu juga dengan obat palsu sakitnya enggak sembuh," katanya.
 
Catatan Walhi, kata Dwi, hanya sedikit perusahaan yang mampu mengelola limbah medis. Ketika banyak sampah medis berceceran harus dicurigai bahwa perusahaan yang diberi tanggung jawab sebagai pihak ketiga rumah sakit tidak bekerja dengan baik.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan